‘Jimat Penjinak’ Kera Dulu Cangkang Penyu Kini Ketapel
Sisi Lain Alas Pala Monkey Forest Sangeh di Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Badung
Ada yang menghubung-hubungkan kera takut dengan cangkang penyu, berkaitan dengan cerita rakyat tentang persahabatan antara Si Lutung (kera) dengan Si Kura-kura.
DENPASAR, NusaBali
Selain terbagi kelompok-kelompok tersendiri yang diibaratkan sebagai ‘banjar’, kawanan kera di Alas Pala Sangeh, Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Badung, memiliki perilaku unik. Mereka, kawanan kera, ini ‘takut’ dengan cangkang penyu. Karena itulah, dulu para pedagang yang berjualan di DTW Alas Pala menyimpan cangkang atau batok penyu sebagai ‘jimat’ untuk menakut-nakuti kera agar tidak usil.
Ada yang menghubung-hubungkan kera takut dengan cangkang penyu, berkaitan dengan cerita rakyat (fabel) persahabatan antara Si Lutung (kera) dengan Si Kura-kura. Sebagaimana lumrah, diceritakan pada zaman bahari, di dalam hutan bersahabat untuk saling menolong antara Si Kera dengan Si Kura-kura. Singkat cerita, suatu saat ketika paceklik hebat, keduanya mengembara menuju sebuah pulau untuk mencari makanan. Karena menyeberang lautan, Si Kera tak mungkin bisa pergi. Karenanya Si Kura-kura mengajak Si Kera naik dan duduk di punggungnya. Dua sekawan ini pun tiba di pulau yang dituju.
Namun setelah menemukan makanan (buahan-buahan), Si Kera menunjukkan akal bulus. Dia memanjat, setelah sampai di atas pohon, dia makan lahap sendirian. Sementara Si Kura-kura terganga di bawah menelan ludah. Ketika meminta kepada Si Kera, dia hanya dilempari sisa dan kulit dari buah yang habis dimakannya. Sejak itulah keduanya pecah kongsi. Si Kura-kura memendam dendam kepada Si Kera. Karena penyu itu masih ‘semarga’ dengan kura-kura, maka penyu pun ditakuti kera.
“Cerita itu memang ada, namun apakah berkaitan, kami tak tahu,” ujar Ketua Pengelola DTW Alas Pala Monkey Forest Sangeh Ida Bagus Gede Pujawan.
Namun demikian, kera ‘ogah’ melihat cangkang penyu diiyakan IBG Pujawan. Dia menuturkan pengalamannya bersama anggota sebuah yayasan yang berkunjung ke DTW Alas Pala. Dikatakannya, anggota yayasan tersebut penasaran, apakah benar informasi kera takut kepada penyu.
Karena itulah, dilakukan ‘percobaan’. Hasilnya memang benar. Ketika cangkang penyu diletakkan, kawanan kera itu kabur menjauh. “Mereka (yayasan) melibat sendiri, ketika cangkang penyu didekatkan, kera-kera langsung menjauh,” ungkap IBG Pujawan.
Karenanya masuk akal ketika awal-awal Alas Pala dibuka sebagai tujuan wisata, sekitar tahun 1969, para pedagang berbekal cangkang atau batok penyu sebagai ‘alat penjinak’ agar kera tidak usil, mengganggu dagangannya maupun pengunjung yang berbelanja.
“Nggih kalau dulu ada (cangkang penyu). Sekarang tidak ada lagi,” ujar Jro Geria, 71, salah seorang pedagang.
Dulu cangkang penyu tersedia, karena pemotongan penyu masih dibolehkan. Saat ada pemotongan penyu, cangkangnya bisa diambil. Namun setelah pemotongan penyu dilarang, karena merupakan satwa yang dilindungi undang-undang, untuk menakut-nakuti kera, kalangan pedagang menggunakan setipan atau ketapel. “Hanya untuk menakut-nakuti saja. Tidak sungguh-sungguh,” kata Jro Geria.
Selain terbagi kelompok-kelompok tersendiri yang diibaratkan sebagai ‘banjar’, kawanan kera di Alas Pala Sangeh, Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Badung, memiliki perilaku unik. Mereka, kawanan kera, ini ‘takut’ dengan cangkang penyu. Karena itulah, dulu para pedagang yang berjualan di DTW Alas Pala menyimpan cangkang atau batok penyu sebagai ‘jimat’ untuk menakut-nakuti kera agar tidak usil.
