Kebun Kakao Segera Bersertifikat Organik
Lokasi di Desa Gunung Salak, Selemadeg Timur, Tabanan
Selain di Desa Gunung Salak, tahun 2024 ini lahan kakao yang bakal disiapkan menuju sertifikat organik ada di Desa Angkah, Kecamatan Selemadeg Barat seluas 21,5 ha.
TABANAN, NusaBali
Kabupaten Tabanan sebentar lagi memiliki legalitas kebun kakao organik. Sekarang tinggal menunggu sertifikasi yang masih diuji oleh Lembaga Sertifikasi Organik (LSO).
Lahan yang disiapkan untuk mengantongi sertifikat organik berada di Subak Abian Waru, Desa Gunung Salak, Kecamatan Selemadeg Timur seluas 20 hektare.
Pengembangan dengan sistem organik terhadap lahan milik 20 orang petani setempat sudah dilakukan sejak 2021 lewat program Desa Organik Provinsi Bali.
Penyusun Teknis Usaha Budidaya Perkebunan Dinas Pertanian Tabanan Anak Agung Made Subagia, menerangkan diperkirakan sertifikat organik ini bakal keluar pada Agustus atau September 2024. “Tinggal sekitar lima bulan lagi, karena masih dalam tahap pengujian oleh LSO,” ujarnya, Senin (22/4).
Disebutkan sertifikat organik dikejar tiada lain untuk memudahkan petani dalam urusan penjualan kakao. Karena selama ini untuk bisa ekspor, petani Tabanan bergandengan dengan petani kakao dari Kabupaten Jembrana.
“Nah dengan nanti kita sudah punya sertifikat organik ini tentu memudahkan petani. Terutama bisa meningkatkan nilai tambah hasil produksi kakao petani kita,” beber Agung Subagia.
Dijelaskannya, terhadap lahan yang disiapkan organik ini, petani tidak melakukan penanaman dari nol. Melainkan memanfaatkan tanaman yang sudah ada kemudian dilakukan peremajaam dan rehabilitasi.
Sejak 2021 itu perawatan 100 persen menggunakan organik tidak ada campuran bahan kimia. Seperti contoh untuk pemupukan menggunakan kotoran sapi yang diolah menjadi pupuk kompos. Ada pula menggunakan air cucian beras.
Subagia menjelaskan, pada bagian pemberantasan serangan hama menggunakan musuh alami yakni semut hitam. Dalam hal ini petani membuat sarang semut di sekitaran pohon.
Sedangkan untuk penyemprotan lainnya atau pestisida nabatinya digunakan umbi gadung, lengkuas, dan sereh wangi yang difermentasi. “Astungkara petani kita komit, di samping itu Desa Gunung Salak adalah desa wisata yang sejalan dengan visi-misi desa,” tegas Agung Subagia.
Dan paling penting dalam proses memperoleh sertifikat organik ini, petani juga menggunakam pola penanaman tumpang sari. Selain kakao juga ditanam kelapa, durian, hingga vanili untuk menambah cita rasa dan aromatik biji kakao.
“Selama pengembangan ini petani selalu kami dampingi. Termasuk sekarang kami sudah bekerja sama dengan LSM Kalimajari dalam urusan orientasi kecocokan buyer,” ujar Agung Subagia.
Dia menambahkan kabar gembiranya, selain di Desa Gunung Salak, tahun 2024 ini lahan kakao yang bakal disiapkan menuju sertifikat organik ada di Desa Angkah, Kecamatan Selemadeg Barat seluas 21,5 hektare. “Saat ini masih tahap persiapan. Dan mudah-mudahan semakin banyak adanya lahan yang memiliki sertifikat organik,” tandasnya. 7 des
1
Komentar