Andil Kebijakan Nasional terhadap Kesenjangan di Bali
DENPASAR, NusaBali.com - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Bali menyadari adanya ketimpangan antarwilayah. Namun, situasi ini tidak semata-mata disebabkan oleh pusat pariwisata yang hanya berkembang dan gemerlap di Bali selatan.
Bappeda mencatat sektor tersier yakni pariwisata berkontribusi sebesar 68,33 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali. Disusul sektor sekunder seperti Industri Kecil dan Menengah (IKM) sebesar 15,99 persen dan sektor primer yakni pertanian sebesar 15,68 persen.
Hal ini dinilai bukan proporsi ideal dan solid apabila sektor tersier kembali terpukul seperti pada periode pandemi Covid-19. Menyebabkan perekonomian Bali rapuh lantaran sektor primer dan sekundernya tidak cukup kuat.
Di samping itu, proporsi perekonomian Bali ini juga menunjukkan ketimpangan antarwilayah. Di mana, wilayah dengan sektor pariwisata lebih banyak menikmati kue perekonomian Pulau Dewata dibadingkan wilayah non pariwisata.
Kata Kepala Bappeda Provinsi Bali I Wayan Wiasthana Ika Putra, ketimpangan pembangunan antarwilayah ini ada andil dari kebijakan nasional. Di mana, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Metropolitan Denpasar adalah kawasan strategis nasional.
"Kita tahu wilayah selatan yang disebut di RPJMN itu Metropolitan Denpasar meliputi Kota Denpasar, sebagian Badung, Gianyar sisi barat, dan Tabanan sisi timur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional adalah pusat kegiatan nasional sekaligus kawasan strategis nasional," ujar Ika Putra.
Hal ini diutarakan Ika Putra dalam acara sarasehan serangkaian peluncuran Pusat Investasi Kerthi Bali Sadhana (PIKBS) di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Niti Mandala, Denpasar pada Rabu (7/2/2024).
Sebagai kawasan strategis nasional, Metropolitan Denpasar menjadi pusat perhelatan kegiatan strategis negara dan internasional. Hal ini berdampak pada kebutuhan infrastruktur yang wajib ada di kawasan ini untuk menunjang hajatan negara.
Oleh karena itu, akomodasi kelas dunia dan fasilitas penting lainnya banyak dibangun di Bali selatan. Kebijakan nasional ini secara tidak langsung dinilai menciptakan ketimpangan pembangunan wilayah di Pulau Dewata.
"Nah ini yang kami sebut ketimpangan antarwilayah itu justru secara struktural disebabkan oleh kondisi aturan nasional," imbuh Ika Putra.
Merespons situasi ini, Pemerintah Provinsi Bali, kata Kepala Bappeda, melakukan penguatan infrastruktur pendukung sektor primer dan sekunder tanpa melemahkan sektor tersier yang selama ini dominan. Sektor pertanian dalam arti luas dan ekonomi kerakyatan bakal diberikan perhatian lebih.
Kata Ika Putra, Bali akan tetap dengan branding-nya sebagai daerah pariwisata. Namun, di saat yang sama bakal menumbuhkan pusat-pusat ekonomi baru sesuai potensi daerah di mana pusat ekonomi itu dikembangkan seperti potensi pertanian dan IKM.
"Bukan berarti angka sektor primer dan sekunder nanti harus melewati sektor pariwisata. Paling tidak kalau pariwisata terpukul lagi maka sektor yang lain masih kuat menopang sendi-sendi ekonomi Bali," tutur Ika Putra. *rat
Hal ini dinilai bukan proporsi ideal dan solid apabila sektor tersier kembali terpukul seperti pada periode pandemi Covid-19. Menyebabkan perekonomian Bali rapuh lantaran sektor primer dan sekundernya tidak cukup kuat.
Di samping itu, proporsi perekonomian Bali ini juga menunjukkan ketimpangan antarwilayah. Di mana, wilayah dengan sektor pariwisata lebih banyak menikmati kue perekonomian Pulau Dewata dibadingkan wilayah non pariwisata.
Kata Kepala Bappeda Provinsi Bali I Wayan Wiasthana Ika Putra, ketimpangan pembangunan antarwilayah ini ada andil dari kebijakan nasional. Di mana, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Metropolitan Denpasar adalah kawasan strategis nasional.
"Kita tahu wilayah selatan yang disebut di RPJMN itu Metropolitan Denpasar meliputi Kota Denpasar, sebagian Badung, Gianyar sisi barat, dan Tabanan sisi timur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional adalah pusat kegiatan nasional sekaligus kawasan strategis nasional," ujar Ika Putra.
Hal ini diutarakan Ika Putra dalam acara sarasehan serangkaian peluncuran Pusat Investasi Kerthi Bali Sadhana (PIKBS) di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Niti Mandala, Denpasar pada Rabu (7/2/2024).
Sebagai kawasan strategis nasional, Metropolitan Denpasar menjadi pusat perhelatan kegiatan strategis negara dan internasional. Hal ini berdampak pada kebutuhan infrastruktur yang wajib ada di kawasan ini untuk menunjang hajatan negara.
Oleh karena itu, akomodasi kelas dunia dan fasilitas penting lainnya banyak dibangun di Bali selatan. Kebijakan nasional ini secara tidak langsung dinilai menciptakan ketimpangan pembangunan wilayah di Pulau Dewata.
"Nah ini yang kami sebut ketimpangan antarwilayah itu justru secara struktural disebabkan oleh kondisi aturan nasional," imbuh Ika Putra.
Merespons situasi ini, Pemerintah Provinsi Bali, kata Kepala Bappeda, melakukan penguatan infrastruktur pendukung sektor primer dan sekunder tanpa melemahkan sektor tersier yang selama ini dominan. Sektor pertanian dalam arti luas dan ekonomi kerakyatan bakal diberikan perhatian lebih.
Kata Ika Putra, Bali akan tetap dengan branding-nya sebagai daerah pariwisata. Namun, di saat yang sama bakal menumbuhkan pusat-pusat ekonomi baru sesuai potensi daerah di mana pusat ekonomi itu dikembangkan seperti potensi pertanian dan IKM.
"Bukan berarti angka sektor primer dan sekunder nanti harus melewati sektor pariwisata. Paling tidak kalau pariwisata terpukul lagi maka sektor yang lain masih kuat menopang sendi-sendi ekonomi Bali," tutur Ika Putra. *rat
Komentar