Masyarakat Makin Gemar Gunakan Kau
Masyarakat di Bali makin menggemari penggunaan kau (tempat makanan terbuat dari tempung kelapa) untuk tempat makanan.
TABANAN, NusaBali
Pengrajin kau pun kebanjiran pesanan. Sayangnya, seiring tingginya permintaan, pengrajin justru terkendala bahan baku. Pemesanan kau lebih banyak dari pengusaha restoran atau rumah makan.
Salah seorang pengrajin kau, I Putu Partayasa, 35, mengaku kesulitan penuhi permintaan pelanggan. Krama Banjar Dukuh, Desa/Kecamatan Penebel, Tabanan ini paling maksimal dalam sehari bisa buat 5 kau. “Permintaan cukup tinggi, tapi saya kesulitan mendapatkan bahan baku,” ungkapnya, Minggu (23/7). Dikatakan, tidak semua tempurung kelapa bisa dijadikan kau sebab bentuknya beda-beda.
Partayasa menceritakan, pemesan kau tak hanya dari Tabanan, ada pula dari Badung dan Gianyar. Selain kalangan pribadi, kebanyakan pemilik restoran. Tempurung kelapa yang dijadikan kau itu merupakan ‘sampah’ setelah isinya dicari untuk minyak. “Daripada dibuang, saya manfaatkan untuk kau,” terangnya. Ada dua jenis kau yang ia buat yakni polos dan berisi hiasan. Ukuran kau yang dibuat disesuaikan untuk tempat nasi dan tempat kuah.
Kau ukuran sedang sebagai pengganti piring dijual seharga Rp 15 ribu per buah. Sementara kau ukuran kecil untuk tempat kuah dan sayur dijual Rp 10 ribu per buah. Membuat kau, gampang-gampang susah terutama saat membelah kelapa yang kulitnya sudah dikupas. Jika tidak hati-hati, tempurung kelapa bisa pecah. Ia memecah kelapa menjadi dua bagian dengan mesin. Setelah terpotong, isi kelapa dikeluarkan menggunakan pisau khusus. “Saya kerjakan setelah pulang dari sawah. Kalau ada bahan, sehari bisa hasilkan lima kau,” tutur ayah dua anak ini.
Selain membuat kau, Partayasa juga nanusin atau membuat minyak kelapa secara tradisional. Pemasaran minyak buatannya tak hanya tembus Tabanan, Badung dan Gianyar, juga masuk Jakarta. Selain mengantar langsung ke pelanggan, ada pula yang datang ke rumahnya untuk beli lengis tanusan (minyak kelapa diolah secara tradisional). Minyak yang sudah dimasukkan ke dalam botol ukuran air mineral 1.500 mililiter dijual Rp 45 ribu.
Dari usaha lengis tanusan ini, Partayasa mengaku mendapat untung rata-rata Rp 3 juta per bulan. Sementara dari sisa tempurung kelapa yang diolah menjadi kau bisa dapatkan untung Rp 300 ribu per bulan. “Saya mengawali dengan buat lengis tanusan. Tempurung kelapanya saya tidak buang, melainkan jadikan kau untuk dijual,” ungkapnya. Ia mensyukuri masih banyak masyarakat mengkonsumsi minyak kelapa tradisional dan gunakan kau untuk makan dan tempat kuah. *d
Komentar