Postur Jongkok I Mario Pemikat Pokok
I Mario sejatinya lahir di Banjarangkan, Klungkung tahun 1897. Kesulitan ekonomi membuat dia hijrah ke wilayah Badung (Denpasar) sebelum Raja Tabanan melihat potensinya.
DENPASAR, NusaBali
Nama seniman tari I Mario atau I Ketut Marya sudah tidak asing di telinga para pecinta seni. Kepiawaiannya meliuk-liukkan tubuh ketika menari sudah dikenal hingga mancanegara.
Sebagai seorang seniman sejati gaya berkeseniannya telah memberi pengaruh terhadap perkembangan seni tari dan karawitan di Pulau Bali. Pun, hingga di abad milenium sosok I Mario menjadi inspirasi para koreografer modern.
Sutradara teater I Wayan Sumahardika, menciptakan sebuah koreografi terinspirasi pakem salah satu tari ciptaan Mario, Igel Jongkok yang kini bertransformasi menjadi Kebyar Duduk. Menurutnya, Tari Kebyar Duduk atau Igel Jongkok yang diciptakan Mario tidaklah dibawakan dalam posisi duduk seperti yang berkembang saat ini.
Foto: Gedung Mario. -IST
Berdasarkan arsip video yang ditemukan lembaga Arsip Bali 1928, Sumahardika melihat Kebyar Duduk dibawakan Mario dengan teknik berjongkok. Dia berpendapat berjongkok merupakan salah satu ‘budaya’ yang lazim bagi masyarakat Bali pada saat Kebyar Duduk atau Igel Jongkok diciptakan.
Bersama Mulawali Institute, Wayan Sumahardika telah memulai riset dan produksi pertunjukan tahun 2021 melalui karya ‘The (Famous) Squatting Dance: Jung Jung Te Jung’. Pertunjukan ini berangkat dari arsip tari Igel Jongkok karya maestro Bali I Ketut Marya.
Squatting and Dance merupakan platform riset dan pengembangan praktik artistik pertunjukan yang mencoba menyingkap konstruksi estetis-politis laku jongkok dalam panggung tari atau pertunjukan serta koreografi sehari-hari.
“Jongkok dalam pandangan saya jadi satu gestur yang menarik. Karena bagi orang Bali jongkok bisa satu laku sehari-hari, makan sambil jongkok. Tapi sekarang sudah beralih laku menjadi duduk seolah-olah jongkok menjadi hal-hal yang kotor sementara duduk menjadi hal yang bersih,” ujar Sumahardika saat konferensi pers, di Denpasar, Sabtu (13/4).
Foto: I Mario Semasa Hidup. -IST
Sosok I Marya (I Mario/Maria) merupakan maestro tari kontemporer Bali yang tumbuh di era transisi Bali dari kerajaan menjadi wilayah jajahan kolonial. I Mario sejatinya lahir di Banjarangkan, Klungkung tahun 1897. Kesulitan ekonomi membuat dia hijrah ke wilayah Badung (Denpasar) sebelum Raja Tabanan melihat potensinya dan meminang I Mario dan keluarganya untuk mengembangkan bakat menarinya.
Mario kemudian dikenal lantaran karya tari monumentalnya seperti Igel Jongkok/Kebyar Duduk, Kebyar Terompong, dan Oleg Tamulilingan.
Praktik yang sebelumnya berorientasi pada produksi pertunjukan tunggal, pada 26-28 April 2024 ini, kemudian dikembangkan lebih lanjut menggunakan pendekatan dramaturgi festival bertajuk ‘The (Famous) Squatting Dance: Merayakan Marya’.
Melalui kolaborasi dengan lembaga Arsip Bali 1928, Gurat Institute, Bang Dance, Ninus, ITB Stikom Bali serta sejumlah seniman dan sanggar tari di Bali, acara Merayakan Marya akan menghadirkan serangkaian program seperti pameran arsip, pertunjukan, workshop, dan diskusi bertempat di Puri Kaleran, Tabanan. Pilihan penyelenggaraan kegiatan di Puri Kaleran, Tabanan ini pun tak bisa dilepaskan dari konteks sejarah proses kreatif Marya di masa lalu.
Marlowe Bandem bersama Arsip Bali 1928 akan menampilkan pameran arsip karya I Marya. Sementara Gurat Institute melaui Gurat Artproject akan merespons sosok Marya ke dalam karya instalasi seni rupa. Ada juga program workshop Kebyar Duduk, napak tilas serta sejumlah diskusi tentang pengembangan dan pemanfaatan arsip karya dan sosok I Marya melalui pertunjukan oleh sejumlah seniman, akademisi, dan budayawan.
Foto: Video koreografi Jung Jung Te Jung
Selama tiga hari, acara juga akan menampilkan pertunjukan berbasis arsip dan karya I Marya. Beberapa di antaranya adalah ‘The (Famous) Squatting Dance: Jung Jung Te Jung Dance’ oleh Mulawali Performance Forum, Bee Dances oleh Ninus kolaborasi bersama Sanggar Sunari Wakya dan Komunitas Seni Arjuna Production, ‘Sejak Padi Mengakar’ oleh Bang Dance, serta Tari Kebyar Duduk dan Kebyar Terompong oleh Sanggar Haridwipa.
The (Famous) Squatting Dance: Jung Jung Te Jung” oleh Mulawali Performance Forum menggunakan basis material arsip tari Igel Jongkok. Pertunjukan yang disutradarai oleh Wayan Sumahardika ini menawarkan pembacaan atas arsip tari Igel Jongkok dalam bingkai gestur kolonial, situasi transisional yang bergerak secara sirkular, serta bentang kemungkinannya untuk dilihat sebagai keberlanjutan dari kultur lokal.
Jung Jung Te Jung sendiri diambil dari bunyi tabuhan dalam tari Bali gubahan baru sebelum mengalami penamaan baru seperti Igel Jongkok hingga Kebyar Duduk. Proses penamaan ini tak hanya menyentuh persoalan praktik koreografi, tapi juga bagaimana interaksi barat, modernitas, tradisi, dan komunalitas saling-silang di dalamnya. Penelusuran ini ditawarkan dalam bentuk naratif performatif melalui tubuh (penari) Bali hari ini.
Melalui event ini, masyarakat segala lapisan dapat melihat lanskap kemungkinan arsip dan repertoar tari untuk mampu dimanfaatkan dan dikembangkan secara kritis dengan konteks semangat zaman hari ini. Pertunjukan ini mendorong upaya kolaborasi lintas disiplin antarlembaga, komunitas, seniman, dan masyarakat yang bersentuhan langsung (dan tak langsung) dengan karya I Marya. Diharapkan, praktik semacam ini akan beresonansi lebih besar bagi terciptanya diskursus kritis atas pembacaan sejarah, proses kreatif, dan karya tari I Marya, ulang alik praktik tradisi dan kontemporer, pengembangan artistik seniman hari ini dan pengalaman menonton masyarakat.
“Yang terpenting bagi kami adalah materi arsip ini mendorong generasi muda sekarang melakukan eksplorasi dan menghasilkan karya baru,” ujar Marlowe Bandem.7a
1
Komentar