SMPN 4 Singaraja Samakan Pemahaman Pola Asuh Siswa
SINGARAJA, NusaBali - Ratusan wali murid SMPN 4 Singaraja dihadirkan ke sekolah untuk mengikuti seminar pola asuh pada Sabtu (9/12). Tujuannya, menghindarkan anak-anak dari tindak kekerasan, dampak negatif media sosial hingga pergaulan bebas.
Penguatan peran tri pusat pendidikan ini menghadirkan narasumber dari Undiksha Singaraja dan Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Buleleng.
Kepala SMPN 4 Singaraja Putu Budiastana mengatakan seminar pola asuh ini merupakan program rutin yang dilaksanakan sekolah, karena melihat fenomena yang terjadi terhadap anak-anak saat ini. Banyak kasus-kasus viral dan mengejutkan, karena anak-anak menjadi objek kasus kekerasan hingga dampak negatif pergaulan bebas.
“Ini salah satu tanggung jawab dan cinta kasih kami di sekolah berbuat maksimal untuk menghindarkan anak-anak kita dari hal-hal negatif. Untuk menghindari hal-hal negatif kami pihak sekolah harus melibatkan keluarga dan masyarakat sebagai bagian Tri Pusat Pendidikan,” terang Budiastana.
Dalam penguatan ini dia berharap ada persamaan pemahaman antara pola asuh di sekolah dengan di keluarga dan masyarakat. Sebab menurutnya selama ini yang kena batu atas kasus negatif yang menimpa anak hanya sekolah tempat menuntut ilmu anak yang bersangkutan. Dari kasus yang terjadi yang paling menjadi sorotan adalah sekolah dan kemudian muncul stigma sekolah tidak memberikan pendidikan yang maksimal kepada anak didik.
Padahal menurut Budiastana anak-anak hanya ada di sekolah selama 6 jam. Selebihnya dari 24 jam sehari anak-anak lebih banyak ada di rumah (keluarga) dan lingkungan masyarakat. “Saya mengajak orang tua mari bersama menyelamatkan anak-anak kita dari fenomena yang banyak terjadi saat ini. Sehingga sekolah wanti-wanti harus melakukan pencegahan. Sejauh mana orang tua berbuat untuk anak-anak. Orang tua boleh sibuk dan bekerja tetapi tanggung jawab pendidikan, mari pikul bersama,” ajak Budiastana.
Sementara itu Dosen Undiksha Prof Dr Putu Kerti Nitiasih MA, sebagai pemateri mengatakan orang tua saat ini harus tahu menjadi orang tua yang baik di tengah kemajuan teknologi saat ini. Menurut Prof Nitiasih, fenomena yang terjadi saat ini banyak terjadi penyalahgunaan teknologi, tidak hanya oleh anak-anak tetapi juga orang tua yang seharusnya membimbing anak-anaknya. “Mudah-mudahan setelah hari ini, ada pengetahuan baru dan penyadaran orang tua untuk memberikan pola asuh yang maksimal untuk anak-anaknya,” kata Nitiasih.
Hal senada juga disampaikan Ketua Pelaksana Harian Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) DP2KBP3A Buleleng Made Wibawa, pola asuh harus disamakan pemahamannya. Baik pola asuh di sekolah, di rumah oleh orang tua dan di masyarakat. Tiga pusat pendidikan anak ini harus bersinergi untuk bersama memberikan perlindungan kepada anak-anak.
“Harapan kami setelah kegiatan ini dapat membuka pengetahuan dan pemahaman orang tua, tenaga pendidik di sekolah tentang pola asuh. Mana masalah anak yang bisa diselesaikan di rumah, mana yang harus diselesaikan di sekolah, semuanya ada batasan, aturan yang jelas terkait pola asuh. Intinya pola asuh ini untuk perlindungan anak,” tegas Wibawa. 7k23
Kepala SMPN 4 Singaraja Putu Budiastana mengatakan seminar pola asuh ini merupakan program rutin yang dilaksanakan sekolah, karena melihat fenomena yang terjadi terhadap anak-anak saat ini. Banyak kasus-kasus viral dan mengejutkan, karena anak-anak menjadi objek kasus kekerasan hingga dampak negatif pergaulan bebas.
“Ini salah satu tanggung jawab dan cinta kasih kami di sekolah berbuat maksimal untuk menghindarkan anak-anak kita dari hal-hal negatif. Untuk menghindari hal-hal negatif kami pihak sekolah harus melibatkan keluarga dan masyarakat sebagai bagian Tri Pusat Pendidikan,” terang Budiastana.
Dalam penguatan ini dia berharap ada persamaan pemahaman antara pola asuh di sekolah dengan di keluarga dan masyarakat. Sebab menurutnya selama ini yang kena batu atas kasus negatif yang menimpa anak hanya sekolah tempat menuntut ilmu anak yang bersangkutan. Dari kasus yang terjadi yang paling menjadi sorotan adalah sekolah dan kemudian muncul stigma sekolah tidak memberikan pendidikan yang maksimal kepada anak didik.
Padahal menurut Budiastana anak-anak hanya ada di sekolah selama 6 jam. Selebihnya dari 24 jam sehari anak-anak lebih banyak ada di rumah (keluarga) dan lingkungan masyarakat. “Saya mengajak orang tua mari bersama menyelamatkan anak-anak kita dari fenomena yang banyak terjadi saat ini. Sehingga sekolah wanti-wanti harus melakukan pencegahan. Sejauh mana orang tua berbuat untuk anak-anak. Orang tua boleh sibuk dan bekerja tetapi tanggung jawab pendidikan, mari pikul bersama,” ajak Budiastana.
Sementara itu Dosen Undiksha Prof Dr Putu Kerti Nitiasih MA, sebagai pemateri mengatakan orang tua saat ini harus tahu menjadi orang tua yang baik di tengah kemajuan teknologi saat ini. Menurut Prof Nitiasih, fenomena yang terjadi saat ini banyak terjadi penyalahgunaan teknologi, tidak hanya oleh anak-anak tetapi juga orang tua yang seharusnya membimbing anak-anaknya. “Mudah-mudahan setelah hari ini, ada pengetahuan baru dan penyadaran orang tua untuk memberikan pola asuh yang maksimal untuk anak-anaknya,” kata Nitiasih.
Hal senada juga disampaikan Ketua Pelaksana Harian Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) DP2KBP3A Buleleng Made Wibawa, pola asuh harus disamakan pemahamannya. Baik pola asuh di sekolah, di rumah oleh orang tua dan di masyarakat. Tiga pusat pendidikan anak ini harus bersinergi untuk bersama memberikan perlindungan kepada anak-anak.
“Harapan kami setelah kegiatan ini dapat membuka pengetahuan dan pemahaman orang tua, tenaga pendidik di sekolah tentang pola asuh. Mana masalah anak yang bisa diselesaikan di rumah, mana yang harus diselesaikan di sekolah, semuanya ada batasan, aturan yang jelas terkait pola asuh. Intinya pola asuh ini untuk perlindungan anak,” tegas Wibawa. 7k23
1
Komentar