Jelang Pilkada, Mahasiswa Diminta Berpikir Kritis
"Kita tidak boleh salah pilih pemimpin. Jika pemimpin yang terpilih tidak memiliki kapabilitas, maka kebijakan publiknya akan kacau dan menyusun APBD secara ugal-ugalan,"
DENPASAR, NusaBali
Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Made Mangku Pastika mengajak mahasiswa di Provinsi Bali dapat berpikir kritis terkait calon pemimpin daerah menjelang tahapan Pilkada Serentak 2024, sehingga nantinya dapat terpilih pemimpin yang terbaik.
"Suka tidak suka, para pemimpin Bali di tingkat provinsi dan kabupaten serta anggota legislatif akan mempengaruhi nasib kita lima tahun ke depan," kata Pastika dalam acara Sosialisasi Empat Konsensus Berbangsa di Universitas Warmadewa, Denpasar, Jumat (15/3).
Sosialisasi Empat Konsensus Berbangsa itu bertajuk Pilkada Serentak 2024: Mencari Kepala Daerah yang Mampu Mengimplementasikan Empat Konsensus Bangsa dengan menghadirkan narasumber I Gde Sudibya (pengamat ekonomi dan kebijakan publik) dan Anastacia Novlina Nurak SIP, MIP (dosen FISIP Universitas Warmadewa).
"Kita tidak boleh salah pilih pemimpin. Jika pemimpin yang terpilih tidak memiliki kapabilitas, maka kebijakan publiknya akan kacau dan menyusun APBD secara ugal-ugalan," ujar Pastika yang juga anggota Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu.
Menurut Pastika, seorang gubernur maupun bupati/wali kota, selain mereka itu seorang pemimpin, juga merupakan seorang manajer yang harus mampu mengelola berbagai sumber daya yang dimiliki. APBD yang dikelola lebih dari Rp7 triliun, selain itu ada 12 ribu ASN yang membantu untuk menggerakkan roda pembangunan.
"Dikaitkan dengan konsensus berbangsa, jika pemimpin daerah tidak Pancasilais, maka ia hanya akan memikirkan kepentingan partainya sendiri dan tidak berpihak pada kepentingan orang banyak serta alergi terhadap kritik," ujarnya.
Pastika menambahkan, tata kelola pemerintahan yang baik dan demokratis, setidaknya memenuhi tiga prinsip yakni akuntabilitas, transparansi dan partisipasi publik.
Selanjutnya dikaitkan dengan kondisi perpolitikan di Bali, kata Pastika, maka untuk figur calon Gubernur Bali sangat tergantung pada calon yang akan dimunculkan oleh empat parpol dengan perolehan kursi tertinggi di DPRD Bali yakni PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra dan Demokrat.
Pastika mengatakan dengan perolehan 33 kursi PDI Perjuangan atau 60 persen dari total 55 kursi di DPRD Bali, sebaiknya harus ada calon lain yang dimunculkan agar jangan sampai jago dari PDIP melawan kotak kosong.
Sementara itu, I Gde Sudibya selaku pengamat ekonomi dan kebijakan publik mengatakan semestinya pemimpin Bali ke depan juga dapat melanjutkan praktik-praktik kebijakan publik yang baik, yang sudah dilakukan pemimpin sebelumnya.
"Bali memerlukan pemimpin dengan karakter yang kuat. Sektor kesehatan, pendidikan dan kebersihan hendaknya menjadi tiga hal yang harus diprioritaskan para pemimpin Bali ke depan," ucap Sudibya yang juga mantan anggota MPR utusan daerah Bali itu.
Dosen FISIP Universitas Warmadewa Anastacia Novlina Nurak SIP, MIP memaparkan terkait pentingnya keterlibatan perempuan dalam ranah politik.
Selain itu juga diulas mengenai peran seorang ibu sebagai aktor utama dalam pengenalan sejak dini Empat Konsensus Bangsa dalam lingkungan keluarga. Keluarga merupakan institusi sosial terkecil dalam negara. 7 ant
Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Made Mangku Pastika mengajak mahasiswa di Provinsi Bali dapat berpikir kritis terkait calon pemimpin daerah menjelang tahapan Pilkada Serentak 2024, sehingga nantinya dapat terpilih pemimpin yang terbaik.
"Suka tidak suka, para pemimpin Bali di tingkat provinsi dan kabupaten serta anggota legislatif akan mempengaruhi nasib kita lima tahun ke depan," kata Pastika dalam acara Sosialisasi Empat Konsensus Berbangsa di Universitas Warmadewa, Denpasar, Jumat (15/3).
Sosialisasi Empat Konsensus Berbangsa itu bertajuk Pilkada Serentak 2024: Mencari Kepala Daerah yang Mampu Mengimplementasikan Empat Konsensus Bangsa dengan menghadirkan narasumber I Gde Sudibya (pengamat ekonomi dan kebijakan publik) dan Anastacia Novlina Nurak SIP, MIP (dosen FISIP Universitas Warmadewa).
"Kita tidak boleh salah pilih pemimpin. Jika pemimpin yang terpilih tidak memiliki kapabilitas, maka kebijakan publiknya akan kacau dan menyusun APBD secara ugal-ugalan," ujar Pastika yang juga anggota Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu.
Menurut Pastika, seorang gubernur maupun bupati/wali kota, selain mereka itu seorang pemimpin, juga merupakan seorang manajer yang harus mampu mengelola berbagai sumber daya yang dimiliki. APBD yang dikelola lebih dari Rp7 triliun, selain itu ada 12 ribu ASN yang membantu untuk menggerakkan roda pembangunan.
"Dikaitkan dengan konsensus berbangsa, jika pemimpin daerah tidak Pancasilais, maka ia hanya akan memikirkan kepentingan partainya sendiri dan tidak berpihak pada kepentingan orang banyak serta alergi terhadap kritik," ujarnya.
Pastika menambahkan, tata kelola pemerintahan yang baik dan demokratis, setidaknya memenuhi tiga prinsip yakni akuntabilitas, transparansi dan partisipasi publik.
Selanjutnya dikaitkan dengan kondisi perpolitikan di Bali, kata Pastika, maka untuk figur calon Gubernur Bali sangat tergantung pada calon yang akan dimunculkan oleh empat parpol dengan perolehan kursi tertinggi di DPRD Bali yakni PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra dan Demokrat.
Pastika mengatakan dengan perolehan 33 kursi PDI Perjuangan atau 60 persen dari total 55 kursi di DPRD Bali, sebaiknya harus ada calon lain yang dimunculkan agar jangan sampai jago dari PDIP melawan kotak kosong.
Sementara itu, I Gde Sudibya selaku pengamat ekonomi dan kebijakan publik mengatakan semestinya pemimpin Bali ke depan juga dapat melanjutkan praktik-praktik kebijakan publik yang baik, yang sudah dilakukan pemimpin sebelumnya.
"Bali memerlukan pemimpin dengan karakter yang kuat. Sektor kesehatan, pendidikan dan kebersihan hendaknya menjadi tiga hal yang harus diprioritaskan para pemimpin Bali ke depan," ucap Sudibya yang juga mantan anggota MPR utusan daerah Bali itu.
Dosen FISIP Universitas Warmadewa Anastacia Novlina Nurak SIP, MIP memaparkan terkait pentingnya keterlibatan perempuan dalam ranah politik.
Selain itu juga diulas mengenai peran seorang ibu sebagai aktor utama dalam pengenalan sejak dini Empat Konsensus Bangsa dalam lingkungan keluarga. Keluarga merupakan institusi sosial terkecil dalam negara. 7 ant
Komentar