Hasil PISA 2022 Jadi Evaluasi Tingkatkan Kualitas Pendidikan
JAKARTA, NusaBali - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan bahwa hasil program penilaian pelajar internasional atau PISA tahun 2022 menjadi evaluasi bagi Indonesia untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Seperti diketahui, dalam hasil PISA 2022 yang diumumkan pada 5 Desember 2023, Indonesia berada di peringkat 68 dengan skor; matematika (379), sains (398), dan membaca (371).
"Indonesia sudah cukup berhasil menyediakan akses ke pendidikan dasar dan menengah, tetapi dari sisi kualitas, Indonesia masih punya banyak pekerjaan rumah. Ini terlihat dari hasil PISA, yang menunjukkan bahwa pandemi memperparah krisis belajar yang sudah lama dihadapi," kata Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo di Jakarta, Rabu.
Hal tersebut disampaikan oleh Anindito dalam diskusi Bright Future Talks 2024 bersama Universitas Sampoerna dengan tema "Transformasi Pendidikan di Indonesia".
Menurutnya, untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan transformasi sistemik yang konsisten, menetapkan peningkatan kualitas pembelajaran sebagai tujuan, menerapkan kurikulum yang juga berfokus pada kualitas pembelajaran, dan membantu guru untuk terus meningkatkan kompetensinya.
Sementara itu, Dekan Faculty of Education Sampoerna University Christianus I Wayan Eka Budiartha menilai hasil PISA sebagai tantangan universitas agar semakin terpacu melahirkan calon pengajar yang profesional, transformatif, dan memiliki pendidikan berkualitas tinggi untuk mendukung percepatan transformasi pendidikan di Indonesia, demi meningkatkan skor PISA selanjutnya. "Salah satunya dengan memberikan akses pendidikan kelas dunia yang sesuai dengan kebutuhan dan relevansi peserta didik,” ujar Christianus.
Sedangkan Pemerhati Pendidikan Doni Koesoema A yang juga turut hadir menjelaskan mengenai kondisi pendidikan di Indonesia saat ini. "Saya melihat kondisi pendidikan dari sudut pandang pelaku yang ada di lapangan. Saat ini sebetulnya semangat transformasi pendidikan sudah ada dari berbagai pihak, tetapi masyarakat melihat perubahan yang masif ini terlalu cepat dan timbul kegagapan sehingga belum mampu mendobrak kualitas pendidikan di Indonesia," ujar Doni.
Selain itu, menurutnya, hasil pembelajaran siswa berdasarkan kurikulum dan proses belajarnya juga harus dinilai secara objektif. Situasi ini tidak lepas dari peran guru yang memiliki banyak faktor di belakangnya.
"Untuk itu, para calon pendidik hendaknya harus memiliki kualitas, motivasi dan passion sebagai pengajar," katanya.
Doni juga menekankan pentingnya meningkatkan literasi membaca pada anak-anak, mengingat pada tahun 2015, 2018, hingga 2022, skor literasi membaca PISA di Indonesia terus menurun, dimana tahun 2015 sebesar 397, tahun 2018 sebesar 371, dan tahun 2022 sebesar 359.
"Dalam tes PISA, anak diberikan tiga bacaan, satu kutipan jurnal, dua tulisan blog dari profesor, dan yang ketiga blogger, dari situ anak-anak disuruh menganalisis, tetapi, anak-anak kita masih belum bisa membedakan mana komentar yang valid, dan komentar yang opini, karena anak-anak kita baru belajar satu teks tunggal, atau 5W dan 1H," ujar dia.
Untuk itu, terkait literasi membaca, Doni menyarankan dari sisi guru untuk terus meningkatkan kemampuan anak-anak agar dapat berpikir tingkat tinggi. "Seperti klasifikasi, analisis, membandingkan. Hal seperti itu yang perlu terus dilatih pada anak-anak kita, tentu yang seperti itu bukan tugasnya guru bahasa Indonesia saja. PISA itu guru diajak membaca data-data dan memanfaatkan itu untuk bisa dilakukan. Itu bisa dilakukan oleh semua guru dari berbagai macam mata pelajaran," ucapnya.
