Unik, Ada Makam Keramat di Dalam Rumah Warga
Makam Raden Ahmad Tirto Salim, Salah Satu Wali Pitu di Bali
DENPASAR, NusaBali - Di tengah-tengah rumah seorang warga di Lingkungan/Banjar Sedana Mertha, Kelurahan Ubung, Denpasar terdapat makam yang dikeramatkan. Di makam ini beristirahat salah satu tokoh penyebar Islam keturunan Madura di Pulau Dewata.
Di dalam rumah milik Katubi,74, ini terdapat area makam di dalam bilik ruangan. Makam ini sudah diberi lantai keramik dan sedemikian rupa pusaranya. Katubi juga mengurung makam dengan teralis dan kelambu untuk keamanan.
Satu dari empat tokoh yang beristirahat di makam ini masih merupakan kerabat Katubi sendiri, yakni Raden Ahmad Tirto Salim. Pesyiar Islam keturunan Madura yang menyeberang dari Mataram ke Bali Dwipa di zaman kerajaan.
Tiga makam lainnya merupakan rekan Ahmad Tirto, yakni Jalaluddin Syah dan Ripai Ishak. Kemudian, satu tokoh lainnya adalah sang penemu makam, yaitu tokoh Muslim suku Bugis yang berasal dari Serangan, Abdul Repak alias Syeh Qaharuddin.
"Ahmad Tirto Salim datang dari Mataram ke Bali untuk syiar agama. Beliau terdampar bersama empat orang rekan lainnya di daerah Tuban, Kuta Selatan pada era Kerajaan Badung di Bali," tutur Katubi ketika ditemui di rumahnya pada, Senin (8/4) malam lalu. Lanjut Katubi, Ahmad Tirto sempat ditahan pihak Kerajaan Badung lantaran diduga sebagai mata-mata. Namun, akhirnya dibebaskan setelah tidak ada bukti meyakinkan.
Ia lantas diberikan tugas merawat kuda milik kerajaan. Singkat cerita, kontak dengan pihak Kerajaan Badung mempertemukannya dengan putri raja, I Gusti Ayu Made Rai/Raden Ayu Pemecutan yang sedang mengidap penyakit yang sukar disembuhkan. Di sisi lain, kerajaan tengah memberlakukan sayembara untuk menyembuhkan sang putri. Jika perempuan, akan dijadikan anak angkat raja, jika laki-laki akan dijadikan menantu dan menikahi Ayu Made Rai. Namun, belum ada yang berhasil.
Foto: Katubi, Juru Kunci Makam Keramat Raden Ahmad Tirto Salim. -WAYAN ARFIAN
Kata Katubi, Ayu Made Rai membujuk Ahmad Tirto untuk mengikuti sayembara setelah melihat aura berbeda yang terpancar darinya. Di samping itu, ia dianggap punya kesaktian lantaran mampu berbicara dengan kuda. "Beliau akhirnya setuju dan meruqyah Siti Khotijah (nama Mualaf Ayu Made Rai) bersama santrinya dan berhasil disembuhkan," ungkap Katubi yang juga juru kunci makam generasi ketiga.
Mereka berdua pun dinikahkan. Ayu Made Rai menjadi seorang mualaf dan diberi nama Siti Khotijah. Sebagai menantu raja, Ahmad Tirto Salim yang juga bergelar Raden Pangeran Suryo Diningrat diberikan wewenang mengurus wilayah seperti Wanasari (Kampung Jawa) dan Petangan, Ubung Kaja. Kata Katubi, Ahmad Tirto lantas meneruskan syiar Islam ke berbagai wilayah di Bali sampai mendekati wilayah perbatasan Bangli dan Karangasem.
Raden Ahmad Tirto disebut menjadi salah satu dari Wali Pitu penyebar ajaran Islam di Pulau Dewata. Kini, makamnya dikeramatkan sejak ditemukan oleh Syeh Qaharuddin di atas bantaran Tukad Badung, Lingkungan/Banjar Sedana Mertha, Ubung pada 1940-an yang dulunya berupa sawah. Oleh nenek Katubi, makam itu lantas ditata, dirawat, dan diturunkan ke anak cucunya.
Makam keramat yang dapat diakses dari Jalan Blambangan, Gang VII, Banjar Mekar Sari, Desa Dauh Puri Kaja, Denpasar ini jadi tujuan wisata ziarah umat Islam Nusantara. Sebelum bulan Ramadhan ini, Katubi mengaku mendapat kunjungan dua bus rombongan peziarah yang berasal dari Lampung. Selain dari Sumatera, peziarah juga datang dari Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan, dan bahkan Singapura.
Kemudian, umat Muslim di Pulau Dewata juga kerap melakukan ziarah terutama yang berlatar belakang suku Madura, tanah asal Ahmad Tirto. "Yang non Muslim juga ada. Seperti pamangku dari Jembrana datang ke sini membawa banten, ada juga orang Tionghoa yang punya usaha. Katanya, gara-gara ziarah ke sini, usahanya bagus," ucap Katubi.
Sebelum pusara makam disempitkan, kata Katubi, banyak peziarah yang usil. Mereka menaruh sesuatu yang tidak-tidak di atas pusara seperti kartu, perhiasan, dan bahkan kutang. Tidak diketahui secara jelas apa motivasi mereka menaruh benda-benda itu. Katubi mengaku, biaya perawatan makam didapat dari sumbangan para peziarah. Sementara itu, bantuan pemerintah terakhir kali didapat pada tahun 2002. 7 ol1
1
Komentar