Ogoh-Ogoh Samirana: Pertempuran Baik dan Buruk dalam Diri Manusia
DENPASAR, NusaBali.com - Ogoh-ogoh karya ST Satya Windu Mandala, Banjar Ketapean Kaja, Sumerta, Denpasar Timur mengangkat tema ‘Samirana’. Ogoh-ogoh ini tak hanya memukau secara visual, tetapi juga sarat makna filosofis
tentang pertempuran antara kebaikan dan keburukan dalam diri manusia.
I Kadek Wahyu Mahendra Putra (Dek Wah), ketua ST Satya Windu Mandala, menjelaskan bahwa tema Samirana terinspirasi dari kisah seorang dalang yang membuat patung tualen maketu.
"Tualen maketu selalu hadir dalam ritual keagamaan Hindu. Kami ingin menggambarkan dua sisi dalam diri manusia, baik dan buruk," ungkap Dek Wah.
Ogoh-ogoh ini menampilkan dua karakter utama: dalang dan patung tualen. Dari patung tualen, muncul figuran yang melambangkan ilusi atau bayangan. Bayangan ini terbagi menjadi dua: pemangku yang melambangkan kebaikan dan leak yang melambangkan keburukan.
Proses Kreatif dan Tantangan
Dek Wah mengatakan bahwa proses pengerjaan ogoh-ogoh ini penuh suka duka. "Sukanya, ST kami kompak. Dukanya, kami terkendala waktu," tuturnya.
Ogoh-ogoh setinggi 3,5 meter ini dibuat dengan biaya Rp 15 juta dan memiliki sistem bongkar pasang. "Bagian yang rumit adalah mengejar warna agar mirip dengan patung," kata Dek Wah.
Tema Samirana dipilih untuk mengingatkan manusia bahwa dalam setiap kegiatan, selalu ada dua sisi yang berlawanan.
"Harapan kami di tahun Caka 1946 ini adalah agar semua lancar, aman, dan tertib. Semoga di tahun berikutnya, ST kami bisa meraih lebih banyak prestasi dalam lomba ogoh-ogoh," harap Dek Wah.
ST Satya Windu Mandala memiliki pengalaman membanggakan dalam lomba ogoh-ogoh.
"Pada tahun 2019, ogoh-ogoh kami dengan tema 'Kala Isinan' mendapatkan nominasi 8 besar tingkat kecamatan Denpasar Timur. Tahun 2020, ogoh-ogoh 'Naga Sari' juga meraih nominasi 8 besar, namun tidak diarak karena pandemi Covid-19," ungkap Dek Wah.
Ogoh-ogoh Samirana karya ST Satya Windu Mandala menjadi contoh bagaimana tradisi dan nilai filosofis dapat berpadu dengan indah. Di balik kemegahannya, ogoh-ogoh ini mengajak kita untuk selalu berbenah diri dan mengalahkan sisi buruk dalam diri kita. *m03
"Tualen maketu selalu hadir dalam ritual keagamaan Hindu. Kami ingin menggambarkan dua sisi dalam diri manusia, baik dan buruk," ungkap Dek Wah.
Ogoh-ogoh ini menampilkan dua karakter utama: dalang dan patung tualen. Dari patung tualen, muncul figuran yang melambangkan ilusi atau bayangan. Bayangan ini terbagi menjadi dua: pemangku yang melambangkan kebaikan dan leak yang melambangkan keburukan.
Proses Kreatif dan Tantangan
Dek Wah mengatakan bahwa proses pengerjaan ogoh-ogoh ini penuh suka duka. "Sukanya, ST kami kompak. Dukanya, kami terkendala waktu," tuturnya.
Ogoh-ogoh setinggi 3,5 meter ini dibuat dengan biaya Rp 15 juta dan memiliki sistem bongkar pasang. "Bagian yang rumit adalah mengejar warna agar mirip dengan patung," kata Dek Wah.
Tema Samirana dipilih untuk mengingatkan manusia bahwa dalam setiap kegiatan, selalu ada dua sisi yang berlawanan.
"Harapan kami di tahun Caka 1946 ini adalah agar semua lancar, aman, dan tertib. Semoga di tahun berikutnya, ST kami bisa meraih lebih banyak prestasi dalam lomba ogoh-ogoh," harap Dek Wah.
ST Satya Windu Mandala memiliki pengalaman membanggakan dalam lomba ogoh-ogoh.
"Pada tahun 2019, ogoh-ogoh kami dengan tema 'Kala Isinan' mendapatkan nominasi 8 besar tingkat kecamatan Denpasar Timur. Tahun 2020, ogoh-ogoh 'Naga Sari' juga meraih nominasi 8 besar, namun tidak diarak karena pandemi Covid-19," ungkap Dek Wah.
Ogoh-ogoh Samirana karya ST Satya Windu Mandala menjadi contoh bagaimana tradisi dan nilai filosofis dapat berpadu dengan indah. Di balik kemegahannya, ogoh-ogoh ini mengajak kita untuk selalu berbenah diri dan mengalahkan sisi buruk dalam diri kita. *m03
Komentar