Sedangkan dari segi kurikulum, ia menekankan pentingnya pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk melihat apakah dalam prosesnya, guru-guru bisa mengeksekusi dengan mengajarkan mata pelajaran menggunakan metode yang mengungkit kemampuan berpikir tingkat tinggi, utamanya klasifikasi dan analisis agar anak-anak dapat menarik kesimpulan dengan benar. 7 ant
"Indonesia sudah cukup berhasil menyediakan akses ke pendidikan dasar dan menengah, tetapi dari sisi kualitas, Indonesia masih punya banyak pekerjaan rumah. Ini terlihat dari hasil PISA, yang menunjukkan bahwa pandemi memperparah krisis belajar yang sudah lama dihadapi," kata Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo di Jakarta, Rabu.
Hal tersebut disampaikan oleh Anindito dalam diskusi Bright Future Talks 2024 bersama Universitas Sampoerna dengan tema "Transformasi Pendidikan di Indonesia".
Menurutnya, untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan transformasi sistemik yang konsisten, menetapkan peningkatan kualitas pembelajaran sebagai tujuan, menerapkan kurikulum yang juga berfokus pada kualitas pembelajaran, dan membantu guru untuk terus meningkatkan kompetensinya.
Sementara itu, Dekan Faculty of Education Sampoerna University Christianus I Wayan Eka Budiartha menilai hasil PISA sebagai tantangan universitas agar semakin terpacu melahirkan calon pengajar yang profesional, transformatif, dan memiliki pendidikan berkualitas tinggi untuk mendukung percepatan transformasi pendidikan di Indonesia, demi meningkatkan skor PISA selanjutnya. "Salah satunya dengan memberikan akses pendidikan kelas dunia yang sesuai dengan kebutuhan dan relevansi peserta didik,” ujar Christianus.
Sedangkan Pemerhati Pendidikan Doni Koesoema A yang juga turut hadir menjelaskan mengenai kondisi pendidikan di Indonesia saat ini. "Saya melihat kondisi pendidikan dari sudut pandang pelaku yang ada di lapangan. Saat ini sebetulnya semangat transformasi pendidikan sudah ada dari berbagai pihak, tetapi masyarakat melihat perubahan yang masif ini terlalu cepat dan timbul kegagapan sehingga belum mampu mendobrak kualitas pendidikan di Indonesia," ujar Doni.
Selain itu, menurutnya, hasil pembelajaran siswa berdasarkan kurikulum dan proses belajarnya juga harus dinilai secara objektif. Situasi ini tidak lepas dari peran guru yang memiliki banyak faktor di belakangnya.
"Untuk itu, para calon pendidik hendaknya harus memiliki kualitas, motivasi dan passion sebagai pengajar," katanya.
Doni juga menekankan pentingnya meningkatkan literasi membaca pada anak-anak, mengingat pada tahun 2015, 2018, hingga 2022, skor literasi membaca PISA di Indonesia terus menurun, dimana tahun 2015 sebesar 397, tahun 2018 sebesar 371, dan tahun 2022 sebesar 359.
"Dalam tes PISA, anak diberikan tiga bacaan, satu kutipan jurnal, dua tulisan blog dari profesor, dan yang ketiga blogger, dari situ anak-anak disuruh menganalisis, tetapi, anak-anak kita masih belum bisa membedakan mana komentar yang valid, dan komentar yang opini, karena anak-anak kita baru belajar satu teks tunggal, atau 5W dan 1H," ujar dia.
Untuk itu, terkait literasi membaca, Doni menyarankan dari sisi guru untuk terus meningkatkan kemampuan anak-anak agar dapat berpikir tingkat tinggi. "Seperti klasifikasi, analisis, membandingkan. Hal seperti itu yang perlu terus dilatih pada anak-anak kita, tentu yang seperti itu bukan tugasnya guru bahasa Indonesia saja. PISA itu guru diajak membaca data-data dan memanfaatkan itu untuk bisa dilakukan. Itu bisa dilakukan oleh semua guru dari berbagai macam mata pelajaran," ucapnya.
Sedangkan dari segi kurikulum, ia menekankan pentingnya pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk melihat apakah dalam prosesnya, guru-guru bisa mengeksekusi dengan mengajarkan mata pelajaran menggunakan metode yang mengungkit kemampuan berpikir tingkat tinggi, utamanya klasifikasi dan analisis agar anak-anak dapat menarik kesimpulan dengan benar. 7 ant
Komentar