Kasus Proyek APD, Demer Dipanggil KPK
Masih di Bali, Segera Cek Info Pemanggilan
JAKARTA, NusaBali - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan memanggil anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat pelindung diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Tahun Anggaran 2020-2022.
"Hari ini (kemarin) bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi Gde Sumarjaya Linggih selaku anggota DPR RI dan Komisaris PT EKI Tahun 2020," kata Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi antara di Jakarta, Senin (11/12). KPK hari ini (kemarin) juga memanggil Inspektur Jenderal Kemenkes RI Murti Utami Andyanto dan ASN Ditjen Bea Cukai/Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai Bogor tahun 2020 Pius Rahardjo.
Meski demikian, Ali Fikri belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai apakah para pihak yang dipanggil telah hadir memenuhi panggilan penyidik. Sementara dikonfirmasi terkait pemanggilan dirinya oleh KPK, anggota Komisi VI DPR RI asal daerah pemilihan (Dapil) Bali Gde Sumarjaya Linggih atau biasa disapa Demer saat ini (kemarin) masih ada di Bali. Dia pun mengaku belum mengetahui adanya pemanggilan tersebut. Demer mengatakan akan segera mengecek ke Jakarta, apakah ada surat mengenai pemanggilan itu. "Sekarang saya masih di Bali, karena ada konsolidasi pemenangan Prabowo-Gibran di Hotel Aston, Denpasar. Saya akan segera cek mengenai pemanggilan tersebut," ujar politisi Golkar ini saat dihubungi NusaBali, Senin kemarin.
Demer mengatakan, setelah mengecek dan jika memang ada pemanggilan dia siap hadir. "Sebagai warga negara yang baik, saya siap hadir dan memberikan penjelasan yang saya ketahui," jelas politisi senior Golkar asal Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng ini.
Menurut Demer, dia memang sempat menjadi Komisaris PT EKI tahun 2020 lalu. Namun saat ini dia sudah tidak berada lagi di PT tersebut. Bahkan, Demer menegaskan sudah lama tidak berada di PT itu. "Saya hanya tiga bulan, sehingga sekarang tidak lagi di sana," kata Demer. Oleh karena itu, Demer tidak terlalu mengerti mengenai pengadaan APD oleh PT EKI. Terlebih mengenai APD dan masalah kesehatan berada di Komisi IX DPR RI. Demer hanya mengetahui, PT EKI mau mendirikan pabrik pipa. Namun, investornya batal sehingga dia memutuskan keluar dari PT tersebut.
Demer berharap, viralnya pemberitaan dia dipanggil KPK, masyarakat tidak berpikir negatif dan langsung memvonis bersalah. Melainkan ke depankan azas praduga tak bersalah. Sebab saat ini adalah tahun politik. Sebelumnya, pada Kamis (9/11) lalu, KPK mengumumkan telah memulai penyidikan dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) di Kementerian Kesehatan. Informasi soal penyidikan ini dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/11) malam lalu.
"Pengadaan APD apakah sudah ada tersangka? Ya, sudah ada. Sprindik juga sudah kita tanda tangani," kata Alex. Perkara korupsi tersebut diduga terjadi pada pengadaan APD di Pusat Krisis Kemenkes Tahun 2020. Akan tetapi, Alex belum bisa mengumumkan siapa saja pihak yang telah ditetapkan penyidik lembaga antirasuah sebagai tersangka dalam kasus ini. Nilai proyek pengadaan APD di Kemenkes tersebut mencapai Rp3,03 triliun untuk lima juta set APD. Dugaan sementara kerugian negara dalam kasus ini mencapai ratusan miliar rupiah dan sangat mungkin berkembang. KPK menyayangkan gelontoran dana besar dari pemerintah untuk perlindungan keselamatan dan kesehatan masyarakat dalam menghadapi pandemi COVID-19 justru disalahgunakan melalui praktik-praktik korupsi. 7 k22, ant
Meski demikian, Ali Fikri belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai apakah para pihak yang dipanggil telah hadir memenuhi panggilan penyidik. Sementara dikonfirmasi terkait pemanggilan dirinya oleh KPK, anggota Komisi VI DPR RI asal daerah pemilihan (Dapil) Bali Gde Sumarjaya Linggih atau biasa disapa Demer saat ini (kemarin) masih ada di Bali. Dia pun mengaku belum mengetahui adanya pemanggilan tersebut. Demer mengatakan akan segera mengecek ke Jakarta, apakah ada surat mengenai pemanggilan itu. "Sekarang saya masih di Bali, karena ada konsolidasi pemenangan Prabowo-Gibran di Hotel Aston, Denpasar. Saya akan segera cek mengenai pemanggilan tersebut," ujar politisi Golkar ini saat dihubungi NusaBali, Senin kemarin.
Demer mengatakan, setelah mengecek dan jika memang ada pemanggilan dia siap hadir. "Sebagai warga negara yang baik, saya siap hadir dan memberikan penjelasan yang saya ketahui," jelas politisi senior Golkar asal Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng ini.
Menurut Demer, dia memang sempat menjadi Komisaris PT EKI tahun 2020 lalu. Namun saat ini dia sudah tidak berada lagi di PT tersebut. Bahkan, Demer menegaskan sudah lama tidak berada di PT itu. "Saya hanya tiga bulan, sehingga sekarang tidak lagi di sana," kata Demer. Oleh karena itu, Demer tidak terlalu mengerti mengenai pengadaan APD oleh PT EKI. Terlebih mengenai APD dan masalah kesehatan berada di Komisi IX DPR RI. Demer hanya mengetahui, PT EKI mau mendirikan pabrik pipa. Namun, investornya batal sehingga dia memutuskan keluar dari PT tersebut.
Demer berharap, viralnya pemberitaan dia dipanggil KPK, masyarakat tidak berpikir negatif dan langsung memvonis bersalah. Melainkan ke depankan azas praduga tak bersalah. Sebab saat ini adalah tahun politik. Sebelumnya, pada Kamis (9/11) lalu, KPK mengumumkan telah memulai penyidikan dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) di Kementerian Kesehatan. Informasi soal penyidikan ini dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/11) malam lalu.
"Pengadaan APD apakah sudah ada tersangka? Ya, sudah ada. Sprindik juga sudah kita tanda tangani," kata Alex. Perkara korupsi tersebut diduga terjadi pada pengadaan APD di Pusat Krisis Kemenkes Tahun 2020. Akan tetapi, Alex belum bisa mengumumkan siapa saja pihak yang telah ditetapkan penyidik lembaga antirasuah sebagai tersangka dalam kasus ini. Nilai proyek pengadaan APD di Kemenkes tersebut mencapai Rp3,03 triliun untuk lima juta set APD. Dugaan sementara kerugian negara dalam kasus ini mencapai ratusan miliar rupiah dan sangat mungkin berkembang. KPK menyayangkan gelontoran dana besar dari pemerintah untuk perlindungan keselamatan dan kesehatan masyarakat dalam menghadapi pandemi COVID-19 justru disalahgunakan melalui praktik-praktik korupsi. 7 k22, ant
1
Komentar