Sindir Penyusunan APBD Ugal-ugalan
Pastika Minta Pilih Pemimpin dengan Kebijakan Publik yang Baik
Pastika mengatakan dengan perolehan 33 kursi PDI Perjuangan atau 60 persen dari total 55 kursi di DPRD Bali dari hasil Pemilu 2019, sebaiknya harus ada calon lain yang dimunculkan agar jangan sampai jago dari PDIP melawan kotak kosong
DENPASAR, NusaBali
Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Made Mangku Pastika mengajak mahasiswa di Bali untuk berpikir kritis dalam Pilkada Serentak 2024, sehingga nantinya dapat terpilih pemimpin yang terbaik. Pastika yang juga Gubernur Bali periode 2008-2013 dan 2013-2018 ini mengajak pilih pemimpin dengan kebijakan publik yang baik, sehingga penyusunan APBD tidak ugal-ugalan.
“Suka tidak suka, para pemimpin Bali di tingkat provinsi dan kabupaten serta anggota legislatif akan mempengaruhi nasib kita lima tahun ke depan,” kata Pastika dalam acara Sosialisasi Empat Konsensus Berbangsa di Universitas Warmadewa, Denpasar, Jumat (15/3).
Sosialisasi Empat Konsensus Berbangsa kemarin bertajuk Pilkada Serentak 2024: Mencari Kepala Daerah yang Mampu Mengimplementasikan Empat Konsensus Bangsa. Sosialisasi menghadirkan narasumber pengamat ekonomi dan kebijakan publik, I Gede Sudibya dan akademisi dari FISIP Universitas Warmadewa, Anastacia Novlina Nurak SIP, MIP.
Di hadapan akademisi dan mahasiswa, Pastika mengatakan salah memilih pemimpin risikonya sangat besar terhadap nasib satu daerah. Terutama dalam pelaksanaan kebijakan publik dan penyusunan APBD. “Kita tidak boleh salah pilih pemimpin. Jika pemimpin yang terpilih tidak memiliki kapabilitas, maka kebijakan publiknya akan kacau dan menyusun APBD secara ugal-ugalan,” ujar Anggota Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Dapil Bali ini.
Menurut Pastika, seorang gubernur maupun bupati/wali kota, selain sebagai seorang pemimpin, juga merupakan seorang manajer yang harus mampu mengelola berbagai sumber daya yang dimiliki. Seperti APBD Provinsi Bali yang dikelola besarnya lebih dari Rp 7 triliun. Selain itu ada 12.000 Aparatur Sipil Negara (ASN) yang membantu untuk menggerakkan roda pembangunan. “Dikaitkan dengan konsensus berbangsa, jika pemimpin daerah tidak Pancasilais, maka dia hanya akan memikirkan kepentingan partainya sendiri dan tidak berpihak pada kepentingan orang banyak serta alergi terhadap kritik,” ujar Ketua Tim Investigasi Bom Bali 2002 ini.
Mantan Kapolda Bali ini menambahkan, tata kelola pemerintahan yang baik dan demokratis, setidaknya memenuhi tiga prinsip yakni akuntabilitas, transparansi dan partisipasi publik. Selanjutnya dikaitkan dengan kondisi perpolitikan di Bali, kata Pastika, maka untuk figur calon Gubernur Bali sangat tergantung pada calon yang akan dimunculkan oleh empat parpol dengan perolehan kursi tertinggi di DPRD Bali yakni PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra dan Demokrat.
Pastika mengatakan dengan perolehan 33 kursi PDI Perjuangan atau 60 persen dari total 55 kursi di DPRD Bali dari hasil Pemilu 2019, sebaiknya harus ada calon lain yang dimunculkan agar jangan sampai jago dari PDIP melawan kotak kosong.
Sementara I Gde Sudibya selaku pengamat ekonomi dan kebijakan publik mengatakan semestinya pemimpin Bali ke depan juga dapat melanjutkan praktik-praktik kebijakan publik yang baik, yang sudah dilakukan pemimpin sebelumnya. “Bali memerlukan pemimpin dengan karakter yang kuat. Sektor kesehatan, pendidikan dan kebersihan hendaknya menjadi tiga hal yang harus diprioritaskan para pemimpin Bali ke depan,” ujar Sudibya.
Sekedar dicatat, Pilkada Serentak 2024 pada 27 November 2024 mendatang, pemilihan kepala daerah meliputi Pilgub Bali, Pilkada Denpasar, Badung, Tabanan, Jembrana, Buleleng, Bangli, Karangasem, Klungkung dan Gianyar.n ant
1
Komentar