Desa Jasri Tanpa Perayaan Kuningan
Desa Subagan Tak Rayakan Galungan
AMLAPURA, NusaBali - Desa Adat Subagan, Kelurahan Subagan, Kecamatan Karangasem, Karangasem, akan menggelar upacara Ngempet Ron Busung (daun aren dan janur) atau dilarang menggunakan sarana kedua jenis upakara itu, sejak Redite Paing Dunggulan, Minggu (25/2) - Sukra Wage Kuningan, Jumat (8/3). Maka, krama pun tidak akan merayakan Galungan, Buda Kliwon Dungulan, Rabu (28/2).
Kali ini krama di Desa Adat Subagan tidak merayakan Galungan meskipun Galungan merupakan puncak perayaan kemenangan Dharma melawan adharma.
Bendesa Adat Subagan I Nyoman Rai memaparkan, selama berlaku ngempet ron dan busung itu, Ida Bhatara di Pura Dalem tengah mayoga. Oleh karena itu krama tidak boleh menyuguhkan persembahan upakara berbahan ron dan busung, termasuk persembahan apa pun bentuknya. Jika bersembahyang hanya menggunakan sarana dupa pun tidak boleh. "Kalau hanya berdoa tanpa sarana, boleh-boleh saja. Tetapi berdoa menggunakan sarana persembahyangan tidak bisa, itu telah menjadi tradisi di Desa Adat Subagan," kata I Nyoman Rai kepada NusaBali di Amlapura, Sabtu (3/2).
Ngempet ron dan busung, katanya, merupakan rangkaian upacara Tawur Kesanga puncaknya pada Redite Umanis Langkir, Minggu (10/3). Sebelum ngempet ron dan busung ada rangkaian upacara Tawur Kawulu di catus pata, Sukra Umanis Warigadean, Jumat (9/2), berlaku larangan menyembelih kurban, selama Sukra Paing Gumbreg, Jumat (26/1) hingga Sukra Umanis Warigadean, Jumat (9/2).
Desa Adat Subagan mewilayahi 22 banjar adat dan 2 banjar suka duka, setiap krama yang tinggal di wilayah Desa Adat Subagan wajib menaati ketentuan itu, baik warga yang madesa adat maupun pendatang. "Jadi krama Desa Adat Subagan, kali ini tidak merayakan hari kemenangan dharma," tambahnya.
I Nyoman Rai menyebutkan, upacara ngempet ron dan busung itu berlangsung secara turun temurun, setiap tahun, menjelang upacara tawur Kasanga. Kali ini mengingat ngempet ron busung bersamaan dengan Galungan sehingga krama tidak merayakan upacara itu.
Larangan lain, katanya, selama 26 Janauri - 9 Februari, tidak boleh menggelar upacara Pitra Yadnya. Karena di sana ada larangan tidak boleh menyembelih kurban atau tidak boleh menggelar upacara yang sarananya berupa darah kurban.
Rangkaian upacaranya yang telah dan akan berlangsung melakukan persembahyangan di catus pata Buda Paing Wariga, Rabu (31/1), ngerampag atau mengambil hasil bumi untuk keperluan upakara di wawidangan Desa Adat Subagan, Redite Umanis Warigadean, Minggu (4/2), membuat simbol memedi terbuat dari daun aba ditoreh gunakan kapur, bergambar wongwongan di dalamnya berisi daun bambu dan daun pulet, serta pucuk pandan, daun terong dan daun suksukan goak, Anggara Pon Warigadean, Selasa (6/2).
Kelian Sapta Banjar Adat Desa Adat Subagan I Gusti Nyoman Darsana membenarkan larangan itu setiap tahun. "Kali ini ngempet ron busung itu dilaksanakan setelah Purnama Kasanga, Saniscara Umanis Sungsang, Sabtu (24/2)," jelas mantan Camat Abang, tersebut.
Di bagian lain, Bendesa Adat Jasri, Kelurahan Subagan, Kecamatan Karangasem I Ketut Sanur juga memberlakukan ngempet ron dan busung, hanya saja berlaku 3 hari, Wraspati Pon Kuningan, Kamis (7/3) hingga Saniscara Kliwon Kuningan, Sabtu (9/3), sehingga krama Desa Adat Jasri tidak merayakan Kuningan.
Ngempet itu, kata dia, juga serangkaian Usaba Dalem, puncaknya pada Redite Umanis Langkir, Minggu (10/3). "Karena berlaku larangan menggunakan sarana ron dan busung bertepatan hari Kuningan, maka krama Desa Adat Jasri tidak merayakan Kuningan," jelas I Ketut Sanur, Bendesa Adat Jasri dari Banjar Adat Dewa Mas.
Desa Adat Jasri yang mewilayahi 7 banjar adat, yakni: Banjar Werdi Guna, Banjar Sampyang, Banjar Dewa Mas, Banjar Ramya Sabha, Banjar Kutuh, Banjar Semadi, dan Banjar Galiran Kaler.
