Sindikat Penipu Dijuk, Setahun Raup Rp 20 T
Dari 27 WNA China dan Taiwan yang ditangkap, hanya 6 orang yang miliki paspor. Setahun beraksi kumpulkan Rp 20 triliun, tiap orang dapat bayaran Rp 20 juta per bulan.
MANGUPURA, NusaBali
Petugas gabungan dari Interpol, Mabes Polri, dan Polda Bali menggerebek sebuah vila yang terletak di Jalan Taman Lawangan, Banjar Mumbul, Desa Adat Bualu, Kelurahan Benoa, Kuta Selatan, Badung, Sabtu (29/7) sekitar pukul 14.30 Wita. Penggerebekan vila mewah tersebut karena terindikasi dijadikan markas sindikat pelaku kejahatan siber internasional.
Dari dalam vila tiga lantai tersebut, petugas berhasil mengamankan 27 orang warga negara asing (WNA) dan 4 warga negara Indonesia. Dari lokasi, petugas mengamankan puluhan alat komunikasi dan beberapa laptop.
Selain di kawasan Kuta Selatan, Badung, petugas juga mendatangi vila di Jalan Kutat Lestari, Sanur, Denpasar Selatan. Namun, di sini petugas tidak mendapatkan hasil. Diduga otak sindikat yang tinggal di Sanur ini sudah terlebih dahulu kabur.
Penggerebekan vila tersebut setelah petugas International Police (Interpol) mengendus adanya aktivitas mencurigakan dari vila yang terletak di Jalan Taman Lawangan, Banjar Mumbul, Desa Adat Bualu, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Atas temuan itu, Interpol kemudian berkoordinasi dengan tim Cyber Crime Mabes Polri. Nah, dari analisa tim mabes juga ditemukan adanya komunikasi mencurigakan ke China. Penyelidikan selanjutnya dikoordinasikan dengan Polda Bali. Polisi kemudian turun ke lokasi dan melakukan penyelidikan dalam kurun waktu sebulan lebih. Setelah berhasil mengidentifikasi lokasi vila yang menjadi markas penipuan tersebut, anggota gabungan dari Interpol, Mabes Polri, dan Polda Bali kemudian turun ke TKP dan melakukan penggerebekan. Dalam penggerebekan tersebut, para tersangka tidak berkutik karena puluhan petugas gabungan sudah mengepung bangunan seluas 5 are yang dikelilingi tembok setinggi 3 meter. Di dalam bangunan berlantai III itu, petugas mengamankan 27 orang WNA yang terdiri dari
17 warga negara China (8 laki-laki dan 9 perempuan), 10 warga negara Taiwan, dan 4 warga negara Indonesia.
Saat polisi berada di dalam vila, para tersangka mencoba kabur melalui sebuah tembok yang dijebol di bagian belakang. Polisi yang sudah mengepung lokasi berhasil menangkap satu per satu para tersangka yang mencoba kabur. Di dalam vila itu, polisi mengamankan para tersangka yang merupakan sindikat yang masih berusia muda. Dari tangan mereka, petugas mengamankan 25 telepon, 15 laptop, dan puluhan telepon gengam. “Selanjutnya kami lakukan pemeriksaan terhadap tersangka perihal aktivitas mereka dan juga peran mereka selama melakukan aksi kejahatan transnasional (penipuan online),” ujar Kepala Tim Satgashus Mabes Polri Kombes Pol Tornado Sihombing, usai melakukan penggeledahan di lokasi.
Menurut dia, para tersangka sudah beroperasi selama 1 tahun belakangan di Bali dan sudah dua kali berpindah tempat. Di lokasi penggerebekan di Mumbul, Kelurahan Benoa, tersangka ini sudah beraksi selama setahun dan bisa meraup Rp 20 triliun selama setahun. Para tersangka diupah Rp 20 juta per bulan untuk satu orang. Terkait tujuan atau korban aksi kejahatan para tersangka ini adalah warga negara Taiwan sendiri dan pejabat yang memiliki kasus. Sehingga mereka melakukan pemerasan.
