Pelaksana Proyek Takut Tebang Pohon Kelepek
Proyek pelebaran jalan sekaligus pembangunan drainase menuju Pelabuhan Gilimanuk di Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Jembrana tidak berjalan mulus.
NEGARA, NusaBali
Pasalnya pelaksana proyek takut menebang kelepek di depan Pura Puseh Gilimanuk yang terkena jalur drainase pelebaran jalan itu. Pelaksana proyek khawatir dapat celaka karena pohon kelepek itu dikenal angker.
Pohon kelepek hampir setinggi 10 meter itu hendak ditebang seperti pohon perindang lainnya yang terkena jalur pelebaran jalan. Namun pelaksana proyek tidak mendapat restu secara sekala niskala. “Pohon itu dikenal angker. Warga sering juga maturan di sana. Kami tidak berani bilang pohon itu boleh ditebang,” ujar salah seorang warga Gilimanuk, Jumat (29/7). Karena tidak berani menebang pohon itu, drainase yang mestinya lurus akhirnya dibelokkan mengitari areal pohon bersama palinggih tersebut.
Sementara tepat di bagian depan pohon bersama palinggih itu rencana tetap menjadi badan jalan yang sudah diperlebar. “Tidak ada yang berani mengizinkan. Kami juga tidak berani. Semestinya, memang ditebang karena kena jalur drainasen. Kemarin dari PU sudah kami ajak koordinasi dan mereka juga tidak mengizinkan,” ujar pelaksana proyek pelebaran jalan, Dewa Wardianta. Ia juga mengaku sempat berkoordinasi dengan Bendesa Adat Gilimanuk, I Ketut Galung, untuk minta izin meneban pohon itu. Tetapi, Bendesa juga tidak berani mengizinkan.
Sesuai petunjuk niskala, penunggu di pohon yang dikeramatkan warga sekitar itu tidak mau dipindahkan. Apalagi tahun lalu, sesuai pengalaman rekannya, ketika melaksanakan proyek drainase di Sumber Kelampok, Buleleng, ada pohon kepuh yang dianggap keramat, namun ikut ditebang. Akhirnya, buruh yang menebang pohon itu diketahui meninggal dunia. Begitu juga yang menyuruh menebang, mengalami kecelakaan lalu lintas. “Kami tidak berani juga karena ada pengalaman begitu. Lebih baik dicarikan solusi terbaik,” jelasnya. *ode
Pohon kelepek hampir setinggi 10 meter itu hendak ditebang seperti pohon perindang lainnya yang terkena jalur pelebaran jalan. Namun pelaksana proyek tidak mendapat restu secara sekala niskala. “Pohon itu dikenal angker. Warga sering juga maturan di sana. Kami tidak berani bilang pohon itu boleh ditebang,” ujar salah seorang warga Gilimanuk, Jumat (29/7). Karena tidak berani menebang pohon itu, drainase yang mestinya lurus akhirnya dibelokkan mengitari areal pohon bersama palinggih tersebut.
Sementara tepat di bagian depan pohon bersama palinggih itu rencana tetap menjadi badan jalan yang sudah diperlebar. “Tidak ada yang berani mengizinkan. Kami juga tidak berani. Semestinya, memang ditebang karena kena jalur drainasen. Kemarin dari PU sudah kami ajak koordinasi dan mereka juga tidak mengizinkan,” ujar pelaksana proyek pelebaran jalan, Dewa Wardianta. Ia juga mengaku sempat berkoordinasi dengan Bendesa Adat Gilimanuk, I Ketut Galung, untuk minta izin meneban pohon itu. Tetapi, Bendesa juga tidak berani mengizinkan.
Sesuai petunjuk niskala, penunggu di pohon yang dikeramatkan warga sekitar itu tidak mau dipindahkan. Apalagi tahun lalu, sesuai pengalaman rekannya, ketika melaksanakan proyek drainase di Sumber Kelampok, Buleleng, ada pohon kepuh yang dianggap keramat, namun ikut ditebang. Akhirnya, buruh yang menebang pohon itu diketahui meninggal dunia. Begitu juga yang menyuruh menebang, mengalami kecelakaan lalu lintas. “Kami tidak berani juga karena ada pengalaman begitu. Lebih baik dicarikan solusi terbaik,” jelasnya. *ode
Komentar