Ketua PHDI Karangasem Dr Ni Nengah Rustini mendukung adat dan budaya di Desa Adat Subagan dan Desa Adat Jasri, yang telah diatur dalam awig-awig.
Dia menyarankan, walau tidak merayakan Galungan dengan persembahan upakara, bisa saja dengan cara berdoa. "Berdoa tanpa persembahan upakara juga bisa, tetapi persembahannya dalam bentuk puja," katanya.7k16
Bendesa Adat Subagan I Nyoman Rai memaparkan, selama berlaku ngempet ron dan busung itu, Ida Bhatara di Pura Dalem tengah mayoga. Oleh karena itu krama tidak boleh menyuguhkan persembahan upakara berbahan ron dan busung, termasuk persembahan apa pun bentuknya. Jika bersembahyang hanya menggunakan sarana dupa pun tidak boleh. "Kalau hanya berdoa tanpa sarana, boleh-boleh saja. Tetapi berdoa menggunakan sarana persembahyangan tidak bisa, itu telah menjadi tradisi di Desa Adat Subagan," kata I Nyoman Rai kepada NusaBali di Amlapura, Sabtu (3/2).
Ngempet ron dan busung, katanya, merupakan rangkaian upacara Tawur Kesanga puncaknya pada Redite Umanis Langkir, Minggu (10/3). Sebelum ngempet ron dan busung ada rangkaian upacara Tawur Kawulu di catus pata, Sukra Umanis Warigadean, Jumat (9/2), berlaku larangan menyembelih kurban, selama Sukra Paing Gumbreg, Jumat (26/1) hingga Sukra Umanis Warigadean, Jumat (9/2).
Desa Adat Subagan mewilayahi 22 banjar adat dan 2 banjar suka duka, setiap krama yang tinggal di wilayah Desa Adat Subagan wajib menaati ketentuan itu, baik warga yang madesa adat maupun pendatang. "Jadi krama Desa Adat Subagan, kali ini tidak merayakan hari kemenangan dharma," tambahnya.
I Nyoman Rai menyebutkan, upacara ngempet ron dan busung itu berlangsung secara turun temurun, setiap tahun, menjelang upacara tawur Kasanga. Kali ini mengingat ngempet ron busung bersamaan dengan Galungan sehingga krama tidak merayakan upacara itu.
Larangan lain, katanya, selama 26 Janauri - 9 Februari, tidak boleh menggelar upacara Pitra Yadnya. Karena di sana ada larangan tidak boleh menyembelih kurban atau tidak boleh menggelar upacara yang sarananya berupa darah kurban.
Rangkaian upacaranya yang telah dan akan berlangsung melakukan persembahyangan di catus pata Buda Paing Wariga, Rabu (31/1), ngerampag atau mengambil hasil bumi untuk keperluan upakara di wawidangan Desa Adat Subagan, Redite Umanis Warigadean, Minggu (4/2), membuat simbol memedi terbuat dari daun aba ditoreh gunakan kapur, bergambar wongwongan di dalamnya berisi daun bambu dan daun pulet, serta pucuk pandan, daun terong dan daun suksukan goak, Anggara Pon Warigadean, Selasa (6/2).
Kelian Sapta Banjar Adat Desa Adat Subagan I Gusti Nyoman Darsana membenarkan larangan itu setiap tahun. "Kali ini ngempet ron busung itu dilaksanakan setelah Purnama Kasanga, Saniscara Umanis Sungsang, Sabtu (24/2)," jelas mantan Camat Abang, tersebut.
Di bagian lain, Bendesa Adat Jasri, Kelurahan Subagan, Kecamatan Karangasem I Ketut Sanur juga memberlakukan ngempet ron dan busung, hanya saja berlaku 3 hari, Wraspati Pon Kuningan, Kamis (7/3) hingga Saniscara Kliwon Kuningan, Sabtu (9/3), sehingga krama Desa Adat Jasri tidak merayakan Kuningan.
Ngempet itu, kata dia, juga serangkaian Usaba Dalem, puncaknya pada Redite Umanis Langkir, Minggu (10/3). "Karena berlaku larangan menggunakan sarana ron dan busung bertepatan hari Kuningan, maka krama Desa Adat Jasri tidak merayakan Kuningan," jelas I Ketut Sanur, Bendesa Adat Jasri dari Banjar Adat Dewa Mas.
Desa Adat Jasri yang mewilayahi 7 banjar adat, yakni: Banjar Werdi Guna, Banjar Sampyang, Banjar Dewa Mas, Banjar Ramya Sabha, Banjar Kutuh, Banjar Semadi, dan Banjar Galiran Kaler.
Ketua PHDI Karangasem Dr Ni Nengah Rustini mendukung adat dan budaya di Desa Adat Subagan dan Desa Adat Jasri, yang telah diatur dalam awig-awig.
Dia menyarankan, walau tidak merayakan Galungan dengan persembahan upakara, bisa saja dengan cara berdoa. "Berdoa tanpa persembahan upakara juga bisa, tetapi persembahannya dalam bentuk puja," katanya.7k16
Komentar