Perayaan Holi Terbesar Pasca Pandemi Digelar di Lapangan Puputan Badung
DENPASAR, NusaBali.com - Festival Holi kembali dirayakan secara meriah setelah vakum sejak pandemi Covid-19 di Lapangan Puputan Badung, Denpasar, Minggu (24/3/2024) pagi.
Perayaan 'festival warna' yang merupakan tradisi kuno dari India ini dihelat oleh Konsulat Jenderal India di Bali dan Swami Vivekananda Cultural Centre (SVCC) Bali, bersama Balinese-Indian Friendship Association (BIFA).
Sesuai tradisi dari negeri asalnya, Festival Holi dimulai dengan penyalaan lampu. Penyalaan lampu lilin dan semacam obor ini dilakukan secara simbolis oleh Konsul Jenderal Dr Shashank Vikram dan beberapa tokoh Bali, juga tokoh komunitas India di Bali.
"Holi adalah festival kuno India yang biasanya dirayakan selama dua hari. Di hari pertama, kami membakar kayu di hampir semua jalan besar. Pada Hari Holi, kami merayakan festival warna," ujar Dr Vikram ketika ditemui di sela acara.
Kata Dr Vikram, Holi dirayakan pada Purnima (purnama), Bulan Phalguna dalam Kalender Hindu yang biasanya jatuh pada Maret kalender Gregorian. Jelang Holi, anak-anak di India mencari kayu bakar dan mengumpulkannya di suatu tempat selama berbulan-bulan.
Sehari sebelum Hari Raya Holi, kayu yang dikumpulkan itu akan dibakar secara terbuka di jalanan, utamanya di negara bagian Uttarakhand, Punjab, Assam, Kerala, Manipur, Goa, Maharashtra, dan Gujarat.
"Di hari (pertama) Holi, kayu itu dibakar yang menyimbolkan kemenangan kebaikan atas keburukan," imbuh Dr Vikram.
Kemenangan kebaikan atas keburukan ini merujuk ke Narasimhapurana. Di mana, pada akhir Satyayuga, Awatara Wisnu berwujud manusia berkepala singa (Narasinga) ini meleyapkan angkaramurka Raja Hiranyakasipu.
Pada Minggu pagi, festival warna perayaan Holi diawali dengan penampilan tari-tarian khas India dan Hari Holi. Kelompok tari Pratibha Kala Kendra didatangkan langsung dari Braj, Uttar Pradesh, India.
Kelompok tari Charkula ini membawakan empat tarian yakni Bhawai, Mayur Ras, Kalbeliya, dan Barsane Ki Holi. Khususnya Barsane Ki Holi ini disebut berkaitan langsung dengan asal-usul perayaan Holi.
Lantas, perayaan Holi di Bali yang mengusung tema Gulal (serbuk warna Holi) ini dipungkasi dengan melempar Gulal ke satu sama lain. Di mana, hal ini menandai interaksi sosial antara kerabat, sahabat, dan multi golongan.
Ratusan diaspora India, wisatawan asing, dan penduduk lokal Bali lintas golongan turut datang meramaikan perayaan Holi di Lapangan Puputan Badung. Dari warga biasa hingga undangan dan Dr Vikram sendiri tidak dikecualikan dari lemparan Gulal.
Rambut, wajah, dan pakaian dipenuhi warna-warni Gulal. Di saat bersamaan, musik tarian khas Negeri Bollywood terus berkumandang. Begitu pula peserta perayaan Holi yang terus menari sembari melemparkan Gulal.
Festival semakin heboh ketika 'hujan buatan' dari Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Denpasar mengguyur dan membasahi Gulal yang semakin lengket ke tubuh para peraya Holi.
"Holi itu sudah menjadi perayaan antarkaum. Di Indonesia, di Bali ini, bukan saja orang India yang terlibat, warga lokal, dan turis menyatu dan bersatu seperti warna-warni Gulal," tegas Neeta Shamdasani Malhotra, Presiden dan Pendiri BIFA.
Sementara itu, Dr Vikram menuturkan, perayaan Holi kali ini menjadi yang terbesar pasca pandemi Covid-19. Sejak 2020, Holi dirayakan tanpa festival dan baru tahun ini kembali dirayakan secara meriah meski tidak semeriah tahun 2019 yang melibatkan ribuan massa.
"Kami biasanya merayakan seperti ini sebelum Covid. Sejak Covid, kami tidak bisa merayakan semeriah ini jadi ini yang terbesar pasca pandemi," ungkap Dr Vikram.
Selain itu, Dr Vikram menyebut, perayaan Holi di Lapangan Puputan ini justru lebih diramaikan oleh warga lokal. Di mana, antara Bali dan India secara kebudayaan sudah saling terhubung satu sama lain.
Konsul Jenderal yang berlatar belakang pendidikan di bidang kedokteran ini berharap, perayaan Holi semakin menguatkan hubungan Bali, Indonesia, dan India. Di mana, kedua warga negara dapat saling mengenal budaya satu sama lain.
Untuk diketahui, Lapangan Puputan Badung dipilih menjadi perayaan Holi lantaran memiliki latar belakang sejarah hubungan Indonesia-India. Pada tahun 1950 silam, Perdana Menteri pertama India, Pandit Jawaharlal Nehru melakukan kunjungan kenegaraan di Bali.
