Wakil Ketua DPRD Badung Terima Konsolidasi KSPSI Bali
MANGUPURA, NusaBali - Wakil Ketua DPRD Badung I Wayan Suyasa menerima konsolidasi Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Bali di Ruang Rapat Gosana II Gedung DPRD Badung, Senin (15/1).
Kedatangan puluhan perwakilan serikat pekerja tersebut guna menyerap aspirasi para pekerja di Badung melalui perwakilan dari KSPSI Kabupaten Badung.
Ketua KSPSI Bali I Wayan Madra mengatakan konsolidasi ini menjadi momen yang digunakan untuk diskusi mengenai penguatan serikat pekerja sebagai suatu organisasi. “Kesempatan ini kita gunakan dengan baik karena mencari waktu bertemu Bapak Wayan Suyasa cukup sulit di tengah kepadatan jadwal beliau,” ujarnya.
Madra mengungkapkan, serikat pekerja adalah organisasi perjuangan masalah isi perut. Para serikat pekerja berjuang untuk bisa hidup layak dan sejahtera bersama keluarga. “Bagaimana kita dan keluarga bisa hidup sejahtera. Bagaimana para pekerja sejahtera. Pada kesempatan konsolidasi ini, kita diskusikan dan menyampaikan aspirasi terkait situasi serikat pekerja saat ini,” kata Madra.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD Badung I Wayan Suyasa menyambut baik dan mengapresiasi konsolidasi KSPSI yang merupakan induk organisasi buruh di Bali ini. Suyasa yang juga Ketua DPC Federasi Serikat Pekerja (FSP) Badung menyampaikan, sebelum menjabat sebagai wakil rakyat, pihaknya juga pernah sebagai pekerja di salah satu hotel di Bali.
“Saya juga dahulu seorang buruh, karyawan hotel. Intinya bukan baru saya menjadi anggota dewan, saya diberi kesempatan menjadi ketua buruh. Bukan, tetapi dari awal saya bagian dari buruh, tidak ada salahnya kita selalu berkoordinasi,” katanya.
Suyasa menyebut, selama ini para buruh atau pekerja selalu dituntut oleh pengusaha maupun pemerintah. Namun aspirasi para buruh atau pekerja jarang didengar. “Mungkin hanya saat May Day saja baru ditanya aspirasinya apa. Saya bagian dari buruh juga, saya ingin gerakan buruh ini harus bersatu demi cita-cita kita bersama,” kata Ketua DPD Golkar Badung ini.
Di sisi lain, Suyasa juga tidak menampik bahwa selama ini para pekerja hanya akan ingat organisasi di saat ada masalah. Maka dari itu, menurut politisi senior asal Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi tersebut, inilah pentingnya pemerintah dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja, termasuk wakil rakyat, pengusaha dan pekerja untuk selalu berkomunikasi.
“Bukan orientasinya tuntutan hak saja, tetapi sejauh mana mereka bisa mengimplementasikan organisasi ini bisa dikenal luas oleh masyarakat. Maka dari itu, kita ingin memberikan suatu perhatian kepada anggota serikat pekerja di masing-masing perusahaan agar mereka punya rasa sense of belonging yaitu sama-sama saling menguntungkan ataupun minimal selanjutnya tugas dan kewajiban,” kata Suyasa.
Sedangkan buruh ataupun pekerja selalu diorientasikan upahnya standar UMK. Padahal undang-undang sudah jelas nol sampai di bawah satu tahun itu baru bicara UMK. Artinya, pemerintah mengamankan pekerja itu di saat mulai bekerja tidak kurang dari UMK. “Kalau pengusaha ataupun perusahaan sudah memperkerjakan lebih dari lima tahun sampai 15 tahun, tidak orientasinya UMK, itu sudah rasa, bagaimana kalau kita sudah mendapatkan untung perusahaan kok masih bicara UMK,” kata Suyasa lagi.
