Ragam Palinggih Bukti Bhakti Multietnis
Menjaga Pluralisme di Pura Negara Gambur Anglayang
Stana Ratu Ayu Syahbandar dan stana Ratu Manik Mas adalah mencirikan unsur Buddha dan Cina. Selanjutnya ada Palinggih Ratu Pasek, Ratu Gede Siwa, dan Dewi Sri yang menjadi simbol unsur Hindu.
SINGARAJA, NusaBali
Kabupaten Buleleng memiliki sejumlah pura unik. Salah satunya, Pura Negara Gambur Anglayang, Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng. Pura ini dikenal juga dengan Pura Pancasila karena sejumlah palinggih yang ada mewakili sejumlah etnis hingga menjadi simbol pluralisme.
Seperti pada umumnya, pura ini terdiri dari tiga mandala. Pertama, mandala utama (jeroan) yang terdapat delapan palinggih utama yang merupakan gambaran dari berbagai etnis di dunia. Palinggih Ratu Bagus Sundawan mewakili etnis Sunda dengan penganut pemeluk Kristen, Palinggih Ratu Bagus Melayu mewakili suku Melayu. Ada pula palinggih Ratu Gede Dalem Mekah simbol keberadaan umat Islam. Untuk stana Ratu Ayu Syahbandar dan stana Ratu Manik Mas adalah mencirikan unsur Buddha dan Cina. Selanjutnya ada Palinggih Ratu Pasek, Ratu Gede Siwa, dan Dewi Sri yang menjadi simbol unsur Hindu.
Kabupaten Buleleng memiliki sejumlah pura unik. Salah satunya, Pura Negara Gambur Anglayang, Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng. Pura ini dikenal juga dengan Pura Pancasila karena sejumlah palinggih yang ada mewakili sejumlah etnis hingga menjadi simbol pluralisme.
Seperti pada umumnya, pura ini terdiri dari tiga mandala. Pertama, mandala utama (jeroan) yang terdapat delapan palinggih utama yang merupakan gambaran dari berbagai etnis di dunia. Palinggih Ratu Bagus Sundawan mewakili etnis Sunda dengan penganut pemeluk Kristen, Palinggih Ratu Bagus Melayu mewakili suku Melayu. Ada pula palinggih Ratu Gede Dalem Mekah simbol keberadaan umat Islam. Untuk stana Ratu Ayu Syahbandar dan stana Ratu Manik Mas adalah mencirikan unsur Buddha dan Cina. Selanjutnya ada Palinggih Ratu Pasek, Ratu Gede Siwa, dan Dewi Sri yang menjadi simbol unsur Hindu.
Foto: Palinggih Ratu Bagus Sundawan di Pura Gambur Anglayang di Desa/Kecamatan Tejakula, Buleleng. -IST
Penyarikan Pura Negara Gambur Anglayang Nyoman Laken mengatakan, Pura Gambur Anglayang dipercaya sebagai pura tertua di wilayah Kubutambahan. Diperkirakan, pura ini sudah ada pada abad ke-13. Menurut cerita turun temurun yang diwarisi pengurus pura, Pura Negara Gambur Anglayang dibangun oleh sekelompok pedagang dunia yang sempat mengalami musibah di lautan saat kembali dari berniaga.
Pada masa itu, sekitar wilayah Pura Negara Gambur Anglayang adalah kawasan pelabuhan perdagangan internasional yang bernama Kuta Banding. Pelabuhan dagang ini memberikan pengaruh terhadap perkembangan wilayah termasuk kebudayaan yang masuk. Lalu pada suatu ketika saat datang rombongan pedagang dari berbagai negara yang mewakili berbagai etnis, saat akan kembali ke negara masing-masing, kapal yang ditumpanginya bocor.
Kerusakan teknis itu mengharuskan mereka kembali ke daratan (pelabuhan). Mereka akhirnya memohon kekuatan mistis pada salah satu palinggih yang ada di pelabuhan saat itu untuk melancarkan perjalanan mereka. Kelompok pedagang ini pun disebut membuat kaul jika berhasil sesuai keinginan mereka, maka akan dibangunkan tempat suci di kawasan tersebut. Doa mereka akhirnya terkabulkan dan menjadi sejarah berdirinya Pura Gambur Anglayang.
