Tuduhan Polisi Peras Bos Tambang, Propam Turun Tangan
DENPASAR, NusaBali - Tuduhan terhadap polisi di Polda Bali yang diduga melakukan pemerasan terhadap bos usaha tambang ditindaklanjuti oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam). Propam Polda Bali melakukan klarifikasi terhadap laporan tersebut.
"Ya sudah (ditindaklanjuti Propam), ya dia kan sudah melapor, semua laporan tentu akan ditindaklanjuti," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Bali Kombes Jansen Avitus Panjaitan dalam sambungan telepon kepada detikBali, Selasa (12/12).
Seperti diketahui, tudingan adanya pemerasan dilayangkan oleh keluarga dari perempuan bernama Leviana Adriningtyas, 26. Leviana adalah Direktur Utama PT Sancaka Mitra Jaya, perusahaan pertambangan galian C di Kabupaten Buleleng.
Keluarga Leviana menuding pemerasan dilakukan oleh Kompol HD yang bertugas di Sub Direktorat (Subdit) IV Bidang Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali. Kompol HD diduga melakukan pemerasan itu atas perintah atasannya AKBP U.
Perusahaan yang dipegang Leviana awalnya memenangkan tender galian C di empat titik di Desa Banjar Asem, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng pada 2020. PT Sancaka melakukan kegiatan di atas lahan yang sebelumnya sudah berijin yaitu IUP-OP Batuan atas nama I Gusti Putu Domia nomor 540/3053/IV-B/DISPMPT yang berakhir pada 30 Maret 2020.
Izin tersebut ternyata tidak bisa diperpanjang karena perubahan peraturan melalui Online Single Submission (OSS) sehingga diajukan izin baru atas nama PT Sancaka Mitra Jaya. Izin tersebut belum dapat dituntaskan karena ada aturan baru.
Perizinan yang awalnya diurus di pusat kini dikelola oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dengan bersinergi dengan pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota. Namun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng belum mempunyai peraturan daerah (Perda) untuk mengatur hal tersebut.
Dugaan pemerasan terjadi karena Leviana diduga melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin. Keluarga Leviana menyebut jika Kompol HD meminta pembagian sebesar Rp 1,8 miliar atau 10 persen dari nilai proyek sebesar Rp 18,4 miliar.
Pihak keluarga Leviana tidak dapat menyanggupi permintaan dari Kompol HD. Setelah itu, Leviana kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana pertambangan tanpa izin.
Pihak keluarga dari Leviana kemudian melaporkan dugaan pemerasan itu ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri. Divpropam Polri kemudian melimpahkan penanganan laporan dugaan pemerasan itu ke Bidpropam Polda Bali.
Jansen menegaskan berdasarkan informasi awal, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Bali Kombes Roy Hutton Marulamrata Sihombing menjamin jika tuduhan pemerasan itu tidak benar.
Buktinya, jelas Jansen, proses terhadap penetapan tersangka sudah sesuai dengan ketentuan. Penetapan tersangka telah dilakukan gelar terlebih dahulu guna menentukan pemenuhan unsur penetapan tersangka terhadap Leviana.
"Sebelum ditahan digelarkan dulu, terpenuhi unsurnya. Nah sekarang pihak keluarga tersangka buat laporan (mengaku) diperas, ya itu kan lagi diklarifikasi kebenarannya," jelas Jansen.
Jansen mempersilakan bila pihak yang melakukan tuduhan tersebut menyampaikan tambahan bukti-bukti jika pemerasan betul-betul terjadi. Namun jika hasil klarifikasi yang dilakukan Propam Polda Bali tidak terbukti, maka penyidik juga mempunyai hak hukum atas tuduhan yang tidak benar.
"Makanya kalau dia punya bukti-bukti silahkan diajukan bukti-buktinya dengan catatan kalau sampai dia tidak bisa buktikan, penyidiknya nanti tidak terima itu karena sudah dituduh, sudah difitnah," ujarnya.
"Kalau penyidik buat laporan kan, emang enggak boleh penyidik buat laporan kalau ternyata tidak terbukti diperas, padahal dia mengatakan penyidiknya memeras, kan kasihan penyidiknya," tambah Jansen.
Mantan Kapolresta Denpasar itu menegaskan jika Polda Bali tidak ada bermaksud untuk melakukan pengancaman terhadap pihak pelapor. Hanya saja secara logika, pihak yang menuduh juga punya konsekuensi hukum bila tuduhan yang dilayangkan tidak terbukti.
