Bupati Diminta Awasi Perdagangan Daging Anjing
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali meminta para bupati mengawasi perdagangan daging anjing di masyarakat.
BANGLI, NusaBali
Permintaan itu melalui surat edaran (SE) Gubernur Nomor 24.3/9811/KKPP/Disnakkeswan. Ada empat poin dalam SE tersebut, dan diharapkan juga peran serta masyarakat untuk mengawasi.
Kabid Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Viteriner dan Pengolahan Pemasaran, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali I Ketut Nata Kesuma menjelaskan, latar belakang SE tersebut dikeluarkan karena berkembanganya pemberitaan di beberapa media asing. Disebutkan adanya perdagangan makanan yang menggunakan daging anjing. Bahkan sebelum daging anjing diolah, anjing tersebut dibunuh menggunakan sianida.
"Salah seorang wisatawan menyampaikan keluhan tersebut sampai ke negaranya. Menindaklanjuti keluhan tersebut, kami juga melakukan penelusuran benar tidaknya anjing dibunuh menggunakan racun sianida. Bila benar dibunuh menggunakan racun, tentunya yang mengkonsumsi daging tersebut ikut keracunan," ungkapnya usai melaksanakan kegiatan di Dinas PKP Bangli, Kamis (27/7).
Kata Nata Kesuma, sebelumnya telah dilakukan rapat dengan pihak terkait Provinsi Bali, guna menyikapi penjualan daging anjing tersebut. Hasil rapat tersebut dilanjutkan dengan dikeluarkan SE tentang isu perdagangan daging anjing di Bali. Adapun empat poin yang tertuang pada SE yakni pendataan terhadap lokasi penjualan anjing. Sosialisasi dan edukasi kepada seluruh masyarakat bahwa daging anjing bukan merupakan bahan pangan asal hewan yang direkomendasikan untuk dikonsumsi terlebih lagi terhadap wisatawan manca negara.
Pengawasan terhadap kemungkinan adanya penjualan daging anjing namun dengan merk daging lain. Serta penertiban terhadap penjualan daging anjing karena tidak dijamin kesehatannya dan dapat berpotensi terhadap penularan penyakit zoonosis terutama Rabies dan bahaya fatal lainnya. Disinggung terkait sanksi bagi penjual daging anjing, Nata Kesuma mengatakan bila hal tersebut belum bisa diterapkan karena memang belum ada regulasi yang mengatur hal tersebut. "Saat ini baru pada pengawasan terhadap penjualan daging anjing. Untuk penjualan daging anjing sendiri ada di wilayah Buleleng dan Denpasar," imbuhnya.
Kepala Dinas PKP Bangli Wayan Sukartana didampingi Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas PKP Bangli Sri Rahayu mengatakan pihaknya belum menerim secara resmi SE tertanggal 6 Juli tersebut. Namun sudah menerima informasinya dan lansung menindaklanjuti SE itu. "Sebelum dikeluarkan SE kami sudah melakukan pemantauan di lapangan. Nihil ditemukan penjualan daging anjing," ungkapnya.
Tidak dipungkiri bila di Bangli cukup banyak aktivitas jual beli anjing, dan dipastikan anjing yang dijual anjing hidup, bukan berupa bangkai atau daging. Tambah, Wayan Sukartana bila nanti SE sudah diterima secara resmi akan dilanjutkan melalui SE Bupati Bangli. Diimbau, agar masyarakat tidak menjual bangkai atau daging anjing, mengingat bahaya panyakit pada anjing. *e
Kabid Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Viteriner dan Pengolahan Pemasaran, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali I Ketut Nata Kesuma menjelaskan, latar belakang SE tersebut dikeluarkan karena berkembanganya pemberitaan di beberapa media asing. Disebutkan adanya perdagangan makanan yang menggunakan daging anjing. Bahkan sebelum daging anjing diolah, anjing tersebut dibunuh menggunakan sianida.
"Salah seorang wisatawan menyampaikan keluhan tersebut sampai ke negaranya. Menindaklanjuti keluhan tersebut, kami juga melakukan penelusuran benar tidaknya anjing dibunuh menggunakan racun sianida. Bila benar dibunuh menggunakan racun, tentunya yang mengkonsumsi daging tersebut ikut keracunan," ungkapnya usai melaksanakan kegiatan di Dinas PKP Bangli, Kamis (27/7).
Kata Nata Kesuma, sebelumnya telah dilakukan rapat dengan pihak terkait Provinsi Bali, guna menyikapi penjualan daging anjing tersebut. Hasil rapat tersebut dilanjutkan dengan dikeluarkan SE tentang isu perdagangan daging anjing di Bali. Adapun empat poin yang tertuang pada SE yakni pendataan terhadap lokasi penjualan anjing. Sosialisasi dan edukasi kepada seluruh masyarakat bahwa daging anjing bukan merupakan bahan pangan asal hewan yang direkomendasikan untuk dikonsumsi terlebih lagi terhadap wisatawan manca negara.
Pengawasan terhadap kemungkinan adanya penjualan daging anjing namun dengan merk daging lain. Serta penertiban terhadap penjualan daging anjing karena tidak dijamin kesehatannya dan dapat berpotensi terhadap penularan penyakit zoonosis terutama Rabies dan bahaya fatal lainnya. Disinggung terkait sanksi bagi penjual daging anjing, Nata Kesuma mengatakan bila hal tersebut belum bisa diterapkan karena memang belum ada regulasi yang mengatur hal tersebut. "Saat ini baru pada pengawasan terhadap penjualan daging anjing. Untuk penjualan daging anjing sendiri ada di wilayah Buleleng dan Denpasar," imbuhnya.
Kepala Dinas PKP Bangli Wayan Sukartana didampingi Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas PKP Bangli Sri Rahayu mengatakan pihaknya belum menerim secara resmi SE tertanggal 6 Juli tersebut. Namun sudah menerima informasinya dan lansung menindaklanjuti SE itu. "Sebelum dikeluarkan SE kami sudah melakukan pemantauan di lapangan. Nihil ditemukan penjualan daging anjing," ungkapnya.
Tidak dipungkiri bila di Bangli cukup banyak aktivitas jual beli anjing, dan dipastikan anjing yang dijual anjing hidup, bukan berupa bangkai atau daging. Tambah, Wayan Sukartana bila nanti SE sudah diterima secara resmi akan dilanjutkan melalui SE Bupati Bangli. Diimbau, agar masyarakat tidak menjual bangkai atau daging anjing, mengingat bahaya panyakit pada anjing. *e
Komentar