Pada masa itu, sekitar wilayah Pura Negara Gambur Anglayang adalah kawasan pelabuhan perdagangan internasional yang bernama Kuta Banding. Pelabuhan dagang ini memberikan pengaruh terhadap perkembangan wilayah termasuk kebudayaan yang masuk. Lalu pada suatu ketika saat datang rombongan pedagang dari berbagai negara yang mewakili berbagai etnis, saat akan kembali ke negara masing-masing, kapal yang ditumpanginya bocor.
Kerusakan teknis itu mengharuskan mereka kembali ke daratan (pelabuhan). Mereka akhirnya memohon kekuatan mistis pada salah satu palinggih yang ada di pelabuhan saat itu untuk melancarkan perjalanan mereka. Kelompok pedagang ini pun disebut membuat kaul jika berhasil sesuai keinginan mereka, maka akan dibangunkan tempat suci di kawasan tersebut. Doa mereka akhirnya terkabulkan dan menjadi sejarah berdirinya Pura Gambur Anglayang.
“Palinggih-palinggih disini memang mencerminkan berbagai etnis. Dan kami mempercayai dan mensakralkannya hingga kini. Saat piodalan itu sering terbukti, misalnya saat terjadi trans, kalau ratu Syahbandar medal (keluar) itu pakai bahasa Cina,” terang Laken.
Hal-hal mistis lainnya pun memang masih dirasa dan dijumpai hingga saat ini. Laken menyebut salah satunya keajaiban yang dipercayai bersumber dari palinggih Ratu Bagus Sundawan yang merupakan simbol Kristen, yang sering kali menganugerahi kain wastra secara gaib. Pendirian Palinggih ini juga merupakan salah satu ungkapan rasa terimakasih dari kelompok pedagang yang kapalnya karam di kawasan Pantai Kuta Banding (Kubutambahan). Salah seorang dari kelompok pedagang tersebut merupakan penganut agama Kristen yang datang dari daerah Sunda, Jawa Barat.
Disebutkan,Ratu Bagus Sundawan sebagai sosok lanang atau laki-laki yang ganteng. Dalam kepercayaan masyarakat, Palinggih ini sering mapaica atau menganugerahi kain wastra. Konon jika Ratu Bagus Sundawan menghendaki maka sokasi atau besek tempat penyimpanan wastra akan terisi secara misterius.
Wastra atau kain itu digunakan sebagai pengganti wastra Palinggih Ratu Bagus Sundawan yang sebelumnya. Selain itu ada juga kain yang berwarna biru dengan balutan selendang antik itu merupakan kain yang sudah ratusan tahun lamanya. Begitu pula kain batik coklat dengan dasar putih dengan balutan selendang antik masih ada hingga kini masih digunakan saat upacara hari piodalan yang jatuh pada Purnama Sasih Kalima.
Palinggih Ratu Bagus Sundawan ini memiliki bentuk yang sedikit berbeda dengan Palinggih lainnya yang berada di Pura Negara Gambur Anglayang, yakni terletak pada ornamen yang terdapat di dalam Palinggih. Dimana dalam lukisan yang ada di Palinggih Ratu Bagus Sundawan ini lebih berbentuk atau bernuansa Kristen karena lukisan tersebut mirip dengan nuansa Bunda Maria.
“Palinggih Ratu Bagus sundawan sangat erat kaitannya dengan penganut Kristiani,” ungkap Laken yang sudah puluhan tahun ngayah di pura ini.
Arsitektur Palinggih berkaitan dengan mitologi agama Kristen, sehingga menjadi sebuah dasar religi dari para pedagang dari Sunda. Ciri Kristiani pada Palinggih Ratu Bagus Sundawan, terlihat dari relief dan ukiran yang menghias Palinggih. Pada bagian Parba Palinggih yakni bagian Palinggih yang berisikan lukisan dengan nuansa Kristen.7k23
1
Komentar