“Mereka ini bertebaran di Indonesia termasuk di Bali ini. Kami sudah pantau pergerakan mereka ini sejak sebulan lebih. Ini berdasarkan koordinasi dengan pihak kepolisian China,” imbuh Kombes Sihombing. Disebutkan, para tersangka hanya 6 orang yang memiliki paspor.
Dijelaskannya, para tersangka WNA ini memiliki peran mereka masing-masing. Sedangkan 4 orang WNI yang ikut diamankan berperan sebagai sopir dan mengurus keperluan hidup para tersangka selama di Bali. Semuanya ikut dikeler ke Mapolda Bali untuk pendalaman lebih lanjut. Diakui Kombes Sihombing, lokasi kedua yang ditargetkan adalah di Jalan Kutat Lestari, Sanur, Densel. Namun, dari lokasi tersebut, terduga atau pelaku yang mengkoordinir puluhan WNA itu berhasil lolos. “Memang yang di sana (Jalan Kutat Letari) ini orang yang di atasnya. Dia mengarah pada para tersangka yang kita amankan di sini (Mumbul, Kelurahan Benoa),” tuturnya. Dikatakannya, para tersangka secepatnya akan diproses dan dikirim ke Mabes Polri untuk pendalaman lebih lanjut.
Direskrimsus Polda Bali Kombes Kennedy yang ikut dalam aksi tersebut, mengatakan penggerebekan markas sindikat penipuan asal China dan Taiwan ini berawal dari laporan Kepolisian China. Disebutkan, ada sindikat penipuan melalui telepon di China dan Taiwan yang beroperasi di wilayah Bali.
Setelah ditelusuri, ternyata sindikat tersebut menggunakan salah satu rumah mewah di kawasan Mumbul, Kelurahan Benoa, Kuta Selatan untuk menjalankan aksinya. Setelah memastikan lokasi, petugas langsung melakukan penggerebekan. “Sekarang 31 orang yang diamankan sedang diperiksa. Selanjutnya akan langsung dideportasi ke negaranya,” jelas Kombes Kennedy.
Sementara itu, Lurah Benoa I Wayan Solo membenarkan penggerebekan tersebut. Menurutnya, dalam menangani WNA, pihak kelurahan bersama jajarannya kesulitan. Menurutnya WNA kini tahun aturan yang ada di Indonesia. Setiap kali pihak kelurahan melakukan sidak, WNA enggan memberikan dokumen dan tak mau menghiraukan petugas.
Dikatakannya, kejadian ini akan dijadikan sebagai pelajaran yang patut dan harus diantisipasi untuk ke depannya. Pihaknya akan merapatkan barisan dengan para kepala lingkungan (kaling) se–Kelurahan Benoa. Ke depannya agar kepala lingkungan lebih antisipatif.
Dirinya juga tak menampik kini banyak WNA yang mengontrak rumah kos atau vila. Menurutnya kejadian ini bisa diadopsi dalam peraturan adat dalam bentuk awig-awig. “Biasanya kalau aturan itu lebih mengarah ke adat yang dinamakan awig-awig. Tetapi kalau di pemerintahan tak bisa, karena kami adalah pelaksana aturan. Sebagai masyarakat saya berjanji untuk mendorong agar hal ini teradopsi di dalam aturan adat (awig-awig). Dalam awig-awig itu ada tiga bagan besar yakni parahyangan, pawongan, dan palemahan,” ujar Wayan Solo.
Kepala Lingkungan (Kaling) Mumbul I Nyoman Astawa mengaku bahwa puluhan WNA asal China itu telah mengontrak vila yang berada di lingkungannya sejak tahun 2016. Selama setahun mereka menghuni vila itu tak terdeteksi aktivitas yang mencurigakan, karena pergerakan mereka tak terlalu mencolok. Penghuni vila itu juga sangat tertutup.
“Vila itu sangat tertutup. Kami tak bisa melakukan pemeriksaan penduduk karena penghuninya WNA. Kita ketahui bersama WNA itu sangat private,” kata Nyoman Astawa.
Dia menginginkan agar ada aturan yang mengatur pemilik kontrakan. Pihaknya mengaku tak bisa memberikan sanksi terhadap pemilik kontrakan karena memang belum ada aturan adatnya. “Pemilik vila bukan orang asli di sini. Terkait status vila apakah itu kontrak atau pindah tangan, saya tak tahu karena urusannya tak melibatkan kaling. Luas vilanya sekitar lima are. Namun saya belum mengetahui kondisi persis di dalamnya,” ucapnya.
