Cuaca Buruk, Penyeberangan di Selat Bali Ditutup Sejam
Penutupan Ketiga Sejak Awal 2024
NEGARA, NusaBali - Penyeberangan lintas Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur – Gilimanuk, Jembrana, Bali, ditutup selama satu jam lebih pada Sabtu (24/2) sore.
Penutupan penyeberangan di Selat Bali itu dilakukan karena cuaca buruk berupa hujan disertai angin kencang. Penutupan ini untuk ketiga kalinya terhitung sejak Januari hingga 24 Februari 2024 akibat cuaca buruk.
Dari informasi, penutupan penyeberangan pada Sabtu sore kemarin diberlakukan mulai pukul 15.02 WIB atau pukul 16.02 Wita. Penutupan atau penundaan penyeberangan itu diberlakukan pihak otoritas Pelabuhan Ketapang dan Gilimanuk setelah menerima laporan gangguan cuaca dari para nakhoda yang tengah berlayar di tengah Selat Bali.
“Karena hujan deras dan angin kencang. Kecepatan angin sempat mencapai 33 knot. Karena membahayakan, ditunda sampai situasi kembali aman,” ujar Koordinator Satuan Pelaksana Badan Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Pelabuhan Gilimanuk I Made Ria Fran Dharma Yudha, Sabtu kemarin.
Yudha menjelaskan, gangguan hujan deras hanya sempat berlangsung sekitar 30 menit. Namun kecepatan angin masih cukup tinggi sehingga penyeberangan tetap ditunda hingga kecepatan angin kembali normal. Setelah menunggu sekitar satu jam, kecepatan angin kembali normal dan penyeberangan kembali dibuka. “Anginnya yang agak lama. Penyeberangan dilanjutkan sekitar pukul 17.10 Wita,” kata Yudha.
Saat penyeberangan ditutup, para pengguna jasa yang hendak menyeberang ditahan di pelabuhan. Namun saat penyeberangan ditutup selama sejam lebih pada sore kemarin, Yudha menyatakan situasi kendaraan masih cukup lengang. “Hanya sempat menumpuk di parkiran dermaga. Setelah penyeberangan kembali dibuka, kembali normal,” ucap Yudha.
Menurut Yudha, gangguan cuaca di tengah laut bisa terjadi sewaktu-waktu. Selama ini, pihaknya telah mewanti-wanti para nakhoda kapal selalu aktif melapor ke Local Port Service (LPS) ketika terjadi gangguan selama pelayaran. “Kami pantau para nakhoda juga aktif melapor. Jadi ketika ada gangguan, petugas di pelabuhan bisa segera menyikapi untuk ditunda dan mengarahkan ke tempat aman,” tutur Yudha.
Untuk diketahui, penutupan penyeberangan di Selat Bali pada Sore kemarin, tercatat menjadi yang ketiga kali sejak musim hujan yang berlangsung mulai awal 2024 ini. Pada Rabu (17/1) lalu, penyeberangan sempat ditutup selama 90 menit atau 1,5 jam karena angin kencang. Kemudian pada Sabtu (3/2) lalu, penyeberangan juga sempat ditutup selama sekitar sejam lebih karena hujan deras disertai kabut.
Dari informasi yang dihimpun, penutupan penyeberangan pada Sabtu (3/2) diberlakukan mulai sekitar pukul 15.30 Wita. Penutupan itu dilakukan setelah adanya laporan sejumlah nakhoda yang mengalami gangguan jarak pandang akibat hujan dan kabut di tengah laut.
“Laporannya, jarak pandang di laut hanya sekitar 10 meter. Dari pada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, penyeberangan ditunda dulu,” ungkap Yudha.
Menurut Yudha, gangguan jarak pandang di laut itu jelas membahayakan aktivitas pelayaran. Salah satunya adalah potensi kecelakaan kapal di laut dan mengancam keselamatan penumpang termasuk para anak buah kapal (ABK).
“Kalau hujan biasa mungkin masih bisa lah (berlayar). Tapi karena disertai kabut dan jarak pandang sangat terbatas, terpaksa ditunda,” imbuh Yudha.