Ada yang menghubung-hubungkan kera takut dengan cangkang penyu, berkaitan dengan cerita rakyat (fabel) persahabatan antara Si Lutung (kera) dengan Si Kura-kura. Sebagaimana lumrah, diceritakan pada zaman bahari, di dalam hutan bersahabat untuk saling menolong antara Si Kera dengan Si Kura-kura. Singkat cerita, suatu saat ketika paceklik hebat, keduanya mengembara menuju sebuah pulau untuk mencari makanan. Karena menyeberang lautan, Si Kera tak mungkin bisa pergi. Karenanya Si Kura-kura mengajak Si Kera naik dan duduk di punggungnya. Dua sekawan ini pun tiba di pulau yang dituju.
Namun setelah menemukan makanan (buahan-buahan), Si Kera menunjukkan akal bulus. Dia memanjat, setelah sampai di atas pohon, dia makan lahap sendirian. Sementara Si Kura-kura terganga di bawah menelan ludah. Ketika meminta kepada Si Kera, dia hanya dilempari sisa dan kulit dari buah yang habis dimakannya. Sejak itulah keduanya pecah kongsi. Si Kura-kura memendam dendam kepada Si Kera. Karena penyu itu masih ‘semarga’ dengan kura-kura, maka penyu pun ditakuti kera.
“Cerita itu memang ada, namun apakah berkaitan, kami tak tahu,” ujar Ketua Pengelola DTW Alas Pala Monkey Forest Sangeh Ida Bagus Gede Pujawan.
Namun demikian, kera ‘ogah’ melihat cangkang penyu diiyakan IBG Pujawan. Dia menuturkan pengalamannya bersama anggota sebuah yayasan yang berkunjung ke DTW Alas Pala. Dikatakannya, anggota yayasan tersebut penasaran, apakah benar informasi kera takut kepada penyu.
Karena itulah, dilakukan ‘percobaan’. Hasilnya memang benar. Ketika cangkang penyu diletakkan, kawanan kera itu kabur menjauh. “Mereka (yayasan) melibat sendiri, ketika cangkang penyu didekatkan, kera-kera langsung menjauh,” ungkap IBG Pujawan.
Karenanya masuk akal ketika awal-awal Alas Pala dibuka sebagai tujuan wisata, sekitar tahun 1969, para pedagang berbekal cangkang atau batok penyu sebagai ‘alat penjinak’ agar kera tidak usil, mengganggu dagangannya maupun pengunjung yang berbelanja.
“Nggih kalau dulu ada (cangkang penyu). Sekarang tidak ada lagi,” ujar Jro Geria, 71, salah seorang pedagang.
Dulu cangkang penyu tersedia, karena pemotongan penyu masih dibolehkan. Saat ada pemotongan penyu, cangkangnya bisa diambil. Namun setelah pemotongan penyu dilarang, karena merupakan satwa yang dilindungi undang-undang, untuk menakut-nakuti kera, kalangan pedagang menggunakan setipan atau ketapel. “Hanya untuk menakut-nakuti saja. Tidak sungguh-sungguh,” kata Jro Geria.
Foto: Jro Geria, pedagang di DTW Alas Pala Monkey Forest Sangeh, menunjukkan ketapel agar kera tidak mengusik dagangan maupun pengunjung. -NATA
Berdasar penuturan pedagang maupun pengelola, kawanan kera yang ada di Alas Pala, termasuk ‘jinak’. Tidak berulah, tidak nakal. Beda dengan di tempat lain, di mana kera usil kerap mengambil barang-barang pengunjung seperti tas, kacamata, ponsel bahkan bisa menyerang. “Deriki (di sini) tidak demikian. Kecuali digangggu, baru melawan,” imbuh Jro Geria.
Selain itu, keamanan pengunjung menjadi atensi dari pengelola. Ada petugas pemandu setempat yang akan mendampingi pengunjung, agar tetap aman dan nyaman selama berwisata di kawasan DTW seluas sekitar 14 hektare tersebut. “Ya, ada pemandu, setiap pos ada petugasnya,” kata IBG Pujawan. 7 k17
1
Komentar