Hampir dua tahun yang lalu, tepatnya Kamis (20 Agustus 2015), komplotan cyber crime (kejahatan dunia maya) asal China ditangkap pihak Imigrasi Khusus Kelas I Denpasar. Sebanyak 47 WNA asal China dan seorang dari Taiwan, diciduk dari sebuah vila elite di kawasan Jalan Goa Gong, Desa Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Untuk mengelabui aksi kejahatan itu dari pantauan petugas, komplotan ini sengaja menyewa vila elite untuk dijadikan ‘markas’ pengendalian kejahatan lintas negara.
Tempat kejadian perkara (TKP), Vila Bali Resident di Jalan Goa Gong Nomor 5 Desa Jimbaran, Kuta Selatan, ini berada di kompleks yang diapit oleh belasan vila. Vila yang sudah jadi objek pengawasan petugas Imigrasi, ini dilengkapi tempat parkir mobil/garasi bawah tanah.
Di garasi bawah tanah inilah, komplotan cyber crime ini membangun bilik-bilik menyerupai bilik di dalam warnet. Tembok garasi ini nyaris seluruhnya ditempeli peredam suara. Peredam suara berwarna hitam ini juga membuat sinar lampu pendar tidak bisa tembus ke luar ruangan.
Di dalam garasi bawah tanah ini terdapat sedikitnya 30 bilik yang sudah dilengkapi dengan peredam suara. Dari penggerebekan tersebut, petugas berhasil mengamankan puluhan perangkat telepon, laptop, dan peralatan elektronik lainnya yang digunakan untuk melancarkan aksinya.
Menurut Plt Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai Tieldwight Sabaru, Jumat (21/8/2015), penggerebekan siang itu dilakukan dengan 14 petugas Imigrasi. Sebelum terjun melakukan penggerebekan, petugas sudah mengintai aktivitas mencurigakan dari vila tersebut. Nah, saat petugas masuk, Kamis siang pukul 14.30 Wita, ternyata benar vila tersebut jadi markas aksi kejahatan online.
“Sesuai SOP, petugas mencoba mengetuk pintu terlebih dulu. Namun, karena tidak digubris penghuninya dari dalam, maka petugas langsung masuk paksa,” kata Tieldwight Sabaru. *dar, rez, cr64
Dari dalam vila tiga lantai tersebut, petugas berhasil mengamankan 27 orang warga negara asing (WNA) dan 4 warga negara Indonesia. Dari lokasi, petugas mengamankan puluhan alat komunikasi dan beberapa laptop.
Selain di kawasan Kuta Selatan, Badung, petugas juga mendatangi vila di Jalan Kutat Lestari, Sanur, Denpasar Selatan. Namun, di sini petugas tidak mendapatkan hasil. Diduga otak sindikat yang tinggal di Sanur ini sudah terlebih dahulu kabur.
Penggerebekan vila tersebut setelah petugas International Police (Interpol) mengendus adanya aktivitas mencurigakan dari vila yang terletak di Jalan Taman Lawangan, Banjar Mumbul, Desa Adat Bualu, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Atas temuan itu, Interpol kemudian berkoordinasi dengan tim Cyber Crime Mabes Polri. Nah, dari analisa tim mabes juga ditemukan adanya komunikasi mencurigakan ke China. Penyelidikan selanjutnya dikoordinasikan dengan Polda Bali. Polisi kemudian turun ke lokasi dan melakukan penyelidikan dalam kurun waktu sebulan lebih. Setelah berhasil mengidentifikasi lokasi vila yang menjadi markas penipuan tersebut, anggota gabungan dari Interpol, Mabes Polri, dan Polda Bali kemudian turun ke TKP dan melakukan penggerebekan. Dalam penggerebekan tersebut, para tersangka tidak berkutik karena puluhan petugas gabungan sudah mengepung bangunan seluas 5 are yang dikelilingi tembok setinggi 3 meter. Di dalam bangunan berlantai III itu, petugas mengamankan 27 orang WNA yang terdiri dari
17 warga negara China (8 laki-laki dan 9 perempuan), 10 warga negara Taiwan, dan 4 warga negara Indonesia.
