Wisatawan-Warga Penuh Sesak
Saksikan Palebon Mendiang Tjokorda Bagus Santaka Puri Ubud
Untuk mengarak Bade, Lembu dan Naga Banda dalam prosesi palebon Puri Agung Ubud ini melibatkan sedikitnya 4.000-an orang yang berasal dari 11 banjar adat
GIANYAR, NusaBali
Lautan manusia menyaksikan Royal Cremation atau Palebon Puri Agung Ubud untuk mendiang Tjokorda Bagus Santaka,64, dari Puri Saren Kauh yang menjadi bagian dari Puri Agung Ubud pada Redite Umanis Merakih, Minggu (14/4) siang. Kawasan Catus Pata Ubud disesaki para pelayat, pejabat, termasuk wisatawan asing maupun wisatawan domestik, serta masyarakat dari berbagai kawasan di Bali, sejak pagi hari. Ruas jalan utama dari arah Museum Puri Lukisan Ubud sampai Pura Dalem Puri Ubud ditutup sementara sejak pukul 10.00 Wita.
Masyarakat antusias menyaksikan pengarakan bade tumpang sia (Sembilan) setinggi 25 meter dengan berat diperkirakan sekitar 5 ton. Tak kalah mengesankan, masyarakat juga mendokumentasikan detik-detik arak-arakan Lembu Tangi dan Lembu Hitam menuju Setra. Sebelum pukul 12.00 Wita atau sebelum diberangkatkan ke Setra Dalem Puri berbagai seni pertunjukan memeriahkan acara di dalam Puri Agung Ubud.
Mulai dari Tari Gambuh, Gamelan Semarapegulingan hingga Gong Gede membuat suasana khidmat. Hingga tepat pukul 12.00 Wita, layon yang ditempatkan dalam peti, dinaikkan ke atas bade. Gemuruh gamelan baleganjur langsung menggema di setiap penjuru Ubud, lalu sarana petulangan pun berjalan menuju setra. Untuk mengarak Bade, Lembu dan Naga Banda ini, melibatkan sedikitnya 4.000-an orang dari 11 banjar adat.
Di antaranya, Banjar Bale Agung Ubud (terdiri dari 4 banjar), Banjar Bentuyung Sakti, Banjar Taman Kelod, Banjar Junjungan, Banjar Tegalantang. Juga ada Banjar Gagah Tegalalang dan Pejengaji Tegalalang. Terakhir Banjar Abianseka di Desa Mas, Ubud. Dalam mengurai kemacetan, aparat gabungan baik dari Kepolisian dibantu Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Gianyar dan TNI melakukan penutupan sejumlah ruas jalan. Arus lalulintas ditutup dan dialihkan ke jalan alternatif.
Foto: Iring-iringan bade tumpang sia menuju setra saat Palebon Agung mendiang Tjokorda Bagus Santaka Puri Agung Ubud di Ubud, Gianyar, Minggu (14/4).
Panglingsir Puri Agung Ubud, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace menjelaskan palebon alm Tjokorda Bagus Santaka menggunakan pengiring Naga Banda karena almarhum merupakan putra pertama alm Tjokorda Suyasa juga tokoh Puri Ubud. "Hasil rembug Puri disepakati menggunakan Naga Banda, bade tumpang 9 dengan gunung 5 dan lembu," jelas Wakil Gubernur Bali periode 2018-2023 ini.
Sementara Prof Dr Tjokorda Gde Raka Sukawati yang merupakan undagi bade menjelaskan tinggi bade sekitar 25 meter, dengan berat 5 ton. Untuk tenaga pengusung dari sejumlah banjar mencapai ribuan orang. Bade, lembu dan naga banda diusung dari Catus Pata Puri Ubud menuju Setra Dalem Puri dengan jarak sekitar 1 kilometer. Diusung secara bergantian estapet setiap 200 meter.
Sementara di sela-sela upacara adik mendiang, yakni Tjokorda Ngurah Suyadnya dan Bendesa Agung Ubud Tjokorda Raka Kerthyasa menyampaikan ucapan terima kasih kepada para undangan dan masyarakat yang ikut mendoakan mendiang dan menyaksikan pelaksanaan pelebon. Keduanya mengaku bangga masih bisa menggelar prosesi ini pada era modern saat ini. “Ini menandakan bahwa tradisi leluhur kami di Ubud dan budaya yang ada, berjalan langgeng," ungkap Tjok Ngurah Suyadnya yang akrab disapa Cok Wah ini.