Area terbuka yang juga disebut Lapangan I Gusti Ngurah Made Agung ini menjadi saksi bisu Jawaharlal Nehru memberikan sambutan di hadapan masyarakat Bali pada momen bersejarah tujuh dekade silam itu. *rat
Sesuai tradisi dari negeri asalnya, Festival Holi dimulai dengan penyalaan lampu. Penyalaan lampu lilin dan semacam obor ini dilakukan secara simbolis oleh Konsul Jenderal Dr Shashank Vikram dan beberapa tokoh Bali, juga tokoh komunitas India di Bali.
"Holi adalah festival kuno India yang biasanya dirayakan selama dua hari. Di hari pertama, kami membakar kayu di hampir semua jalan besar. Pada Hari Holi, kami merayakan festival warna," ujar Dr Vikram ketika ditemui di sela acara.
Kata Dr Vikram, Holi dirayakan pada Purnima (purnama), Bulan Phalguna dalam Kalender Hindu yang biasanya jatuh pada Maret kalender Gregorian. Jelang Holi, anak-anak di India mencari kayu bakar dan mengumpulkannya di suatu tempat selama berbulan-bulan.
Sehari sebelum Hari Raya Holi, kayu yang dikumpulkan itu akan dibakar secara terbuka di jalanan, utamanya di negara bagian Uttarakhand, Punjab, Assam, Kerala, Manipur, Goa, Maharashtra, dan Gujarat.
"Di hari (pertama) Holi, kayu itu dibakar yang menyimbolkan kemenangan kebaikan atas keburukan," imbuh Dr Vikram.
Kemenangan kebaikan atas keburukan ini merujuk ke Narasimhapurana. Di mana, pada akhir Satyayuga, Awatara Wisnu berwujud manusia berkepala singa (Narasinga) ini meleyapkan angkaramurka Raja Hiranyakasipu.
Pada Minggu pagi, festival warna perayaan Holi diawali dengan penampilan tari-tarian khas India dan Hari Holi. Kelompok tari Pratibha Kala Kendra didatangkan langsung dari Braj, Uttar Pradesh, India.
Kelompok tari Charkula ini membawakan empat tarian yakni Bhawai, Mayur Ras, Kalbeliya, dan Barsane Ki Holi. Khususnya Barsane Ki Holi ini disebut berkaitan langsung dengan asal-usul perayaan Holi.
Lantas, perayaan Holi di Bali yang mengusung tema Gulal (serbuk warna Holi) ini dipungkasi dengan melempar Gulal ke satu sama lain. Di mana, hal ini menandai interaksi sosial antara kerabat, sahabat, dan multi golongan.
Ratusan diaspora India, wisatawan asing, dan penduduk lokal Bali lintas golongan turut datang meramaikan perayaan Holi di Lapangan Puputan Badung. Dari warga biasa hingga undangan dan Dr Vikram sendiri tidak dikecualikan dari lemparan Gulal.
Rambut, wajah, dan pakaian dipenuhi warna-warni Gulal. Di saat bersamaan, musik tarian khas Negeri Bollywood terus berkumandang. Begitu pula peserta perayaan Holi yang terus menari sembari melemparkan Gulal.
Festival semakin heboh ketika 'hujan buatan' dari Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Denpasar mengguyur dan membasahi Gulal yang semakin lengket ke tubuh para peraya Holi.
"Holi itu sudah menjadi perayaan antarkaum. Di Indonesia, di Bali ini, bukan saja orang India yang terlibat, warga lokal, dan turis menyatu dan bersatu seperti warna-warni Gulal," tegas Neeta Shamdasani Malhotra, Presiden dan Pendiri BIFA.
Sementara itu, Dr Vikram menuturkan, perayaan Holi kali ini menjadi yang terbesar pasca pandemi Covid-19. Sejak 2020, Holi dirayakan tanpa festival dan baru tahun ini kembali dirayakan secara meriah meski tidak semeriah tahun 2019 yang melibatkan ribuan massa.
"Kami biasanya merayakan seperti ini sebelum Covid. Sejak Covid, kami tidak bisa merayakan semeriah ini jadi ini yang terbesar pasca pandemi," ungkap Dr Vikram.
Selain itu, Dr Vikram menyebut, perayaan Holi di Lapangan Puputan ini justru lebih diramaikan oleh warga lokal. Di mana, antara Bali dan India secara kebudayaan sudah saling terhubung satu sama lain.
Konsul Jenderal yang berlatar belakang pendidikan di bidang kedokteran ini berharap, perayaan Holi semakin menguatkan hubungan Bali, Indonesia, dan India. Di mana, kedua warga negara dapat saling mengenal budaya satu sama lain.
Untuk diketahui, Lapangan Puputan Badung dipilih menjadi perayaan Holi lantaran memiliki latar belakang sejarah hubungan Indonesia-India. Pada tahun 1950 silam, Perdana Menteri pertama India, Pandit Jawaharlal Nehru melakukan kunjungan kenegaraan di Bali.
Area terbuka yang juga disebut Lapangan I Gusti Ngurah Made Agung ini menjadi saksi bisu Jawaharlal Nehru memberikan sambutan di hadapan masyarakat Bali pada momen bersejarah tujuh dekade silam itu. *rat
Komentar