Saat polisi berada di dalam vila, para tersangka mencoba kabur melalui sebuah tembok yang dijebol di bagian belakang. Polisi yang sudah mengepung lokasi berhasil menangkap satu per satu para tersangka yang mencoba kabur. Di dalam vila itu, polisi mengamankan para tersangka yang merupakan sindikat yang masih berusia muda. Dari tangan mereka, petugas mengamankan 25 telepon, 15 laptop, dan puluhan telepon gengam. “Selanjutnya kami lakukan pemeriksaan terhadap tersangka perihal aktivitas mereka dan juga peran mereka selama melakukan aksi kejahatan transnasional (penipuan online),” ujar Kepala Tim Satgashus Mabes Polri Kombes Pol Tornado Sihombing, usai melakukan penggeledahan di lokasi.
Menurut dia, para tersangka sudah beroperasi selama 1 tahun belakangan di Bali dan sudah dua kali berpindah tempat. Di lokasi penggerebekan di Mumbul, Kelurahan Benoa, tersangka ini sudah beraksi selama setahun dan bisa meraup Rp 20 triliun selama setahun. Para tersangka diupah Rp 20 juta per bulan untuk satu orang. Terkait tujuan atau korban aksi kejahatan para tersangka ini adalah warga negara Taiwan sendiri dan pejabat yang memiliki kasus. Sehingga mereka melakukan pemerasan.
“Mereka ini bertebaran di Indonesia termasuk di Bali ini. Kami sudah pantau pergerakan mereka ini sejak sebulan lebih. Ini berdasarkan koordinasi dengan pihak kepolisian China,” imbuh Kombes Sihombing. Disebutkan, para tersangka hanya 6 orang yang memiliki paspor.
Dijelaskannya, para tersangka WNA ini memiliki peran mereka masing-masing. Sedangkan 4 orang WNI yang ikut diamankan berperan sebagai sopir dan mengurus keperluan hidup para tersangka selama di Bali. Semuanya ikut dikeler ke Mapolda Bali untuk pendalaman lebih lanjut. Diakui Kombes Sihombing, lokasi kedua yang ditargetkan adalah di Jalan Kutat Lestari, Sanur, Densel. Namun, dari lokasi tersebut, terduga atau pelaku yang mengkoordinir puluhan WNA itu berhasil lolos. “Memang yang di sana (Jalan Kutat Letari) ini orang yang di atasnya. Dia mengarah pada para tersangka yang kita amankan di sini (Mumbul, Kelurahan Benoa),” tuturnya. Dikatakannya, para tersangka secepatnya akan diproses dan dikirim ke Mabes Polri untuk pendalaman lebih lanjut.
Direskrimsus Polda Bali Kombes Kennedy yang ikut dalam aksi tersebut, mengatakan penggerebekan markas sindikat penipuan asal China dan Taiwan ini berawal dari laporan Kepolisian China. Disebutkan, ada sindikat penipuan melalui telepon di China dan Taiwan yang beroperasi di wilayah Bali.
Setelah ditelusuri, ternyata sindikat tersebut menggunakan salah satu rumah mewah di kawasan Mumbul, Kelurahan Benoa, Kuta Selatan untuk menjalankan aksinya. Setelah memastikan lokasi, petugas langsung melakukan penggerebekan. “Sekarang 31 orang yang diamankan sedang diperiksa. Selanjutnya akan langsung dideportasi ke negaranya,” jelas Kombes Kennedy.
Sementara itu, Lurah Benoa I Wayan Solo membenarkan penggerebekan tersebut. Menurutnya, dalam menangani WNA, pihak kelurahan bersama jajarannya kesulitan. Menurutnya WNA kini tahun aturan yang ada di Indonesia. Setiap kali pihak kelurahan melakukan sidak, WNA enggan memberikan dokumen dan tak mau menghiraukan petugas.
Dikatakannya, kejadian ini akan dijadikan sebagai pelajaran yang patut dan harus diantisipasi untuk ke depannya. Pihaknya akan merapatkan barisan dengan para kepala lingkungan (kaling) se–Kelurahan Benoa. Ke depannya agar kepala lingkungan lebih antisipatif.
