Krama Bali Jangan Sampai Jadi Korban Pinjol
Dari Rapat Koordinasi Pengurus BKS-LPD se-Bali
Pengurus BKS-LPD
Rakor
LPD
Tri Hita Karana
BKS-LPD Provinsi Bali
Pinjaman Online (pinjol)
I Nyoman Cendikiawan
Cendikiawan mengaku prihatin mendengar ada krama desa adat yang mengakses keuangan pakai pinjol. Padahal ada LPD yang memberikan banyak kemudahan.
GIANYAR, NusaBali
Ketua Badan Kerja Sama Lembaga Perkreditan Desa (BKS-LPD) Provinsi Bali I Nyoman Cendikiawan mengimbau kepada krama Bali di desa dan perkotaan, jangan sampai menjadi korban pinjaman online (pinjol). Selain cenderung merugikan, peminjaman uang melalui pinjol atau pun dengan lembaga keuangan lain, tidak memberikan manfaat tambahan kepada desa adat sebegaimana dilakukan LPD.
Hal itu ditegaskannya di sela-sela Rapat Koordinasi Pengurus BKS-LPS Provinsi Bali dan BKS-LPD Kabupaten/Kota dan Kecamatan se-Bali di Kantor BKS-LPD Kabupaten Gianyar, Kamis (28/3). Cendikiawan menegaskan, pinjol dengan pelbagai modusnya bukan persaingan LPD dalam menggerakkan perekonomian masyarakat, terlebih di desa adat. Hanya saja akan menjadi aneh, jika ada krama Bali yang telah punya LPD malah mencari kredit melalui pinjol.
“Kami sangat prihatin mendengar ada krama desa adat yang mengakses keuangan pakai pinjol. Padahal ada LPD yang memberikan banyak kemudahan,” jelas Ketua LPD Talepud, Desa Sebatu, Kecamatan Tegallalang, Gianyar.
Dalam setiap kesempatan, Cendikiawan mengaku telah mewanti-wanti kepada prajuru dan krama desa adat di Bali, bahwa LPD adalah satu-satuanya lembaga keuangan desa adat yang multiguna. Tak hanya bermanfaat untuk kepentingan krama yang menabung dan meminjam uang. LPD juga sangat berperan penting dalam menstimulus pelestarian desa adat yang berbasiskan Tri Hita Karana.
Dia mencontohkan, jika krama membutuhkan kredit, maka urusannya hanya dengan karyawan LPD yang juga krama desa adat sendiri. Sesuai ketentuan, karena LPD milik krama, keuntungan yang diraih LPD pun menjadi milik krama.
“LPD juga wajib mendistribusikan keuntungannya untuk bantuan pembangunan pura, memberikan sumbangan sosial kepada pamangku, kepada krama kurang mampu, termasuk kebutuhan mendesak lainnya,” jelas Ketua BKS–LPD Provinsi Bali tiga periode ini.
Namun, tegas Cendikiawan, sangat berbeda dengan kredit melalui pinjol atau lembaga keuangan lain. Keuntungan yang didapatkan oleh pinjol dan lembaga keuangan lain atas uang yang diinjamkan, tentu tak bermanfaat untuk menstimulus pembangunan desa adat atau dana sosial di desa adat.
“Kami selaku pengelola LPD tentu tak punya kewenangan untuk melarang krama pakai pinjol atau lembaga keuangan lain. Namun, alangkah bijak dan mulia jika setiap krama selalu sadar bahwa LPD itu dari, oleh, dan untuk mereka (krama desa adat). Artinya, mari utamakan kemanfaatan LPD milik sendiri ini,” jelasnya.
Dari beberapa kali berdiskusi dengan para ketua LPD, Cendikiawan menyayangkan adanya krama desa adat yang berbisnis, namun mudah goyah. Dalam arti, mudah memanfaatkan lembaga keuangan non LPD. Padahal ketika merintis usaha dari kecil, mereka sangat dibantu dan dibina dengan kredit LPD.
Tapi, setelah usahanya besar, maka lembaga keuangan lebih besar membidik mereka dengan iming-iming uang cepat cair dan bunga lebih murah. “Semestinya krama ini harus sadar, bahwa keuntungan kredit dari lembaga keuangan luar ini sama sekali tak bermanfaat untuk desa adat. Terpenting, jangan malah jadi lupa dengan LPD karena merasa usahanya sudah besar,” ujarnya.
Terkait studi kasus yang melemahkan posisi LPD dan krama dalam mengakses keuangan, Cendikiawan mengimbau kepada prajuru desa adat, karyawan LPD, dan krama, untuk selalu menanamkan fanatisme kepada LPD. “Dengan ikut bergotong-royong membangun LPD, tak hanya membuat desa adat kuat secara ekonomi, para krama juga akan kasihin olih Ida Bhatara-bhatari di desa adat masing-masing,” tegasnya. 7 lsa
Komentar