Mencemaskan, Alih Fungsi Lahan di Buleleng
Pemkab Buleleng kini perlu membuat komitmen bersama dalam menekan alih fungsi lahan, terutama lahan basah menjadi lahan permukiman.
Diperlukan Zonasi Pertanian Pangan Berkelanjutan
SINGARAJA, NusaBali
Langkah ini juga dianggap strategis menjaga ketahanan pangan di Buleleng. Alih fungsi lahan pertanian di Buleleng cukup tinggi tiap tahun. Data pada Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng mencatat, dalam kurun waktu dua tahun terkahir 2014-2016, alih fungsi lahan mencapai 130 hektare. Hingga tahun 2016, total lahan yang telah beralih fungsi tercatat mencapai 10.780 hektare lahan sawah dan 37.056 hektare lahan tegalan. Ada yang menjadi perumahan ada pula yang beralih komoditi, dari persawahan menjadi tegalan. Namun belakangan alih fungsi itu didominasi menjadi kawasan permukiman.
Ketua Komisi II DPRD Buleleng, Putu Mangku Budiasa Minggu (23/7) mengungkapkan, pemerintah perlu membuat komitmen bersama dengan petani dalam menekan laju alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan atau lahan permukiman. Karena selama ini, petani terpaksa menjual lahannya kepada pengembang dengan alasan perlu uang, di samping biaya produksi tidak sebanding dengan hasil pengolahan lahan. “Di sini perlu duduk bersama, pemerintah dan petani, harus berani membuat komitmen bersama,” kata politisi PDIP asal Desa Selat, Kecamatan Sukasada ini.
Menurut Mangku Budiasa, pemerintah harus menetapkan dulu kawasan pertanian pangan di wilayah Buleleng. Kawasan pertanian ini minimal memiliki air irigasi hingga dua kali panen setahun. Nantinya kawasan pertanian itu dapat ditetapkan sebagai zonasi pertanian pangan berkelanjutan. “Dari sini kemudian dibuatkan perda, bahwa di zonasi tersebut dilarang ada pembangunan permukiman. Sebagai imbal baliknya, petani setempat harus dibebaskan dari pajak, bahkan bila perlu mereka diberikan insentif,” kata Budiasa.
Masih kata Mangku Budiasa, pelarangan tersebut bisa dilakukan oleh pemerintah dengan tidak menerbitkan izin pembangunan apapun di atas lahan pertanian pangan berkelanjutan. Langkah ini juga bisa menjaga ketahanan pangan di Buleleng, karena hasil panen di lahan pertanian pangan berkelanjutan itu sudah dapat diukur antara kebutuhan dan produksi.
Di samping itu, zona kawasan pertanian pangan berkelanjutan itu bisa dijadikan kalender pariwisata pertanian, seperti musim petani mengolah dan tanam padi bisa dijadikan daya tarik wisata. “Di sini juga perlu komitmen yang kuat dari pemeritah, kalau ada permohonan izin pembangunan di atas lahan pertanian pangan berkelanjutan, pemerintah harus berani menolaknya. Saya rasa, langkah itu juga dapat menjaga ketahanan pangan kita di Buleleng, karena selama ini, kita sering memasok beras misalnya dari luar Bali,” tandasnya.
Sementara, Kepala Dinas Pertanian Buleleng, Nyoman Swatantra mengatakan alih fungsi lahan pertanian tidak dapat dihindari karena lahan yang dijual merupakan hak milik warga.Swatantra mengaku, pihaknya terus mecari terobosan mempertahankan lahan pertanian yang ada di Buleleng, seperti memberikan stimulan kepada petani melalui bantuan bibit, bantuan pupuk, bantuan alat pertanian, termasuk perbaikan saluran irigasi dalam rangka meningkatkan produksi. Dengan peningkatan produksi itu, petani diharapkan tidak menjual lahan hak miliknya.
Swatantara juga menyebutkan, pihaknya setuju memeberikan insentif kepada petani yang masih mempertahankan lahan pertaniannya melalui bebas pajak. Hal tersebut pun saat ini masih dikoordinasikan kepada Bupati Buleleng untuk memberikan kebijakan tersebut. Apalagi saat ini Dinas Pertanian sudah mengantongi data lahan pertanian yang masih produktif. *k19
1
Komentar