PHDI Ingatkan Umat Tidak Berkampanye di Pura
DENPASAR, NusaBali - Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali I Nyoman Kenak mengingatkan umat Hindu untuk tidak menerima/melakukan aktivitas politik maupun kampanye di Pura. Menurut Kenak, umat harus dapat membedakan segala aktivitas yang pantas dan tidak pantas dilakukan di area Pura.
Dia mengingatkan segala bentuk aktivitas politik praktis termasuk kampanye tidak etis dilakukan di area suci. “Mari kita bedakan kesucian dengan politik,” ujar Kenak, dikonfirmasi NusaBali, Rabu (20/12).
Hal itu sekaligus merespons video yang beredar di media sosial (medsos) yang menunjukkan mantan Bupati Gianyar I Made Agus Mahayastra yang meminta warga untuk memilih salah satu calon anggota DPD RI Daerah Pemilihan Bali.
Kenak mengaku telah melakukan komunikasi dengan pihak Bawaslu Bali terkait video yang beredar tersebut. Dalam kesempatan tersebut Kenak juga menyampaikan dasar agama yang menyatakan aktivitas politik praktis atau kampanye tidak pantas dilakukan di area suci seperti Pura. Di sisi lain, meski menolak keras adanya kampanye di Pura, Kenak mengatakan wewenang sepenuhnya ada pada Pangempon Pura untuk mengatur segala kegiatan yang bisa dilakukan di Pura. “Namun semua kembali kepada pangempon. Kami hanya berpesan, mari kita bedakan kesucian dengan politik,” ujar mantan Ketua PHDI Kota Denpasar ini.
Apalagi, kata dia Undang-undang telah mengatur larangan mengadakan kampanye di tempat ibadah. Sementara itu Ketua Bawaslu Gianyar, I Wayan Hartawan mengatakan, penelusuran dilakukan untuk mengetahui kapan dan di mana lokasi dugaan kampanye yang dilakukan mantan Bupati Gianyar di tempat ibadah tersebut. Hasil dari penelusuran Bawaslu Kabupaten Gianyar, hal itu terjadi pada bulan Agustus lalu.
Sehingga jika terkait tahapan Pemilu, maka hal itu bukan masuk kategori pelanggaran yang harus ditangani Bawaslu. Karena tahapan kampanye baru dimulai pada 28 November 2023. “Karena kita berbicara tahapan pemilu, dari hasil penelusuran jajaran Bawaslu Gianyar, kegiatan tersebut dilakukan bulan Agustus. Sedangkan tahapan kampanye baru mulai tanggal 28 November,” beber Hartawan.
Jika hal itu dilakukan saat masa kampanye, jelas Hartawan, maka apa yang dilakukan oleh Mahayastra merupakan bentuk pelanggaran. Jika hal itu terbukti dilakukan maka bisa dikenai sanksi. “Kalau terkait dengan sanksi, itu ada sanksi administrasi dan ada juga sanksi pidana. Tergantung tingkat kesalahannya, sesuai UU 7 tahun 2017,” ujar Hartawan.
Menurut Hartawan, Pura itu terbagi ke dalam sejumlah mandala (kawasan). Namun seluruhnya menjadi satu kesatuan kawasan suci Pura. “Terkait dengan kawasan di Pura, ada istilah Nista Mandala, Madya Mandala dan Utama Mandala. Apa saja peruntukanya itu yang harus kita ketahui juga,” ujar Hartawan.cr78, nvi
1
Komentar