Kotoran Hewan Dilarang Dijadikan Pupuk
Dipertegas Surat Edaran Pj Gubernur Bali
Pupuk kotoran hewan yang belum diolah sempurna, mengundang dan menjadi media pertumbuhan dan perkembangan lalat yang merupakan vektor pembawa penyakit bagi manusia.
BANGLI, NusaBali
Pj Gubernur Bali menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor : 2 Tahun 2024, tentang larangan penggunaan kotoran hewan sebagai pupuk penyubur tanaman. Terkait SE ini, Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (PKP) Bangli mengklaim sudah sering menyosialisasikan sebelum terbit SE tersebut.
Ada lima point dalam SE tersebut. Kemudian dalam poin kelima menegaskan dampak negatif penggunaan kotoran hewan mentah atau kotoran hewan yang belum diolah sempurna. Ditegaskan, penggunaan pupuk kotoran hewan yang belum diolah sempurna, mengundang dan menjadi media pertumbuhan dan perkembangan lalat yang merupakan vektor pembawa penyakit bagi manusia. Serta mengganggu kenyamanan, khususnya wisatawan yang berkunjung ke lokasi.
Selain poin tersebut, dampak negatif penggunaan pupuk mentah juga menjadi penyebab tumbuhnya gulma, menyebabkan penyakit merusak tanaman, menimbulkan bau tidak sedap, hingga merusak kondisi iklim mikro tanah.
Kepala PKP Bangli I Wayan Sarma, saat dikonfirmasi, mengatakan baru beberapa hari menerima surat edaran Pj Gubernur tersebut. SE ini merupakan tindak lanjut dari Pemprov Bali pasca rapat beberapa hari lalu. Kata dia, rapat tersebut untuk mengevaluasi program kegiatan. ‘’Dalam rapat tersebut kami juga menyampaikan terkait pemenuhan pupuk organik, untuk mengurangi penggunaan kotoran hewan ternak secara langsung. Sebab dampak negatif yang ditimbulkan sangat banyak. Salah satunya berkaitan dengan fenomena lalat," ungkapnya, Senin (26/2).
Berkaitan dengan SE tersebut, dia mengaku kerap melakukan sosialisasi dan pelatihan teknis pada para kelompok tani. Pelatihan dimaksud tentang tata cara mengolah limbah ternak/kotoran hewan mentah, menjadi pupuk organik siap pakai.
Sarma mencontohkan tahun 2023, kegiatan sosialisasi dan pelatihan dilakukan terhadap 36 kelompok tani. Tahun 2024, jumlah kelompok tani yang disasar bertambah menjadi 50-an.
"Di Bangli sudah setiap saat disosialisasikan oleh penyuluh. Karena penggunaan limbah ternak atau kotoran yang belum dekomposting, secara kimiawi merugikan tanah dan tanaman dan tidak sesuai dengan praktik budidaya tanaman yang baik," jelasnya.
Meski sudah dilakukan sosialisasi kepada banyak kelompok petani, Sarma tidak memungkiri masih ada petani yang enggan mengolah limbah ternak sebelum diaplikasikan pada tanaman. Sebab pengolahan limbah menjadi kompos diperlukan tenaga, biaya, dan waktu. Hal ini yang menyebabkan keengganan petani.
Lanjutnya, selain dilakukan sosialisasi, pihaknya menilai perlu ada subsidi bagi petani. Sehingga para petani bisa mendapatkan harga yang sesuai dengan pupuk mentah.
"Itu yang bisa kita pikirkan sebagai upaya subsidi. Salah satu skemanya adalah menunjuk seseorang di kelompok pertanian untuk mengolah limbah ternak menjadi pupuk kompos. Pengolahannya itu yang pemerintah ongkosi. Setidaknya itu konsep yang memungkinkan," sebutnya. 7esa.
1
Komentar