Bade dan Petulangan Diarak Krama di Tengah Laut
Ritual unik mengarak Bade dan Petulangan (tempat pembakaran jenazah) di tengah laut dilaksanakan krama Desa Pakraman Batumulapan, Desa Batununggul, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung di perairan setempat pada Buda Paing Wayang, Rabu (27/7) siang.
Keunikan Ngaben di Desa Batumulapan, Nusa Nenida
SEMARAPURA, NusaBali
Ritual ini dilakukan dalam upacara pengabenan yang melibatkan 16 sawa dari Banjar Adat Jepun, Desa Pakraman Batumulapan.
Dalam kondisi normal, ritual pengarakan Bade dan Petulangan biasanya dilaksanakan krama Desa Pakraman Batumulapan tepat tengai tepet pukul 12.00 Wita. Namun, karena hari itu air laut di pesisir Desa Batumulapan sempat pasang, maka ritual pengarakan Bade dan Petulangan terpaksa diundur 1 jam mulai pukul 13.00 Wita.
Meskipun Bade dan Petulangan diarak ke tengah laut, namun upacara pengabenan tetap dilaksanakan di Setra Desa Pakraman Batumulapan, yang lokasinya di kawasan pantai. Makanya, setelah diarak ke tengah laut, Bade dan Petalungan selanjutnya dibawa menuju setra.
Teknisnya, pengarakan Bade dan Petalungan start di sebelah utara Wantilan Desa Pakraman Batumulapan, yang berjarak hanya 15 meter dari bibir pantai. Pengarakan Bade dan Petulangan di tengah laut dilakukan sekitar 1 jam. Habis itu, dilanjutkan dengan pengarakan di darat menuju Setra Desa Pakraman Batumulapan yang berjarak sekitar 500 meter. Arak-arakan Bade dan Petulangan baru tiba di setra, sore sekitar pukul 16.00 Wita.
Bendesa Pakraman Batumulapan, I Wayan Sweca, mengatakan ritual menggarak Bade dan Petulangan ke tengah laut ini memang menjadi tradisi yang diwarisi dari leluhur secara turun temurun. “Tidak sumber sastra yang menjelaskan pengarakan di tengah laut ini. Tapi, kemungkikan hal ini dilakukan karena lokasi setra berdekatan dengan pantai. Di samping itu, juga lebih leluasa bergerak jika dibandingkan di jalanan agak sempit,” ungkap Bendesa Wayan Sweca.
Bendesa Wayan Sweca memaparkan, Desa Pakraman Batumulapan mewilayahi 5 banjar adat. Tiap banjar adat kebagian jatah ngaben massal 5 tahun sekali. “Jadi, setahun sekali pasti ada ngaben massal, yang digelar bergilir 5 banjar adat,” jelas Wayan Sweca.
Khusus untuk ngaben massal yang digelar Rabu kemarin, dilaksanakan krama Banjar Adat Jepun. Ngaben kali ini melibatkan 16 sawa (orang yang sudah meninggal). Sarananya menggunakan dua Bade dan tiga Petulangan---dua Lembu dan satu Gajah Minda (gabungan ikan dengan gajah). “Sesuai tradisi, prosesi mengarak Bade dan Petulangan memang digelar di laut,” papar Ketua Panitia Ngaben Massal Banjar Adat Jepun, Desa Pakraman Batumulapan, I Wayan Geria.
Wayan Geria memaparkan, persiapan ngaben massal ini sudah dilakukan sejak beberapa bulan lalu. Berdasarkan hasil paruman banjar, disepakati bahwa hanya yang punya sawa saja dikenakan biaya. Sedangkan krama lainnya sifatnya membantu, termasuk menyiapkan perlengkapan upacara, mengarak bade, hingga pembakaran selesai.
Sementara itu, Kepala Bidang SDM Dinas Pariwisata Kabupaten Klungkung, Tjokorda Gde Romy Tanaya, mengatakan pihaknya berencana menjadikan tradisi ritual ngarak Bade dan Petalungan di tengah laun ini sebagai atraksi budaya untuk menunjang pariwisata. Nantinya, Dinas Pariwisata akan bekerjasama dengan travel agent untuk mendatangkan wisatawan ke Nusa Penida. "Tradisi unik ini sekeligus dapat menunjang sektor pariwisata di Nusa Penida,” jelas Tjok Romu Tenaya, yang menyaksikan langsung ritual ngaben massal di Desa Pakraman Batumulapan, Rabu lalu. *wa
Komentar