Dirinya juga tak menampik kini banyak WNA yang mengontrak rumah kos atau vila. Menurutnya kejadian ini bisa diadopsi dalam peraturan adat dalam bentuk awig-awig. “Biasanya kalau aturan itu lebih mengarah ke adat yang dinamakan awig-awig. Tetapi kalau di pemerintahan tak bisa, karena kami adalah pelaksana aturan. Sebagai masyarakat saya berjanji untuk mendorong agar hal ini teradopsi di dalam aturan adat (awig-awig). Dalam awig-awig itu ada tiga bagan besar yakni parahyangan, pawongan, dan palemahan,” ujar Wayan Solo.
Kepala Lingkungan (Kaling) Mumbul I Nyoman Astawa mengaku bahwa puluhan WNA asal China itu telah mengontrak vila yang berada di lingkungannya sejak tahun 2016. Selama setahun mereka menghuni vila itu tak terdeteksi aktivitas yang mencurigakan, karena pergerakan mereka tak terlalu mencolok. Penghuni vila itu juga sangat tertutup.
“Vila itu sangat tertutup. Kami tak bisa melakukan pemeriksaan penduduk karena penghuninya WNA. Kita ketahui bersama WNA itu sangat private,” kata Nyoman Astawa.
Dia menginginkan agar ada aturan yang mengatur pemilik kontrakan. Pihaknya mengaku tak bisa memberikan sanksi terhadap pemilik kontrakan karena memang belum ada aturan adatnya. “Pemilik vila bukan orang asli di sini. Terkait status vila apakah itu kontrak atau pindah tangan, saya tak tahu karena urusannya tak melibatkan kaling. Luas vilanya sekitar lima are. Namun saya belum mengetahui kondisi persis di dalamnya,” ucapnya.
Hampir dua tahun yang lalu, tepatnya Kamis (20 Agustus 2015), komplotan cyber crime (kejahatan dunia maya) asal China ditangkap pihak Imigrasi Khusus Kelas I Denpasar. Sebanyak 47 WNA asal China dan seorang dari Taiwan, diciduk dari sebuah vila elite di kawasan Jalan Goa Gong, Desa Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Untuk mengelabui aksi kejahatan itu dari pantauan petugas, komplotan ini sengaja menyewa vila elite untuk dijadikan ‘markas’ pengendalian kejahatan lintas negara.
Tempat kejadian perkara (TKP), Vila Bali Resident di Jalan Goa Gong Nomor 5 Desa Jimbaran, Kuta Selatan, ini berada di kompleks yang diapit oleh belasan vila. Vila yang sudah jadi objek pengawasan petugas Imigrasi, ini dilengkapi tempat parkir mobil/garasi bawah tanah.
Di garasi bawah tanah inilah, komplotan cyber crime ini membangun bilik-bilik menyerupai bilik di dalam warnet. Tembok garasi ini nyaris seluruhnya ditempeli peredam suara. Peredam suara berwarna hitam ini juga membuat sinar lampu pendar tidak bisa tembus ke luar ruangan.
Di dalam garasi bawah tanah ini terdapat sedikitnya 30 bilik yang sudah dilengkapi dengan peredam suara. Dari penggerebekan tersebut, petugas berhasil mengamankan puluhan perangkat telepon, laptop, dan peralatan elektronik lainnya yang digunakan untuk melancarkan aksinya.
Menurut Plt Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai Tieldwight Sabaru, Jumat (21/8/2015), penggerebekan siang itu dilakukan dengan 14 petugas Imigrasi. Sebelum terjun melakukan penggerebekan, petugas sudah mengintai aktivitas mencurigakan dari vila tersebut. Nah, saat petugas masuk, Kamis siang pukul 14.30 Wita, ternyata benar vila tersebut jadi markas aksi kejahatan online.
“Sesuai SOP, petugas mencoba mengetuk pintu terlebih dulu. Namun, karena tidak digubris penghuninya dari dalam, maka petugas langsung masuk paksa,” kata Tieldwight Sabaru. *dar, rez, cr64
Komentar