"Tapi seandainya nanti tidak terbukti, Anda tidak punya kuat bukti-bukti menuduh polisi memeras Anda, kalau sampai penyidiknya membuat laporan ya terima saja. Supaya masyarakat itu juga jangan sembarangan tuduh-tuduh," jelas Jansen. 7
Seperti diketahui, tudingan adanya pemerasan dilayangkan oleh keluarga dari perempuan bernama Leviana Adriningtyas, 26. Leviana adalah Direktur Utama PT Sancaka Mitra Jaya, perusahaan pertambangan galian C di Kabupaten Buleleng.
Keluarga Leviana menuding pemerasan dilakukan oleh Kompol HD yang bertugas di Sub Direktorat (Subdit) IV Bidang Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali. Kompol HD diduga melakukan pemerasan itu atas perintah atasannya AKBP U.
Perusahaan yang dipegang Leviana awalnya memenangkan tender galian C di empat titik di Desa Banjar Asem, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng pada 2020. PT Sancaka melakukan kegiatan di atas lahan yang sebelumnya sudah berijin yaitu IUP-OP Batuan atas nama I Gusti Putu Domia nomor 540/3053/IV-B/DISPMPT yang berakhir pada 30 Maret 2020.
Izin tersebut ternyata tidak bisa diperpanjang karena perubahan peraturan melalui Online Single Submission (OSS) sehingga diajukan izin baru atas nama PT Sancaka Mitra Jaya. Izin tersebut belum dapat dituntaskan karena ada aturan baru.
Perizinan yang awalnya diurus di pusat kini dikelola oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dengan bersinergi dengan pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota. Namun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng belum mempunyai peraturan daerah (Perda) untuk mengatur hal tersebut.
Dugaan pemerasan terjadi karena Leviana diduga melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin. Keluarga Leviana menyebut jika Kompol HD meminta pembagian sebesar Rp 1,8 miliar atau 10 persen dari nilai proyek sebesar Rp 18,4 miliar.
Pihak keluarga Leviana tidak dapat menyanggupi permintaan dari Kompol HD. Setelah itu, Leviana kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana pertambangan tanpa izin.
Pihak keluarga dari Leviana kemudian melaporkan dugaan pemerasan itu ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri. Divpropam Polri kemudian melimpahkan penanganan laporan dugaan pemerasan itu ke Bidpropam Polda Bali.
Jansen menegaskan berdasarkan informasi awal, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Bali Kombes Roy Hutton Marulamrata Sihombing menjamin jika tuduhan pemerasan itu tidak benar.
Buktinya, jelas Jansen, proses terhadap penetapan tersangka sudah sesuai dengan ketentuan. Penetapan tersangka telah dilakukan gelar terlebih dahulu guna menentukan pemenuhan unsur penetapan tersangka terhadap Leviana.
"Sebelum ditahan digelarkan dulu, terpenuhi unsurnya. Nah sekarang pihak keluarga tersangka buat laporan (mengaku) diperas, ya itu kan lagi diklarifikasi kebenarannya," jelas Jansen.
Jansen mempersilakan bila pihak yang melakukan tuduhan tersebut menyampaikan tambahan bukti-bukti jika pemerasan betul-betul terjadi. Namun jika hasil klarifikasi yang dilakukan Propam Polda Bali tidak terbukti, maka penyidik juga mempunyai hak hukum atas tuduhan yang tidak benar.
"Makanya kalau dia punya bukti-bukti silahkan diajukan bukti-buktinya dengan catatan kalau sampai dia tidak bisa buktikan, penyidiknya nanti tidak terima itu karena sudah dituduh, sudah difitnah," ujarnya.
"Kalau penyidik buat laporan kan, emang enggak boleh penyidik buat laporan kalau ternyata tidak terbukti diperas, padahal dia mengatakan penyidiknya memeras, kan kasihan penyidiknya," tambah Jansen.
Mantan Kapolresta Denpasar itu menegaskan jika Polda Bali tidak ada bermaksud untuk melakukan pengancaman terhadap pihak pelapor. Hanya saja secara logika, pihak yang menuduh juga punya konsekuensi hukum bila tuduhan yang dilayangkan tidak terbukti.
"Tapi seandainya nanti tidak terbukti, Anda tidak punya kuat bukti-bukti menuduh polisi memeras Anda, kalau sampai penyidiknya membuat laporan ya terima saja. Supaya masyarakat itu juga jangan sembarangan tuduh-tuduh," jelas Jansen. 7
Komentar