nusabali

Desa Adat Kesiman Kembali Gelar Tradisi Ngerebong

Kerap Disebut Magalung di Kesiman atau Ngereh Lemah

DENPASAR, NusaBali - Krama Desa Adat Kesiman kembali menggelar prosesi atau tradisi Ngerebong di Pura Agung Petilan Pengerebongan, Desa Adat Kesiman, Denpasar Timur pada Redita Pon Medangsia, Minggu (17/3). Tradisi yang dilaksanakan 6 bulan sekali (kalender Bali) ini kerap disebut Magalung di Kesiman atau Ngereh Lemah.

Sebelum prosesi dimulai, diawali dengan persembahyangan. Pralingga, tapakan, barong, maupun rangda diusung dari utama mandala Pura Agung Petilan Pengerebongan menuju madya mandala sekitar pukul 16.00 Wita.

Puluhan krama atau pamedek yang kerauhan masing-masing dibopong dua orang pengabih. Setelah turun tangga, peserta menuju arah utara mengelilingi wantilan dengan putaran melawan arah jarum jam sebanyak tiga kali yang disebut maider buwana. Peserta pun berbaris dan puluhan orang baik lelaki maupun perempuan berteriak, histeris, menangis yang diiringi dengan suara gamelan yang bersemangat.

Beberapa pengayah dengan membawa keris juga ikut berkeliling. Ketika putaran sampai di depan tangga pintu masuk utama mandala, mereka yang kerauhan utamanya yang lelaki akan berteriak lalu meminta keris. Setelah keris diserahkan mereka akan menusuk bagian dada maupun leher mereka sekuat-kuatnya.

Bendesa Adat Kesiman Jero Mangku Ketut Wisna mengatakan 10.000 lebih pamedek melakukan persembahyangan ke pura saat prosesi ini digelar. “Itu baru yang di wilayah Kesiman, belum lagi dari luar. Karena ada pamedek dari Pemogan, Sanur, dan beberapa desa lainnya,” ujarnya.

Persembahyangan tersebut sudah bisa dilakukan mulai pukul 08.00 Wita. Pada pukul 10.00 Wita, Ida Bhatara mulai ngelunganin atau hadir ke pura yang sudah diatur untuk Kesiman Petilan, Kesiman Kertalangu maupun Kelurahan Kesiman.

Jero Wisna mengatakan, Ngerebong memiliki filosofi melaksanakan pembersihan alam semesta sekala niskala. Hal ini dikarenakan ada prosesi nguntar bumi, di mana poleng Kesiman diturunkan untuk pembersihan alam semesta sekala niskala.

Menurutnya, Ngerebong kerap disebut sebagai Magalung di Kesiman. “Karena seperti suasana Galungan, masyarakat berbelanja membeli jajan, daging babi, kemudian juga dipersembahkan seperti layaknya Galungan,” kata Jro Wisna.

Selain itu, ada juga yang menyebut Ngerebong dengan sebutan Ngereh Lemah. “Karean ada ritual ngunying (ngurek, menusuk tubuh dengan keris dalam kondisi trance) dan dilaksanakan saat matahari masih ada. “Kan biasanya dilakukan saat malam prosesi seperti itu, sementara di Kesiman saat matahari terang,” tandas Jro Wisna. 7 mis

Komentar