Penyajaan, TKI Jembrana di Jepang Diaben
TKI ini sebelumnya kerja di salah satu hotel di Badung, lanjut mengadu nasib ke Jepang setelah di-putus hubungan kerja (PHK).
NEGARA, NusaBali
Jenazah Ida Bagus Subali alias Gus Subali, 56, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Jembrana yang meninggal dunia di Jepang, 22 Januari 2024, akhirnya bisa dipulangkan, Rabu (21/2). Pengabenan almarhum akan digelar saat hari Penyajaan, Soma Pon Dungulan, Senin (26/2), atau dua hari sebelum Hari Raya Galungan, Buda Kliwon Dungulan, Rabu (28/2).
Dari informasi, jenazah Gus Subali yang diberangkatkan dari Bandara Narita, Jepang, tiba di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Badung, pada Rabu (21/2) sore sekitar pukul 17.45 Wita. Setelah pemberesan urusan di Cargo Internasional Ngurah Rai, jenazah almarhum langsung dibawa ke kampung halamannya, Banjar Anyar, Desa Batuagung, Kecamatan Jembrana, dan tiba di rumah duka pada sekitar pukul 20.45 Wita.
Istri dari almarhum Gus Subali, Ni Wayan Sulasmi, 50, saat ditemui di rumah duka, Kamis (22/2), mengatakan suaminya berangkat menjadi TKI ke Jepang pada awal tahun 2020 lalu. Suaminya yang TKI ini sebelumnya kerja di salah satu hotel di Badung, lanjut mengadu nasib ke Jepang setelah di-putus hubungan kerja (PHK) karena hotel tempatnya kerja bangkrut.
"Ada sekitar 20 tahun kerja di hotel. Tetapi karena tidak mungkin lagi kerja di hotel, terbentur usia, akhirnya pilih kerja ke Jepang. Berangkat ke Jepang, tepatnya tanggal 13 Januari 2020, beberapa bulan sebelum ada lock down karena Covid-19," kenang Sulasmi.
Sebelum berangkat kerja ke Jepang, Sulasmi mengaku, suaminya memang sudah ada riwayat penyakit diabetes. Namun suaminya yang merupakan sosok pekerja keras dan tanggungjawab dengan keluarganya, memberikan diri merantau ke Jepang demi menafkahi keluarga. Selain meninggalkan seorang istri, kepergian almarhum buat selamanya juga meninggalkan 3 orang putri yang masih menjadi tanggungan orang tua.
Putri almarhun yang pertama berusia 23 tahun, saat ini menempuh perkuliahan semester akhir program Strata Satu (S1) jurusan Antropologi di Universitas Udayana (Unud). Kemudian yang nomor dua berusia 19 tahun, masih kuliah semester II jurusan Sosiologi di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Sedangkan yang paling kecil masih berusia 7 tahun dan saat ini masih duduk di bangku kelas I sekolah dasar (SD).
"Meninggal karena sakit. Dari pemeriksaa pihak terkait di Jepang, dinyatakan meninggal karena radang paru-paru," ujar Sulasmi yang sehari-hari sebagai ibu rumah tangga (IRT) asal Banjar Pesalakan, Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Badung.
Selama suaminya berada di Jepang, Sulasmi mengaku selalu intens berkomunikasi. Setiap menelpon, suaminya selalu mengabarkan bahwa kondisinya baik-baik saja dan masih sehat. Dalam beberapa kesempatan, Sulasmi mengaku bahwa suaminya sempat menyatakan ingin segera pulang ke Bali karena alasan rindu dengan keluarga.
Namun keinginan untuk pulang itu pun terus ditunda karena suaminya diperkirakan masih memikirkan tanggungjawab sebagai tulang punggung keluarga. "Kalau ditanya kondisi, selalu bilang sehat. Kalau pun mengeluh, paling hanya bilang sakit pinggang karena di sana (di Jepang) kerja di kebun," kenang Sulasmi.
Disinggung mengenai domisili almarhum, Sulasmi menjelaskan, suaminya memiliki rumah di wilayah Sidakarya, Denpasar. Namun sejak menikah tahun 2000 lalu, almarhum tinggal di rumah keluarga istrinya di Tuban. Selama ini, almarhun pun aktif berinteraksi sosial di Tuban, di samping tercatat sebagai krama di Banjar Anyar, Desa Batuagung, Kecamatan Jembrana.
Sejumlah keluarga istrinya beserta krama dari Tuban pun sempat melayat saat jenazah almarhum baru tiba di Jembrana pada Rabu (21/2) malam. "Kalau KTP-nya beralamat di Denpasar, di Sidakarya. Tapi rumah di Sidakarya dikontrakan. Sedangkan tinggal ya di Tuban," ucap Sulasmi yang mengaku sempat membuka warung kecil-kecilan di Tuban, namun bangkrut karena terimbas pandemi Covid-19 pada tahun 2020 lalu.
Sulasmi mengaku, saat ini hanya bisa mengikhlaskan kepergian suaminya. Dirinya pun berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu pemulangan jenazah suaminya. Baik itu kepada keluarga, pemerintah, termasuk para krama Bali yang ada di Jepang. "Ya kita hanya bisa ikhlas. Syukur semeton bisa membantu sehingga jenazah bisa cukup cepat dipulangkan," ujarnya. 7ode
1
Komentar