Tradisi Siat Jerimpen Tandai Penyineban Karya Agung di Desa Adat Keramas, Blahbatuh, Gianyar
Berlangsung Penuh Suka Cita, Apresiasi Terhadap Krama yang Ikhlas Ngayah
Siat Jerimpen
Tradisi Unik
Sakral
Ngusaba Desa
Ngusaba Nini
Bandesa Adat Keramas
I Nyoman Puja Waisnawa
penyarikan
I Gusti Agung Gde Dharmada
Siat Jerimpen ini merupakan tradisi unik dan sakral yang dilakukan setiap digelar upacara Ngusaba Desa dan Ngusaba Nini yang digelar setiap 30 tahun sekali
GIANYAR, NusaBali
Keriuhan Siat Jerimpen menandai penyineban Karya Mamungkah, Padudusan Agung, Nubung Pedagingan, Tawur Agung, Menawa Ratna di Pura Puseh Desa, Desa Adat Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar pada Saniscara Umanis Pujut, Sabtu (30/3).
Bandesa Adat Keramas I Nyoman Puja Waisnawa didampingi penyarikan I Gusti Agung Gde Dharmada menjelaskan Siat Jerimpen ini dilakukan sehari sebelum hari Penyineban Karya. Prosesi siat jerimpen dilakukan setelah Dewa Hyang Guru dan Dewa Nini krama Desa Adat Keramas mengikuti prosesi ngider bhuwana, mengelilingi wewidangan Desa Adat Keramas.
Krama banjar berbaris mundut tapakan linggih Dewa Hyang Guru dan Dewa Nini, diikuti dengan iring-iringan jerimpen dan gong baleganjur. Sesampai di jaba Pura Puseh lan Desa, pemundut Dewa Hyang Guru dan Dewa Nini berbaris saling berhadapan, dan di tengah-tengahnya barisan jerimpen yang kemudian berkeliling sebanyak tiga kali, dilanjutkan prosesi siat jerimpen.
"Siat Jerimpen ini merupakan tradisi yang unik dan sakral yang dilakukan setiap digelar ngusaba desa dan ngusaba nini yang di Desa Adat Keramas digelar setiap 30 tahun sekali," jelas Nyoman Puja.
Tradisi ini mengekspresikan rasa syukur dan sukacita atas kelancaran, keberhasilan, dan tuntasnya pelaksanaan karya Ngusaba Desa lan Ngusaba Nini yang digelar krama adat, pada 20 Maret 2024, sehari setelah puncak karya di Pura Puseh dan Desa, Desa Adat Keramas. Puncak karya jatuh pada Anggara Kliwon Medangsia, Selasa (19/3) lalu.
Prosesi siat jerimpen ini juga mengekspresikan rasa terima kasih kepada sesama krama adat atas kerja ikhlas (ngayah) yang sudah dilakukan selama penyelenggaraan karya. Jika diibaratkan, jerimpen itu perlambang tangan. Seperti sudah menuntaskan yasakerti pada pelaksanaan karya, krama saling bersalaman, mengapresiasi satu sama lain yang ditandai bertemunya jerimpen satu dengan lainnya.
Setiap pembawa jerimpen adalah perwakilan dari krama adat setiap banjar di Desa Adat Keramas. Dengan berpadunya antar jerimpen, krama adat mengapresiasi usaha atau yasakerti yang dilakukan selama persiapan, saat, dan usai karya.
Sementara, usai siat jerimpen, prosesi selanjutnya dilakukan upakara mudalan Ida Bhatara Pengerajeg dari Pura Puseh Desa ke Pura Taman Pule, Desa Mas, Ubud.
Selanjutnya, upakara penyineban seluruh rangkaian karya dilakukan pada Redite Paing Pahang, Minggu (31/3) dengan prosesi nuwek bagia, nyineb dan upakara metingkeb. Kemudian nyegara gunung di Pantai Masceti pada Soma Pon Pahang, Senin (1/4).
Seperti diberitakan sebelumnya, Karya Mamungkah, Padudusan Agung, Nubung Pedagingan, Tawur Agung, Menawa Ratna, ngusaba desa ngusaba nini di Pura Puseh lan Desa, Desa Adat Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar pernah digelar 34 tahun yang lalu. “Berdasarkan cerita tetua, upacara dengan tingkatan yang sama pernah dilakukan pada tahun 1972 dan tahun 1990,” jelas Nyoman Puja.
Krama Adat Keramas melaksanakan karya di empat pura secara bersamaan yakni Pura Puseh, Pura Desa, Pura Ulun Desa, dan Pura Pancoran Naga Konci. Keempat pura ini merupakan pura kahyangan desa yang diempon sekitar 2.000 KK. Puncak karya berlangsung pada Anggara Kliwon Medangsia, Selasa (19/3). Ida Bhatara nyejer selama 11 hari dan nyineb pada Redite Paing Pahang, Minggu (31/3).
Seluruh proses upacara berakhir pada Soma Pon Pahang, Senin (1/4) mendatang. Karya ini untuk ngrastititiang jagat (mendoakan alam semesta) khususnya Desa Keramas agar tercipta kasukertaan dan keharmonisan di parahyangan, pawongan, dan palemahan. 7 nvi
Komentar