Caleg Hanura Bertumbangan di Buleleng
Ketua DPC Rontok, Hanya Berpotensi Rebut 2 Kursi Dewan
SINGARAJA, NusaBali - DPC Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Kabupaten Buleleng menelan pil pahit di Pemilu 2024. Pasalnya, setelah rekapitulasi perolehan suara di tingkat kecamatan, Caleg Hanura yang berpotensi lolos merebut kursi Dewan Buleleng hanya 2 orang saja.
Sebanyak 3 caleg incumbent yang sebelumnya duduk di kursi DPRD Buleleng rontok menghadapi persaingan dengan caleg parpol lain. Termasuk Ketua DPC Hanura Buleleng, Gede Wisnaya Wisna dipastikan jadi caleg gagal.
Pada Pemilu 2019 silam, Partai Hanura berhasil merebut 5 kursi dari 45 kursi di DPRD Kabupaten Buleleng. Kelima kader tersebut yakni Ketut Wirsana (dapil III Kecamatan Tejakula-Kubutambahan), Made Budiasa (dapil IV Kecamatan Gerokgak-Seririt), Gede Wisnaya Wisna (dapil I Kecamatan Buleleng), Wayan Teren (dapil VI Kecamatan Sukasada) dan I Gede Arta Wijaya (dapil V Kecamatan Banjar-Busungbiu).
Pada Pemilu kali ini, DPC Hanura memasang 37 Caleg DPRD Buleleng. Termasuk 5 incumbent juga kembali ditarungkan. Hasilnya, hanya Wayan Teren dan Made Budiasa yang berpeluang lolos dengan status incumbent.
Ketua DPC Buleleng, Gede Wisnaya Wisna, Jumat (1/3) mengatakan menerima dan mengikhlaskan kekalahannya. Perolehan kursi DPRD Buleleng yang menurun pada Pemilu 2024 ini menurut Wisnaya memang diluar prediksi. “Kami kalah di perolehan suara partai. Belum semua caleg yang terpasang bekerja maksimal. Meski suara caleg incumbent meningkat dan besar untuk ukuran suara perseorangan, tetapi suara caleg lainnya kecil-kecil. Sehingga tidak mendongkrak perolehan kursi,” terang Wisnaya Wisna.
Politisi asal Kelurahan Kampung Anyar, Kecamatan/Kabupaten Buleleng ini juga menyoroti soal sistem politik yang terjadi di Pemilu 2024 cukup berat. Menurutnya ada perubahan paradigma masyarakat dalam memilih wakil rakyatnya. Politik uang yang sudah menjadi rahasia umum, tidak bisa dibendung di masyarakat jelang pemilihan. Pergerakannya pun sangat masif.
“Masyarakat sekarang tidak peduli siapa yang jadi (terpilih). Yang penting jelang coblosan ada uang masuk. Nah kita yang sudah lama memelihara dan menjaga konstituen dilupakan saat hari H pencoblosan,” papar Wisnaya.
Dia pun berharap persoalan tersebut menjadi catatan penyelenggara Pemilu untuk pengetatan pengawasan. Wisnaya Wisna pun khawatir jika ada pembiaran, maka pelaksanaan Pemilu 5 tahun ke depan akan lebih parah dan lebih berat lagi dalam mewujudkan demokrasi yang sesungguhnya. k23
Komentar