Prof Antara Divonis Bebas
Semalam Langsung Keluar dari Lapas Kerobokan
Mantan Rektor Unud
Prof I Nyoman Gde Antara
Pengadilan Tipikor
Jaksa Penuntut Umum (JPU)
Nengah Astawa
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nengah Astawa langsung menyatakan kasasi atas vonis bebas Prof Antara di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar.
DENPASAR, NusaBali
Isak tangis keluarga dan kerabat pecah usai hakim Pengadilan Tindak Pidana Koruptor (Tipikor) Denpasar menjatuhkan vonis bebas kepada mantan Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof Dr Ir I Nyoman Gde Antara MEng IPU,59, dari seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) penerimaan mahasiswa baru Unud seleksi jalur mandiri tahun akademik 2018-2022. Pasca vonis bebas, Prof Antara, semalam langsung dibebaskan dari tahanannya di Lapas Kerobokan, Kuta Utara, Badung.
Dalam putusan yang dibacakan majelis hakim pimpinan Agus Akhyudi di Pengadilan Tipikor Denpasar pada, Kamis (22/2) juga memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan dan memulihkan hak-hak terdakwa dalam kedudukan harkat dan martabatnya. “Menyatakan terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana dalam dakwaan ke satu primair, subsidair, dakwaan kedua, dakwaan ketiga,” tegas hakim dalam putusannya.
Usai sidang, Prof Antara yang sudah ditahan sejak 9 Oktober 2023 lalu langsung menyatakan rasa syukur dan mengutarakan niatnya untuk kembali mengabdi di Universitas Udayana dan meneruskan tugasnya sebagai guru besar dan dosen di kampus tersebut. "Mohon doa restu, mudah-mudahan kami bisa kembali ke Universitas Udayana, membangun Universitas Udayana, mendidik adik-adik mahasiswa sebagaimana yang kami harapkan bersama," kata Prof Antara yang sebelumnya dituntut hukuman 6 tahun penjara.
Prof Antara mengaku tidak pernah melakukan tindak pidana sebagaimana terungkap dalam fakta persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar. "Kami (saya) menyampaikan terima kasih kepada majelis hakim yang melakukan tugasnya luar biasa. Sesuai dengan fakta persidangan, saya tak terbukti bersalah dari pasal-pasal yang didakwakan kepada saya," ujar Prof Antara.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nengah Astawa langsung menyatakan kasasi di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar. "Kami dari penuntut umum menyatakan akan mengajukan kasasi," kata JPU Nengah Astawa.
Foto: Prof Antara disambut oleh tim kuasa hukumnya usai vonis bebas. -YUDA
Permohonan kasasi tersebut diajukan karena JPU belum dapat menerima putusan hakim yang memvonis bebas mantan Rektor Universitas Udayana itu dari semua dakwaan dan tuntutan jaksa. Permohonan kasasi tersebut, lanjut Astawa, akan diajukan langsung setelah putusan Pengadilan Tipikor Denpasar memperoleh kekuatan hukum tetap sambil menunggu semua berkas sudah siap.
Sementara itu, majelis hakim dalam putusannya menyatakan tidak sependapat dengan tuntutan JPU sebelumnya yang menjerat Prof Antara dengan Pasal 12 huruf e UU Tipikor, yaitu terbukti melakukan perbuatan secara melawan hukum memaksa seseorang untuk membayar sejumlah uang. “Bahwa tidak terbukti adanya perbuatan terdakwa secara sengaja dan melawan hukum melakukan pemaksaan kepada mahasiswa yang mendaftar di jalur mandiri,” lanjut hakim yang juga Wakil Ketua PN Denpasar ini.
Bahwa terhadap adanya fakta mahasiswa yang membayar SPI di program studi yang tidak seharusnya dipungut SPI menurut SK Rektor, majelis hakim berpendapat oleh karena semua uang SPI yang dipungut tersebut masuk ke rekening resmi Unud dan masih tersimpan sampai sekarang di rekening resmi Unud, maka pungutan tersebut bersifat kesalahan administrasi. “Untuk itu Unud dapat melakukan mekanisme pengembalian kepada mereka yang seharusnya tidak dipungut tersebut,” lanjut hakim.
“Bahwa dalam perkara ini tidak ada satupun bukti bahwa terdakwa menerima sejumlah uang atau menikmati uang dari proses penerimaan mahasiswa baru ini. Padahal fakta itu yang menjadi karakteristik khusus suatu tindak pidana korupsi. Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas majelis hakim berpendapat tidak ada unsur-unsur dakwaan JPU yang terbukti dalam perbuatan terdakwa,” jelas hakim Agus Akhyudi.
Tak hanya Prof Antara, tiga pejabat Unud lainnya yang terseret dalam pusaran kasus korupsi SPI juga dibebaskan majelis hakim. Ketiga terdakwa masing-masing terdakwa Nyoman Putra Sastra,51, yang merupakan dosen dan panitia penerimaan mahasiswa baru Unud tahun akademik 2018/2019 hingga 2022/2023 serta dua terdakwa lainnya yang merupakan PNS (Pegawai Negeri Sipil) di Unud, yaitu I Ketut Budiartawan,45, dan I Made Yusnantara,51, (berkas terpisah) dinyatakan tak terbukti melakukan tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan JPU.
Meskipun majelis hakim memvonis bebas mantan rektor asal Gulingan, Mengwi, Badung ini dari dugaan tindak pidana korupsi di Pengadilan Tipikor Denpasar, namun hakim memberikan catatan penting untuk Unud.
