YLKI Minta Cukai Minuman Berpemanis Dipercepat
Sebagai kontrol pola konsumsi dan cegah prevalensi diabetes pada anak-anak dan remaja
JAKARTA, NusaBali - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah untuk segera menindaklanjuti penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Hal tersebut sebagai langkah untuk mengontrol pola konsumsi dan mencegah prevalensi diabetes pada anak-anak dan remaja.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh YLKI ditemukan sebanyak 25.9% anak usia kurang dari 17 tahun mengonsumsi MBDK setiap hari dan sebanyak 31.6% mengonsumsi 2-6x dalam seminggu. Temuan ini menjadi konfirmasi tingkat prevalensi diabetes pada anak yang cukup tinggi dan mengkhawatirkan.
Melihat hal tersebut, Manager Advokasi MBDK YLKI Rully Prayoga mendorong pemerintah untuk hadir dalam melindungi kesehatan konsumen dengan mengimplementasikan cukai MBDK segera mungkin.
"Kita ingin pemerintah hadir. Sebetulnya cukai MBDK sudah diajukan kalau nggak salah 2021, mestinya tahun ini dieksekusi. Dengan alasan COVID-19, dengan ekonomi lah jadi ditunda. Kalau kita pikir ya kesehatan kita nggak bisa dibandingkan ekonomi, generasi masa depan nggak bisa disandingkan dengan ekonomi," kata Rully dalam acara konferensi pers di Jakarta Pusat, seperti dilansir detikcom, Senin (11/12).
Dengan penundaan itu, Rully menilai pemerintah abai akan kesehatan masyarakat. Tentunya, dia melihat penetapan cukai MBDK ini memang bukan menjadi satu penyelesaian semua persoalan. Namun, penetapan cukai MBDK menjadi salah satu bagian dari strategi untuk melindungi kesehatan masyarakat Indonesia.
Menurutnya, dengan pengenaan cukai pada MBDK ini dapat mengurangi beban pembiayaan pemerintah terhadap penanganan penyakit tidak menular
yang ditimbulkan seperti diabetes.
"Pendapatan cukai MBDK itu bisa dialokasikan untuk meringankan beban BPJS Kesehatan dan upaya pencegahan dan sosialisasi untuk mengurangi ketergantungan pada MBDK," jelasnya.
Tidak hanya itu, perlunya ada pengenaan tarif cukai yang signifikan. Dia mendorong pemerintah untuk menetapkan cukai MBDK lebih tinggi dari 25% berdasarkan kandungan gula, tanpa pengecualian secara komprehensif.
Kemudian perlunya ada regulasi yang mengatur penggunaan pemanis buatan pada industri, untuk dapat memonitor beralihnya industri pada pemanis buatan.
"Perlu juga regulasi untuk mengatur penggunaan pemanis buatan. Takutnya ada pengalihan industri. Misalnya pemanis buatan yang 1 gr untuk mem-booster 5 gr. Kita akan coba lihat bagaimana industri ini beralih," jelasnya.
Dia pun berharap setidaknya pihaknya mendapatkan kado awal tahun 2024 terkait cukai MBDK selanjutnya.
Sementara itu, Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan perlunya ada program yang tidak memperbolehkan anak-anak untuk mengakses MBDK, misalnya dengan adanya kantin sehat.
"Diwujudkan kantin sehat, tidak ada MBDK. Jangan sampai masih dini sudah kenal minuman manis yang berat dan tidak sehat. Saya kira mulai dari kantin sekolah tanpa MBDK," kata Tulus. 7
1
Komentar