Bali Berduka, Pencipta 'Kaos Barong' Pande Ketut Krisna Meninggal Dunia
GIANYAR, NusaBali.com - Bali kehilangan salah satu tokoh pariwisatanya, Pande Ketut Krisna. Pria yang dikenal sebagai pencetus toko oleh-oleh modern di Bali dan pencipta kaos barong ini menghembuskan nafas terakhirnya pada 29 Februari 2024 di RSUP Prof IGNG Ngoerah (Sanglah) Denpasar karena sakit.
Menurut putranya, Pande Nyoman Yudi Sutrisna, jenazah pria yang lahir di Gianyar pada 21 Juni 1946 ini akan diaben di Setra Beng Gianyar pada 10 April 2024.
Kepergian Pande Ketut Krisna meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, kolega, dan masyarakat Bali. Sosoknya yang visioner dan inovatif telah banyak berkontribusi bagi kemajuan pariwisata Bali.
Kaos Barong: Ikon Fesyen dan Warisan Budaya Bali
Salah satu warisan berharga yang ditinggalkan Pande Ketut Krisna adalah kaos barong. Kaos ikonik ini telah menjadi salah satu oleh-oleh khas Bali yang paling diminati wisatawan.
Ternyata, penemuan kaos barong ini berawal dari sebuah ketidaksengajaan. "Kaos barong itu saya temukan tanpa sengaja, saat sedang melakukan percobaan untuk warna kain Endek," ungkap Pande Ketut Krisna beberapa tahun lalu.
Pada tahun 1969, Pande Ketut Krisna dan keluarganya di Gianyar tengah mencoba mengembangkan kreasi kain Endek Bali. Saat itu, warna kain Endek Bali maksimal hanya dua warna.
"Waktu itu, saya sedang mencoba membuat kain Endek Bali agar kainnya warna-warni. Tadinya hanya dua warna, yakni warna dasar hitam dipadu biru, hitam dipadu hijau, coklat, dan sebagainya," ujarnya.
Eksperimen yang Menghasilkan Kaos Barong
Pande kemudian melakukan eksperimen untuk menciptakan warna yang lebih variatif. Ia melakukan eksperimen celup benang tenun untuk menciptakan kain endek warna-warni.
Akhirnya terciptalah kain endek warna-warni. Inovasi ini menghasilkan banyak warna atau catrian. Kain endek yang dulunya dua warna, kini menjadi 5 warna.
"Setelah coba-coba berbagai macam cara, akhirnya saya menemukan alat dan cara untuk menciptakan aneka warna pada kain endek, Catrian namanya. Penemuan inilah yang kemudian juga kita kembangkan sehingga terbentuk baju barong di tahun 1969. Jadi tidak sengaja kita temukan baju barong dari catrian itu," kenangnya.
Saat dibuat tahun 1969, kaos atau baju Barong dijual di berbagai obyek wisata seperti di Ubud dan Kuta. Dulu kaos barong dijual Rp 1.500 per potong dan laku keras. Karena penemuan baru, sehingga banyak permintaan.
"Hasil menjual baju barong membawa berkah bagi saya. Dulu di Gianyar tempat usaha saya kecil. Berkah baju barong membuat saya sukses. Baju barong sudah dijual ke berbagai negara, karena buatan tangan dan unik," jelas mendiang saat itu.
Tidak Punya Hak Paten
Sejak pertama dibuat hingga hari ini, motif atau desain gambar baju barong dibuat sederhana. Tujuannya agar mudah dibuat.
"Kenapa barong, karena barong yang paling gampang dibuat, tapi bukan barong ketet (ket). Bentuknya kita buat yang paling sederhana, kalo gambar Barong Ket, susah, kita bikin yang gampang saja," ujar Pande Ketut Krisna.
Sejak dibuat tahun 1969 hingga saat ini, penjualan kaos Barong selalu stabil. Permintaan tak hanya datang dari wilayah Indonesia, tapi juga dari mancanegara. Kini baju atau kaos barong khas Bali ini dijual dengan harga mulai Rp 15 ribu hingga Rp 30 ribu per buah.
Meski sudah membuat sekaligus menciptakan baju barong sejak tahun 1969, namun Pande tidak memiliki hak patennya. "Saya waktu itu tidak berpikir soal paten, saya punya pikiran, dua tahun sudah cukup. Anggota keluarga yang lain juga kita tularkan ilmu cara bikinnya, kita tidak bisa rahasia sama keluarga. Tapi jika memang dianggap perlu, mungkin pemerintah bisa membantu untuk mempatenkan, agar hak cipta baju barong tetap menjadi milik masyarakat Bali," jelasnya.
Kaos barong bukan hanya sekadar pakaian, namun juga menjadi ikon fesyen dan warisan budaya Bali. Kepergian Pande Ketut Krisna meninggalkan lubang besar bagi dunia pariwisata Bali.
Namun, warisan dan kontribusinya akan terus dikenang dan dilestarikan. Kaos barong akan terus menjadi simbol kreativitas, inovasi, dan kecintaan Pande Ketut Krisna terhadap budaya Bali. *isu
Komentar