Pariwisata di Bali Belum Pulih Total
Sebanyak 153 anggotanya masih tutup, Asita minta dilibatkan dalam promosi ke ‘luar’
DENPASAR, NusaBali
Sektor pariwisata memang sudah menunjukkan pemulihan, namun belum sepenuhnya. Salah satu indikasinya, banyak travel agent atau biro perjalanan wisata (BPW) anggota Asita yang masih tutup. Jumlahnya 153 dari 453 anggota Asita.
Hal itu terungkap dari penjelasan Ketua DPD Asita Bali, I Putu Winastra terkait Rakerda DPD Asita Bali, yang akan digelar, Rabu (17/4)-hari ini, di The Meru Sanur, Denpasar.
”Saya juga cukup kaget, baru mendapatkan data dari sekretariat, ternyata ada 153 anggota yang sampai saat ini masih tutup, dari 453 anggota Asita. Jadi bisa dibayangkan begitu dahsyatnya pandemi Covid-19, sampai teman- teman ada yang sampai saat ini belum buka,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Winastra dalam pemahaman pihaknya pariwisata Bali belum pulih sepenuhnya.
”Memang dari data menyebutkan bahwa, Bali ini baru recovery sekitar 80-90 persen,” ungkap Ketua Asita asal Desa Undisan, Tembuku, Bangli ini.
Disampaikan, kebanyakan dari 153 yang tutup itu adalah BPW market Tiongkok. Hal itu karena market Tiongkok saat ini belum sebesar kunjungannya seperti sebelum pandemi Covid-19.
Winastra mengatakan sebelum pandemi Covid-19, pasar wisatawan Tiongkok ‘dinikmati’ 80-90 BPW. Sedangkan yang buka sekarang, tidak lebih dari 20. Selain itu masih ada BPW market lain, Asia maupun Eropa, yang juga masih tutup.
Penyebab lain, BPW masih tutup, karena ganti bisnis. “Pertama mungkin karena ownernya memang dalam hal umur mungkin sudah over 50 tahun, sehingga gerakannya tidak cukup gesit, akhirnya ganti haluan mengganti bisnisnya di luar sektor pariwisata. Juga karena pemilik travel agent adalah orang luar daerah, tidak lagi balik ke Bali, karena sudah kadung di luar Bali.
Sementara dalam Rakerda kali ini, Asita Bali kata Winastra siap menyampaikan sejumlah permintaan kepada pemerintah. Diantaranya bagaimana pemerintah bisa memproteksi BPW anggota Asita terkait dengan privilege sehubungan dengan harga- harga entrance tiket di seluruh DTW yang ada di Bali.
“Ini penting harus kami suarakan. Kenapa demikian, karena faktanya BPW ini (anggota Asita) dinaungi Perda Nomor 5/2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dan Pergub Nomor 28/2020 tentang Tata Kelola Pariwisata Bali,” ujarnya. Kata Winastra jangan sampai aturan yang ada, (namun) faktanya di lapangan, tidak bisa ‘menggigit’.
Selain itu diharapkan anggota Asita (BPW) bisa difasilitasi dalam rangka melakukan promosi, baik di dalam maupun diluar negeri.
“Karena sampai saat ini masih ada promosi yang kadang-kadang ‘mengikutkan’ dalam tanda kutip, travel agent atau biro perjalanan wisata yang tidak menjadi anggota asosiasi.
“Jadi di satu sisi kami dilindungi oleh Perda, tetapi di sisi lain kadang implementasinya belum pas,” ujarnya.
Menurut Winastra 76 persen ownership travel agent di Bali adalah orang Bali. Sebesar 20 persen milik nasional yakni pengusaha dari luar seperti dari Jakarta, mempunyai branch (kantor cabang). Hanya 4 persen milik orang asing yakni PMA.
Oleh karena ini tegas Winastra, Asita sangat berkepentingan dalam memperjuangkan kepentingan anggotanya.
“Karena ketika BPW tidak diperjuangkan, maka kami akan tergeser,” kata Winastra.
Dan BPW memberikan kontribusi hampir atau 50 persen kontribusi devisa terhadap pariwisata Indonesia. “Jadi besar sekali kontribusi kami, yang selama ini mungkin dianggap sebelah mata,” ucapnya. k17.
1
Komentar