Anggota majelis hakim Gede Putra Astawa mengatakan hakim melihat proses penerimaan mahasiswa baru seleksi jalur mandiri di Universitas Udayana tidak dilakukan dengan baik, mulai dari penyusunan kalender akademik dan penyiapan dokumen administrasi yang tidak sinkron, antara yang diumumkan dengan yang dibuat dalam SK Rektor. Bahkan sampai ada SK Rektor yang dibuat setelah penerimaan mahasiswa baru dilaksanakan.
Foto: Prof Antara (baju hitam, 4 dari kanan) berfoto di depan Lapas Kerobokan bersama keluarga dan tim penasihat hukum, Kamis (22/2) malam. -IST
Hakim menilai, buruknya koordinasi dalam proses penerimaan mahasiswa Universitas Udayana terlihat seperti tidak semua panitia penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri menerima dan mengetahui adanya SK SPI sebagaimana ditunjukkan dalam fakta persidangan. Bahkan, ketua panitia pun tidak mendapatkan SK SPI mulai tahun 2018 sampai dengan tahun 2022. Pihak Unud pun diminta untuk menyikapi sejumlah uang yang masuk dalam dana SPI termasuk pengelolaan dana SPI dari mahasiswa yang tidak sesuai dengan Surat Keputusan Rektor.
"Bahwa terhadap SPI yang telah dipungut pada mahasiswa/mahasiswi, namun tidak termuat dalam SK Rektor, harus diambil sikap oleh Universitas Udayana, mengingat uang tersebut masih ada dalam rekening kas Universitas Udayana," kata Astawa. Dalam jangkauan yang lebih luas, Majelis Hakim saat mengadili perkara mantan rektor Universitas Udayana I Nyoman Gde Antara memberi catatan pada kementerian untuk menyelaraskan dasar hukum pengenaan uang pangkal atau SPI. "Perlu ada penyamaan persepsi antara Kementerian Pendidikan dengan kementerian terkait khusunya Kementerian Keuangan mengenai pengaturan dasar hukum pungutan SPI yang harus diatur dengan jelas, sehingga pungutan yang dilakukan oleh PTN yang menerima mahasiswa/mahasiswi dari jalur mandiri memiliki kesamaan/ keseragaman di seluruh PTN," kata jubir PN Denpasar ini.
Terdakwa Nyoman Gde Antara dinilai JPU telah melakukan pengenaan atau pungutan SPI dalam kapasitasnya sebagai Ketua Tim Penerimaan Mahasiswa Seleksi Jalur Mandiri tahun akademik 2018/2019, 2019/2020 dan 2020/2021 serta dalam kapasitasnya selaku Rektor Unud tahun akademik 2022-2023.
Adapun jumlah pungutan SPI secara keseluruhan sebesar Rp274.570.092.691 termasuk di dalamnya 347 calon mahasiswa baru yang memilih program studi yang tidak masuk dalam Keputusan Rektor Universitas Udayana dengan nilai total pungutan Rp4.002.452.100.
Dikonfirmasi NusaBali, Kamis malam salah satu penasihat hukum Prof Antara, Erwin Siregar mengatakan Prof Antara baru bisa dikeluarkan dari Lapas Kelas IIA, Kerobokan, Kuta Utara, Badung, Kamis malam sekitar pukul 22.00 Wita. Selanjutnya tim yang menjemput, yaitu Gede Pasek Suardika, Agus Saputra dan Kariadi langsung menuju ke Pantai Mertasari, Sanur, Denpasar. "Rencananya Prof Antara langsung malukat di Pantai Mertasari, Sanur," ungkap Erwin Siregar. Ditambahkan, dari awal dirinya sudah yakin Prof Antara tidak bersalah. Apalagi sejak kasus ini bergulir tidak ada ditemukan kerugian negara. Hal ini juga dikuatkan oleh hasil auditor kejaksaan yang juga menyatakan tidak ada kerugian negara dalam kasus ini. "Jadi sudah terbukti dakwaan jaksa hancur total karena tidak ada yang terbukti," pungkas Erwin.
Sementara menanggapi vonis bebas mantan rektornya, pihak Unud menyambut baik putusan hakim terkait kasus yang sempat menjerat Prof Antara. Humas Unud, Ni Nyoman Dewi Pascarani mengatakan Unud mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah dengan teliti dan seksama mengikuti proses hukum yang berjalan.
“Selanjutnya kami akan tetap memantau dan mengikuti kasus ini sampai memiliki kekuatan hukum yang tetap atau incracht,” jelasnya. Hal ini mengingat pihak Jaksa Penuntut Umun (JPU) akan menempuh kasasi atas putusan hakim membebaskan Prof Antara. Sementara terkait peluang Prof Antara kembali maju sebagai calon Rektor Unud periode 2024-2029, Dewi Pascarani kembali menegaskan bahwa kemungkinan tersebut tergantung dari putusan incracht.
Dia menjelaskan, bahwa akibat kasus ini status Prof Antara dan tiga tersangka lainnya (dosen dan pegawai) ditahan dan diberhentikan sementara sebagai ASN. Prof Antara sendiri berharap dapat kembali ke Unud dan melanjutkan tugasnya sebagai pengajar setelah vonis bebas ini. “Apabila putusannya sudah incracht, saat itu akan diproses untuk kembali menjadi ASN dan dikembalikan segala hak dan kewajibannya sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujar Dewi Pascarani. 7 rez, a
Komentar