Destinasi Melasti dengan Sumber Air Klebutan
Taman Mumbul Sangeh di Banjar Brahmana, Desa Sangeh, Abiansemal, Badung
Taman Mumbul juga disebut masih berkaitan dengan Pura Pucak Bukit Sari yang berada di tengah-tengah Sangeh Monkey Forest, tidak jauh dari Taman Mumbul
MANGUPURA, NusaBali
Tirta Taman Mumbul di Banjar Brahmana, Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Badung merupakan salah satu destinasi melasti dan nyegara gunung dengan sumber air klebutan terfavorit di wilayah Badung utara. Destinasi spiritual yang sepintas berparas seperti Ulun Danu Beratan mini ini memiliki klebutan (mata air) jamak yang tersembunyi di bawah telaga di bawah Pura Tengahin Segara dan Pura Subak Ulun Suwi yang disucikan krama subak di selatan Desa Sangeh.
I Gusti Ngurah Putu Buda, 49, Ketua Pengelola Tirta Taman Mumbul Panglukatan Pancoran Solas menuturkan Taman Mumbul berawal dari klebutan yang mengalirkan air tidak putus-putus dan membentuk telaga. Sumber air ini kemudian disucikan oleh krama Desa Adat Sangeh.
"Ada dua versi kisah awal mula Taman Mumbul yang saya ketahui. Satu, berawal dari klebutan. Kemudian, diceritakan ada anak lingsir yang membawa air dan tumpah di sini hingga menjadi telaga," ujar Ngurah Buda ketika ditemui pada, Rabu (6/3) di Taman Mumbul.
Di samping itu, Ngurah Buda mengungkapkan Taman Mumbul ini masih berkaitan dengan Pura Pucak Bukit Sari di tengah-tengah Sangeh Monkey Forest, tidak jauh dari Taman Mumbul. Di mana, dipercayai bahwa sumber air klebutan di Taman Mumbul berhulu di bawah hutan pohon pala Alas Pala Sangeh. Pura Pucak Bukit Sari dengan Pura Subak Ulun Suwi ini pun disebut sebagai simbol purusa dan pradana (laki-laki dan perempuan). Hulu dari sumber air klebutan di bawah area Pura Pucak Bukit Sari yang dikelilingi hutan pohon pala adalah purusa. Sedangkan, tempat kemunculan klebutan adalah pradananya.
"Di Pura Pucak Bukit Sari itu ada banyak pohon (pala) di mana air ditampung di sana. Air itu mencari celah-celah di bawah tanah dan muncul sebagai klebutan di sini," imbuh Ngurah Buda.
Kata pria yang juga seniman lukis ini, Taman Mumbul biasanya menjadi tujuan melasti dan nyegara gunung bagi sekitar 10 desa adat di Abiansemal dan Petang. Desa adat ini termasuk Desa Adat Petang, Carangsari, Samuan, Gerana, Sangeh, Selat, Punggul, Blahkiuh, Bongkasa, dan Abiansemal. Namun, tidak semua desa adat ini melaksanakan melasti setiap tahun di Taman Mumbul. Biasanya, ada kesepakatan di desa adat masing-masing untuk selang-seling melasti di segara (pesisir), di danau, dan di beji pura kahyangan desa masing-masing.
Tirta Taman Mumbul di Banjar Brahmana, Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Badung merupakan salah satu destinasi melasti dan nyegara gunung dengan sumber air klebutan terfavorit di wilayah Badung utara. Destinasi spiritual yang sepintas berparas seperti Ulun Danu Beratan mini ini memiliki klebutan (mata air) jamak yang tersembunyi di bawah telaga di bawah Pura Tengahin Segara dan Pura Subak Ulun Suwi yang disucikan krama subak di selatan Desa Sangeh.
I Gusti Ngurah Putu Buda, 49, Ketua Pengelola Tirta Taman Mumbul Panglukatan Pancoran Solas menuturkan Taman Mumbul berawal dari klebutan yang mengalirkan air tidak putus-putus dan membentuk telaga. Sumber air ini kemudian disucikan oleh krama Desa Adat Sangeh.
