Operasional BPK Padangbai Dihentikan
Perbup No 21 Tahun 2017 yang menaungi BPK Padangbai diminta direvisi. Sejak operasional BPK dihentikan, wisatawan yang akan menyeberang tidak dikenai retribusi.
AMLAPURA, NusaBali
Operasional Badan Pengelola Kawasan (BPK) Padangbai, Desa Padangbai, Kecamatan Manggis, Karangasem dihentikan sementara sejak Jumat (21/7). Alasannya, ada instruksi dari Pemprov Bali lantaran Peraturan Bupati (Perbup) Karangasem No 21 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Kawasan Padangbai, masih perlu direvisi.
Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri mengakui mendapat instruksi dari Pemprov Bali, sehingga Badan Pengelola Kawasan Padangbai tidak melakukan pungutan retribusi sejak Jumat (21/7). Menurutnya, sejak awal berupaya taat aturan agar pengoperasian Badan Pengelola Kawasan Padangbai memiliki landasan hukum. Prosesnya diawali dengan memohon aset Dermaga Rakyat Padangbai ke Pemerintah Provinsi Bali. Setelah dikabulkan, kemudian membentuk badan pengelola kerjasama dengan Desa Pakraman Padangbai, disusul membentuk badan pengelola, dilanjutkan terbitnya Perbup No 21 Tahun 2017 dan SK Bupati Karangasem No 430/HK/2017 tentang Penetapan Susunan Organisasi Badan Pengelola Kawasan Padangbai.
Pengelolaannya dilaunching pada Kamis (22/6) tetapi resmi dioperasikan pada Sabtu (8/7). “Ya ada instruksi dari Pemprov Bali, kita mesti patuhi sambil merevisi perda,” ujar Bupati Mas Sumatri kepada NusaBali di kediamannya, Jalan Jeruk Amlapura, Minggu (23/7).
Di bagian lain, Manajer Operasional Badan Pengelola Kawasan Padangbai I Ketut Sumertanaya mengakui, sejak Jumat (21/7), tidak lagi memungut retribusi kepada wisatawan. Menurutnya, setiap wisatawan yang akan menyeberang melalui Dermaga Rakyat Padangbai dikenai retribusi Rp 60.000. Rinciannya, retribusi Rp 50.000 dan souvenir Rp 10.000. Rata-rata retribusi terkumpul hingga Rp 90 juta per hari.
Dampak dari dihentikan pengoperasian Badan Pengelola Kawasan Padangbai, cukup kompleks. Sebab lembaga yang dipimpinnya bukan saja memungut retribusi, juga menata parkir, mengurus sampah, dan aktivitasnya lainnya di wilayah Objek Wisata Padangbai.
“Lihat sendiri sampah-sampah itu, sekarang tidak ada yang mengurus. Selama ini Badan Pengelola Kawasan Padangbai yang mengangkut sampah-sampah itu,” kata Sumertanaya.
Begitu juga parkir di Terminal Pura Dang Kahyangan Silayukti, jadi semrawut. Plt Manajer BPK Padangbai I Made Nesa juga mengakui hal itu. “Penghentian sementara berdampak semangat kerja jadi menurun,” kata Made Nesa.
Mengenai retribusi di Dermaga Rakyat Padangbai, sebelumnya diberitakan, pelaku pariwisata dari Desa Padangbai, Kecamatan Manggis, Karangasem, menyampaikan aspirasinya ke DPRD setempat terkait terbentuknya Badan Pengelola Dermaga Rakyat Desa Padangbai, yang menaikkan tarif retribusi. Dikhawatiri, naiknya retribusi dari Rp 10.000 menjadi Rp 100.000, kapal-kapal cepat pengangkut wisatawan dari Dermaga Rakyat Desa Padangbai menuju Gili Terawangan, Kabupaten Lombok Utara, NTB, enggan datang.
Kekhawatiran itu disampaikan sejumlah perwakilan pelaku pariwisata yang diterima Ketua DPRD Karangasem I Nengah Sumardi didampingi Ketua Komisi I I Gede Bendesa Mulyawan, Ketua Komisi IV I Nyoman Musna Antara, dan sejumlah anggota di Ruang Rapat DPRD Karangasem, Jalan Ngurah Rai Amlapura, Rabu (21/6).
Pelaku pariwisata tersebut kebanyakan adalah pemilik kapal wisata. I Made Wijaya, pengusaha kapal, memaparkan persoalan menyangkut dibentuknya Badan Pengelola Dermaga Rakyat Desa Padangbai. Menurutnya, selain pengoperasiannya tanpa sosialisasi, juga terjadi lonjakan retribusi dari Rp 10.000 menjadi Rp 100.000 per wisatawan yang hendak menyeberang.
Padahal naiknya retribusi itu belum diimbangi dengan peningatan fasilitas umum, semisal toilet dan ruang tunggu yang representatif.
Kadis Perhubungan Karangasem yang juga Sekretaris Badan Pengelola Dermaga Rakyat Desa Padangbai Ida Bagus Putu Suastika mengakui, retribusinya naik menjadi Rp 100.000. “Kenaikan retribusi itu untuk kesejahteraan masyarakat Desa Padangbai dan Karangasem pada umumnya,” ujar IB Suastika.