“Karena UMK itu standarnya kemarin kan masih lajang, belum menikah, belum punya anak itu grade-nya UMK sehingga nol sampai satu tahun, karena mereka masih lajang. Kalau sudah lima tahun ke atas mereka sudah menikah, punya anak masa tetap UMK grade-nya kan tidak rasional. Tapi kita tidak bisa bicara lokal genius Bali, karena UU dibentuk di pusat,” sebutnya. @ ind
Ketua KSPSI Bali I Wayan Madra mengatakan konsolidasi ini menjadi momen yang digunakan untuk diskusi mengenai penguatan serikat pekerja sebagai suatu organisasi. “Kesempatan ini kita gunakan dengan baik karena mencari waktu bertemu Bapak Wayan Suyasa cukup sulit di tengah kepadatan jadwal beliau,” ujarnya.
Madra mengungkapkan, serikat pekerja adalah organisasi perjuangan masalah isi perut. Para serikat pekerja berjuang untuk bisa hidup layak dan sejahtera bersama keluarga. “Bagaimana kita dan keluarga bisa hidup sejahtera. Bagaimana para pekerja sejahtera. Pada kesempatan konsolidasi ini, kita diskusikan dan menyampaikan aspirasi terkait situasi serikat pekerja saat ini,” kata Madra.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD Badung I Wayan Suyasa menyambut baik dan mengapresiasi konsolidasi KSPSI yang merupakan induk organisasi buruh di Bali ini. Suyasa yang juga Ketua DPC Federasi Serikat Pekerja (FSP) Badung menyampaikan, sebelum menjabat sebagai wakil rakyat, pihaknya juga pernah sebagai pekerja di salah satu hotel di Bali.
“Saya juga dahulu seorang buruh, karyawan hotel. Intinya bukan baru saya menjadi anggota dewan, saya diberi kesempatan menjadi ketua buruh. Bukan, tetapi dari awal saya bagian dari buruh, tidak ada salahnya kita selalu berkoordinasi,” katanya.
Suyasa menyebut, selama ini para buruh atau pekerja selalu dituntut oleh pengusaha maupun pemerintah. Namun aspirasi para buruh atau pekerja jarang didengar. “Mungkin hanya saat May Day saja baru ditanya aspirasinya apa. Saya bagian dari buruh juga, saya ingin gerakan buruh ini harus bersatu demi cita-cita kita bersama,” kata Ketua DPD Golkar Badung ini.
Di sisi lain, Suyasa juga tidak menampik bahwa selama ini para pekerja hanya akan ingat organisasi di saat ada masalah. Maka dari itu, menurut politisi senior asal Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi tersebut, inilah pentingnya pemerintah dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja, termasuk wakil rakyat, pengusaha dan pekerja untuk selalu berkomunikasi.
“Bukan orientasinya tuntutan hak saja, tetapi sejauh mana mereka bisa mengimplementasikan organisasi ini bisa dikenal luas oleh masyarakat. Maka dari itu, kita ingin memberikan suatu perhatian kepada anggota serikat pekerja di masing-masing perusahaan agar mereka punya rasa sense of belonging yaitu sama-sama saling menguntungkan ataupun minimal selanjutnya tugas dan kewajiban,” kata Suyasa.
Sedangkan buruh ataupun pekerja selalu diorientasikan upahnya standar UMK. Padahal undang-undang sudah jelas nol sampai di bawah satu tahun itu baru bicara UMK. Artinya, pemerintah mengamankan pekerja itu di saat mulai bekerja tidak kurang dari UMK. “Kalau pengusaha ataupun perusahaan sudah memperkerjakan lebih dari lima tahun sampai 15 tahun, tidak orientasinya UMK, itu sudah rasa, bagaimana kalau kita sudah mendapatkan untung perusahaan kok masih bicara UMK,” kata Suyasa lagi.
“Karena UMK itu standarnya kemarin kan masih lajang, belum menikah, belum punya anak itu grade-nya UMK sehingga nol sampai satu tahun, karena mereka masih lajang. Kalau sudah lima tahun ke atas mereka sudah menikah, punya anak masa tetap UMK grade-nya kan tidak rasional. Tapi kita tidak bisa bicara lokal genius Bali, karena UU dibentuk di pusat,” sebutnya. @ ind
1
Komentar