Sementara itu Kapolres Gianyar, AKBP Ketut Widiada memimpin langsung pelaksanaan pengamanan pelaksanaan palebon dengan melibatkan ratusan personel gabungan dengan rincian 215 personel Polres Gianyar, 15 personel TNI, 30 personel Dishub Gianyar, 30 Satpol PP, dan 16 Damkar, serta 50 orang Pecalang. Kapolres Gianyar, AKBP Ketut Widiada menyampaikan anggota yang tergelar di lapangan sudah diploting di simpang-simpang yang menjadi titik kepadatan lalu lintas, seperti Simpang Kalah, dan Simpang Pengosekan untuk melakukan pengalihan arus.
Untuk diketahui mendiang Tjokorda Bagus Santaka merupakan putra mantan Bendesa Adat Ubud Newata Tjokorda Agung Suyasa. Kakak sulung dari Tjokorda Ngurah Suyadnya alias Cok Wah ini semasa hidupnya dikenal sebagai sosok low profile, tidak memegang jabatan di adat maupun pemerintahan. Namun dipercaya sebagai penyembuh atau Balian. "Dulu kebetulan selama beliau masih ada, banyak bantu masyarakat. Sebagai seorang healer indigo, membantu, Bahasa Balinya Balian, beliau melanjutkan apa yang diwariskan oleh panglingisir dulu," jelas Cok Wah, sebelumnya. Atas jasa besarnya itu pula, sebagai seorang adik Cok Wah secara khusus membuatkan Lembu Tangi.
Foto: mendiang Tjokorda Bagus Santaka dibawa oleh keluarganya saat iring-iringan palebon
Bagi Cok Wah, Lembu Tangi ini merupakan yadnya yang tulus ikhlas dipersembahkan dengan penuh kasih sayang. "Ini persembahan tulus dari hati nurani saya kepada kakanda tercinta. Mungkin tak sebanding dengan yang telah beliau berikan kepada adik-adiknya," ujarnya. Tangi, diakui memang warna favorit dari Cok Wah. Namun demikian ada makna tersendiri dari warna indigo ini. "Banyak netizen tanya kenapa warna tangi. Dalam Bahasa Bali, Tangi artinya bangkit. Jadi dalam suasana apapun, suka duka harus tetap bangkit dan metangi," jelasnya.
Lembu Tangi dibuat cukup besar karena bagi Cok Wah, beliau orang besar. "Pengerjaan ngetohen keneh. Kita kerjakan hampir 1,5 bulan. Sekitar 15 orang, mencurahkan isi hati," jelasnya. Mendiang Tjokorda Bagus Santaka menghembuskan napas terakhirnya pada 1 Februari 2024 lalu karena riwayat penyakit jantung. Tjok Bagus Santaka berpulang di usia 64 tahun pada pukul 00.21 Wita di RSUP Prof IGNG Ngoerah (Sanglah), Denpasar. Tjok Santaka meninggalkan istri tercinta, Tjokorda Istri Raka Ernawati,64, dan dua buah hati yakni Tjokorda Sri Tyas Utami,33, dan Tjok Dwidharma serta 5 orang cucu. Sebelum palebon, terlebih dahulu telah berlangsung prosesi nyiramin pada Buda Pahing Krulut, Rabu (10/4).
Kemudian, dilanjutkan prosesi pangaskaran dan pamlaspasan Naga Banda pada Wraspati Pon Krulut, Kamis (11/4). Tjok Santaka sendiri merupakan keponakan dari Panglingsir Puri Agung Ubud, Tjokorda Gde Putra Sukawati atau Cok Putra, di mana ayahanda newata, yakni Newata Tjok Agung Suyasa merupakan sepupunya. Hubungan ini dilihat dari garis keturunan kembar buncing ayahanda Cok Putra yang menikah ke Puri Saren Kauh. Oleh karena itu, palebon Tjok Santaka yang juga sudah berstatus Panglingsir Puri Saren Kauh menggunakan semanggen Puri Agung Ubud. Sehingga, palebonnya diampu oleh Puri Agung Ubud beserta panjak dan sameton agung. 7 nvi
1
Komentar