Gangguan hujan disertai kabut itu pun sempat terjadi selama satu jam. Setelah cuaca normal, penyeberangan kembali dibuka pada sekitar pukul 16.40 Wita. Saat penyeberangan ditutup selama satu jam itu, sempat memicu penumpukan kendaraan di Pelabuhan Gilimanuk. 7 ode
Dari informasi, penutupan penyeberangan pada Sabtu sore kemarin diberlakukan mulai pukul 15.02 WIB atau pukul 16.02 Wita. Penutupan atau penundaan penyeberangan itu diberlakukan pihak otoritas Pelabuhan Ketapang dan Gilimanuk setelah menerima laporan gangguan cuaca dari para nakhoda yang tengah berlayar di tengah Selat Bali.
“Karena hujan deras dan angin kencang. Kecepatan angin sempat mencapai 33 knot. Karena membahayakan, ditunda sampai situasi kembali aman,” ujar Koordinator Satuan Pelaksana Badan Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Pelabuhan Gilimanuk I Made Ria Fran Dharma Yudha, Sabtu kemarin.
Yudha menjelaskan, gangguan hujan deras hanya sempat berlangsung sekitar 30 menit. Namun kecepatan angin masih cukup tinggi sehingga penyeberangan tetap ditunda hingga kecepatan angin kembali normal. Setelah menunggu sekitar satu jam, kecepatan angin kembali normal dan penyeberangan kembali dibuka. “Anginnya yang agak lama. Penyeberangan dilanjutkan sekitar pukul 17.10 Wita,” kata Yudha.
Saat penyeberangan ditutup, para pengguna jasa yang hendak menyeberang ditahan di pelabuhan. Namun saat penyeberangan ditutup selama sejam lebih pada sore kemarin, Yudha menyatakan situasi kendaraan masih cukup lengang. “Hanya sempat menumpuk di parkiran dermaga. Setelah penyeberangan kembali dibuka, kembali normal,” ucap Yudha.
Menurut Yudha, gangguan cuaca di tengah laut bisa terjadi sewaktu-waktu. Selama ini, pihaknya telah mewanti-wanti para nakhoda kapal selalu aktif melapor ke Local Port Service (LPS) ketika terjadi gangguan selama pelayaran. “Kami pantau para nakhoda juga aktif melapor. Jadi ketika ada gangguan, petugas di pelabuhan bisa segera menyikapi untuk ditunda dan mengarahkan ke tempat aman,” tutur Yudha.
Untuk diketahui, penutupan penyeberangan di Selat Bali pada Sore kemarin, tercatat menjadi yang ketiga kali sejak musim hujan yang berlangsung mulai awal 2024 ini. Pada Rabu (17/1) lalu, penyeberangan sempat ditutup selama 90 menit atau 1,5 jam karena angin kencang. Kemudian pada Sabtu (3/2) lalu, penyeberangan juga sempat ditutup selama sekitar sejam lebih karena hujan deras disertai kabut.
Dari informasi yang dihimpun, penutupan penyeberangan pada Sabtu (3/2) diberlakukan mulai sekitar pukul 15.30 Wita. Penutupan itu dilakukan setelah adanya laporan sejumlah nakhoda yang mengalami gangguan jarak pandang akibat hujan dan kabut di tengah laut.
“Laporannya, jarak pandang di laut hanya sekitar 10 meter. Dari pada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, penyeberangan ditunda dulu,” ungkap Yudha.
Menurut Yudha, gangguan jarak pandang di laut itu jelas membahayakan aktivitas pelayaran. Salah satunya adalah potensi kecelakaan kapal di laut dan mengancam keselamatan penumpang termasuk para anak buah kapal (ABK).
“Kalau hujan biasa mungkin masih bisa lah (berlayar). Tapi karena disertai kabut dan jarak pandang sangat terbatas, terpaksa ditunda,” imbuh Yudha.
Gangguan hujan disertai kabut itu pun sempat terjadi selama satu jam. Setelah cuaca normal, penyeberangan kembali dibuka pada sekitar pukul 16.40 Wita. Saat penyeberangan ditutup selama satu jam itu, sempat memicu penumpukan kendaraan di Pelabuhan Gilimanuk. 7 ode
1
Komentar