Setelah menuai keluhan, tarif retribusi akhirnya turun, dari Rp 100.000 menjadi Rp 60.000 per wisatawan. Tarif baru itu secara resmi berlaku mulai Sabtu (8/7). *k16
Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri mengakui mendapat instruksi dari Pemprov Bali, sehingga Badan Pengelola Kawasan Padangbai tidak melakukan pungutan retribusi sejak Jumat (21/7). Menurutnya, sejak awal berupaya taat aturan agar pengoperasian Badan Pengelola Kawasan Padangbai memiliki landasan hukum. Prosesnya diawali dengan memohon aset Dermaga Rakyat Padangbai ke Pemerintah Provinsi Bali. Setelah dikabulkan, kemudian membentuk badan pengelola kerjasama dengan Desa Pakraman Padangbai, disusul membentuk badan pengelola, dilanjutkan terbitnya Perbup No 21 Tahun 2017 dan SK Bupati Karangasem No 430/HK/2017 tentang Penetapan Susunan Organisasi Badan Pengelola Kawasan Padangbai.
Pengelolaannya dilaunching pada Kamis (22/6) tetapi resmi dioperasikan pada Sabtu (8/7). “Ya ada instruksi dari Pemprov Bali, kita mesti patuhi sambil merevisi perda,” ujar Bupati Mas Sumatri kepada NusaBali di kediamannya, Jalan Jeruk Amlapura, Minggu (23/7).
Di bagian lain, Manajer Operasional Badan Pengelola Kawasan Padangbai I Ketut Sumertanaya mengakui, sejak Jumat (21/7), tidak lagi memungut retribusi kepada wisatawan. Menurutnya, setiap wisatawan yang akan menyeberang melalui Dermaga Rakyat Padangbai dikenai retribusi Rp 60.000. Rinciannya, retribusi Rp 50.000 dan souvenir Rp 10.000. Rata-rata retribusi terkumpul hingga Rp 90 juta per hari.
Dampak dari dihentikan pengoperasian Badan Pengelola Kawasan Padangbai, cukup kompleks. Sebab lembaga yang dipimpinnya bukan saja memungut retribusi, juga menata parkir, mengurus sampah, dan aktivitasnya lainnya di wilayah Objek Wisata Padangbai.
“Lihat sendiri sampah-sampah itu, sekarang tidak ada yang mengurus. Selama ini Badan Pengelola Kawasan Padangbai yang mengangkut sampah-sampah itu,” kata Sumertanaya.
Begitu juga parkir di Terminal Pura Dang Kahyangan Silayukti, jadi semrawut. Plt Manajer BPK Padangbai I Made Nesa juga mengakui hal itu. “Penghentian sementara berdampak semangat kerja jadi menurun,” kata Made Nesa.
Mengenai retribusi di Dermaga Rakyat Padangbai, sebelumnya diberitakan, pelaku pariwisata dari Desa Padangbai, Kecamatan Manggis, Karangasem, menyampaikan aspirasinya ke DPRD setempat terkait terbentuknya Badan Pengelola Dermaga Rakyat Desa Padangbai, yang menaikkan tarif retribusi. Dikhawatiri, naiknya retribusi dari Rp 10.000 menjadi Rp 100.000, kapal-kapal cepat pengangkut wisatawan dari Dermaga Rakyat Desa Padangbai menuju Gili Terawangan, Kabupaten Lombok Utara, NTB, enggan datang.
Kekhawatiran itu disampaikan sejumlah perwakilan pelaku pariwisata yang diterima Ketua DPRD Karangasem I Nengah Sumardi didampingi Ketua Komisi I I Gede Bendesa Mulyawan, Ketua Komisi IV I Nyoman Musna Antara, dan sejumlah anggota di Ruang Rapat DPRD Karangasem, Jalan Ngurah Rai Amlapura, Rabu (21/6).
Pelaku pariwisata tersebut kebanyakan adalah pemilik kapal wisata. I Made Wijaya, pengusaha kapal, memaparkan persoalan menyangkut dibentuknya Badan Pengelola Dermaga Rakyat Desa Padangbai. Menurutnya, selain pengoperasiannya tanpa sosialisasi, juga terjadi lonjakan retribusi dari Rp 10.000 menjadi Rp 100.000 per wisatawan yang hendak menyeberang.
Padahal naiknya retribusi itu belum diimbangi dengan peningatan fasilitas umum, semisal toilet dan ruang tunggu yang representatif.
Kadis Perhubungan Karangasem yang juga Sekretaris Badan Pengelola Dermaga Rakyat Desa Padangbai Ida Bagus Putu Suastika mengakui, retribusinya naik menjadi Rp 100.000. “Kenaikan retribusi itu untuk kesejahteraan masyarakat Desa Padangbai dan Karangasem pada umumnya,” ujar IB Suastika.
Setelah menuai keluhan, tarif retribusi akhirnya turun, dari Rp 100.000 menjadi Rp 60.000 per wisatawan. Tarif baru itu secara resmi berlaku mulai Sabtu (8/7). *k16
Komentar