Tolak Pemekaran Desa, Masyarakat Adat Dalem Tamblingan Geruduk MDA Bali
DENPASAR, NusaBali.com - Polemik pemekaran Desa Adat Tamblingan di Buleleng kembali mencuat. Bendesa Adat Munduk, Mangku Ketut Ariman, bersama Tim 9 Masyarakat Adat Dalem Tamblingan di Catur Desa disertai puluhan orang mendatangi Majelis Desa Adat (MDA) Bali di Denpasar, Senin (18/3/2024). Tujuannya, meminta pencabutan SK Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) tentang pemekaran tersebut.
"Kedatangan kami ke MDA Bali untuk meminta pencabutan SK MUDP No. 031/Kpts/MUDP Bali/XII/2012 tentang Perubahan atas Keputusan MUDP Bali no. 005/Kpts/MDP Bali/V/2008 tentang Pemekaran Desa Pakraman Tamblingan," tegas Mangku Ariman.
Penolakan pemekaran ini didasari beberapa pertimbangan, antara lain:
- Proses pemekaran cacat hukum dan tidak sesuai kaidah adat.
- Penolakan tegas dari Desa Adat Munduk sebagai desa induk dan Masyarakat Adat Dalem Tamblingan (MADT) di Catur Desa.
- Ketidaksetujuan seluruh pejabat di Kabupaten Buleleng, termasuk Bupati, DPRD, Kapolres, Dandim, Kajari, Majelis Madya dan Majelis Alit MDA Bali.
- Kekhawatiran terhadap kondusivitas wilayah.
Catur Desa Adat Dalem Tamblingan sendiri terdiri atas Desa Gobleg, Munduk, Gesing dan Umajero.
Kronologi kasus ini berawal dari keinginan sekelompok orang di Banjar Tamblingan untuk memisahkan diri dari Desa Adat Munduk. Desa Adat Munduk menolak usulan tersebut dan dikuatkan dengan SK No.2 Tahun 2003.
Namun, pada tahun 2008, MUDP Bali menerbitkan SK Pemekaran Desa Adat Tamblingan meskipun prosesnya cacat hukum dan diwarnai surat pernyataan palsu.
"Kedua petajuh Desa Pakraman Munduk membuat surat pernyataan palsu yang menyatakan Desa Pakraman Munduk menyetujui pemekaran. Atas dasar surat ini, MUDP Bali mengeluarkan SK Pemekaran," terang Putu Ardana, Ketua Tim 9 Masyarakat Adat Dalem Tamblingan (MADT).
Keputusan MUDP Bali ini menuai protes dan berujung pada proses hukum. Pengadilan memutuskan bahwa surat pernyataan kedua petajuh itu palsu dan pelakunya dihukum.
"Meskipun cacat hukum, MUDP Bali tidak mencabut SK pemekaran. Bahkan, mereka mengeluarkan SK baru No. 031/Kpts/MUDP Bali/XII/2012 sebagai penggantinya," ungkap Putu Ardana.
Polemik ini semakin memanas setelah nama Desa Adat Tamblingan dimasukkan dalam lampiran Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat atas usulan MUDP.
"Gubernur Bali sudah memerintahkan Kepala Dinas PMA agar bekerja sama dengan DPRD Bali menghilangkan nama Desa Adat Tamblingan dari lampiran Perda, tetapi sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya," imbuh Putu Ardana.
Bendesa Adat Munduk dan Tim 9 MADT Catur Desa berharap MDA Bali dapat menyelesaikan permasalahan ini dengan bijaksana dan mencabut SK Pemekaran Desa Adat Tamblingan.
"Kami berharap MDA Bali dapat mempertimbangkan aspirasi kami dan mencabut SK Pemekaran yang cacat hukum ini. Kami ingin menjaga keharmonisan dan kondusivitas di wilayah kami," pungkas Mangku Ariman.
Kedatangan sekitar 60 warga dari Masyarakat Adat Dalem Tamblingan ini diterima oleh Petajuh Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Made Wena.
“Kita (sudah) terima, nanti akan disampaikan kepada pengurus harian, kepada pimpinan. Saya akan sampaikan ke pleno pengurus harian, untuk nantinya disikapi,” kata Wena.
Komentar