"Ada dua versi kisah awal mula Taman Mumbul yang saya ketahui. Satu, berawal dari klebutan. Kemudian, diceritakan ada anak lingsir yang membawa air dan tumpah di sini hingga menjadi telaga," ujar Ngurah Buda ketika ditemui pada, Rabu (6/3) di Taman Mumbul.
Di samping itu, Ngurah Buda mengungkapkan Taman Mumbul ini masih berkaitan dengan Pura Pucak Bukit Sari di tengah-tengah Sangeh Monkey Forest, tidak jauh dari Taman Mumbul. Di mana, dipercayai bahwa sumber air klebutan di Taman Mumbul berhulu di bawah hutan pohon pala Alas Pala Sangeh. Pura Pucak Bukit Sari dengan Pura Subak Ulun Suwi ini pun disebut sebagai simbol purusa dan pradana (laki-laki dan perempuan). Hulu dari sumber air klebutan di bawah area Pura Pucak Bukit Sari yang dikelilingi hutan pohon pala adalah purusa. Sedangkan, tempat kemunculan klebutan adalah pradananya.
"Di Pura Pucak Bukit Sari itu ada banyak pohon (pala) di mana air ditampung di sana. Air itu mencari celah-celah di bawah tanah dan muncul sebagai klebutan di sini," imbuh Ngurah Buda.
Kata pria yang juga seniman lukis ini, Taman Mumbul biasanya menjadi tujuan melasti dan nyegara gunung bagi sekitar 10 desa adat di Abiansemal dan Petang. Desa adat ini termasuk Desa Adat Petang, Carangsari, Samuan, Gerana, Sangeh, Selat, Punggul, Blahkiuh, Bongkasa, dan Abiansemal. Namun, tidak semua desa adat ini melaksanakan melasti setiap tahun di Taman Mumbul. Biasanya, ada kesepakatan di desa adat masing-masing untuk selang-seling melasti di segara (pesisir), di danau, dan di beji pura kahyangan desa masing-masing.
Foto: I Gusti Ngurah Putu Buda. -NGURAH RATNADI
Jelang prosesi melasti/makiyis/melis menyambut Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1946 ini, lima desa adat di Kecamatan Abiansemal, termasuk Desa Adat Sangeh sudah mengonfirmasi melasti di Taman Mumbul. "Sampai hari ini (Rabu), Desa Adat Gerana (Desa Sangeh), Desa Adat Blahkiuh, Desa Adat Punggul, Desa Adat Selat, dan Desa Adat Sangeh sudah mengonfirmasi akan melasti di sini," ungkap Ngurah Buda.
Rata-rata lima desa adat ini melasti pada penampahan Hari Raya Kuningan, Sukra Wage Kuningan, Jumat (8/3). Kecuali, Desa Adat Gerana yang memilih melasti sehari lebih awal, Wraspati Pon Kuningan, Kamis (7/3). Desa adat yang melaksanakan melasti di Taman Mumbul dikenakan punia sebesar Rp 300.000 yang sudah termasuk fasilitas sanggah surya dan balai pawedan untuk Sulinggih. Selain itu, krama yang mengiringi upacara melasti tidak dikenakan parkir lagi oleh pengelola Taman Mumbul.
"Punia ini untuk kebersihan. Semoga ada kesadaran dari pamedek utamanya terkait sampah plastik seperti botol yang biasanya berserakan setelah melasti. Sementara ini, nominal punianya kami patok namun tidak saklek," tandas Ngurah Buda. 7 ol1
Rata-rata lima desa adat ini melasti pada penampahan Hari Raya Kuningan, Sukra Wage Kuningan, Jumat (8/3). Kecuali, Desa Adat Gerana yang memilih melasti sehari lebih awal, Wraspati Pon Kuningan, Kamis (7/3). Desa adat yang melaksanakan melasti di Taman Mumbul dikenakan punia sebesar Rp 300.000 yang sudah termasuk fasilitas sanggah surya dan balai pawedan untuk Sulinggih. Selain itu, krama yang mengiringi upacara melasti tidak dikenakan parkir lagi oleh pengelola Taman Mumbul.
"Punia ini untuk kebersihan. Semoga ada kesadaran dari pamedek utamanya terkait sampah plastik seperti botol yang biasanya berserakan setelah melasti. Sementara ini, nominal punianya kami patok namun tidak saklek," tandas Ngurah Buda. 7 ol1
1
Komentar