Diawali Kerauhan Massal, Pura Swagina Taman Sari Kini Disucikan Pelajar
Menelusuri Keunikan Pura Swagina Taman Sari yang Berlokasi di Dekat GOR Ngurah Rai Denpasar (3–Habis)
Sebelum pura ini kasukat (ukur lahan) ulang tahun 2006-2007, ada kejadian kerauhan massal di sekolah-sekolah yang berlokasi di Jalan Kamboja, Denpasar.
DENPASAR, NusaBali - Sudah menjadi tradisi pujawali di Pura Swagina Taman Sari yang berlokasi di dekat GOR Ngurah Rai, Denpasar didatangi banyak pelajar. Tidak terkecuali pujawali yang berlangsung tahun ini pada 23–26 April 2024.
Pura swagina ini memang menjadi tujuan memohon restu para pelajar dan atlet agar dilancarkan pendidikan dan kompetisi yang diikuti. Namun, alasan ini bukanlah faktor utama mengapa para pelajar dari sekolah-sekolah sekitar menyucikan Pura Swagina Taman Sari.
Manggala Pujawali Pura Swagina Taman Sari yang juga Kelian Adat Kereneng, Desa Adat Pagan, Desa Dangin Puri Kangin I Ketut Sumiarsa, 60, sempat terjadi peristiwa niskala di sekolah-sekolah yang berlokasi di sepanjang Jalan Kamboja, Denpasar.
“Dulu sekitar tahun 2000-an, sebelum pura ini kasukat (ukur lahan) ulang tahun 2006-2007, ada kejadian kerauhan (trance) massal di sekolah-sekolah di Jalan Kamboja,” ungkap Sumiarsa ketika ditemui di sela rangkaian pujawali pura pada Wraspati Paing Tambir, Kamis (25/4/2024).
Kerauhan massal ini dimulai dari lingkungan Yayasan Dwijendra, kemudian ke Yayasan Perguruan Rakyat Saraswati Denpasar, dan SMAN 1 Denpasar. Kata Sumiarsa, di setiap lingkungan sekolah ini ada satu kelas yang mengalami trance secara bergantian.
Setelah ditelusuri dan diterawang secara niskala, disebutkan bahwa energi Bhatara/Bhatari yang berstana di pura yang saat itu masih bernama Pura Taman Sari ‘menghinggapi’ para pelajar. Akhirnya, sekolah-sekolah itu melaksanakan upacara dan persembahyangan di pura ini.
Sejak peristiwa itu pula, sekolah-sekolah lain di Jalan Kamboja dan di sekitar pura dan Desa Dangin Puri Kangin ikut tangkil (datang) bersembahyang di Pura Swagina Taman Sari. Tradisi ini pun masih berlangsung hingga kini.
Sementara itu, guru Bahasa Indonesia SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar Drs I Nyoman Musten, 66, yang saat peristiwa terjadi menjabat Wakil Kepala (Waka) SLUA Bidang Humas, membenarkan memang pernah ada kejadian kerauhan massal. Peristiwa tersebut terjadi pada 1998.
Musten juga membenarkan bahwa sekolah-sekolah lain di Jalan Kamboja, dari Yayasan Dwijendra hingga SMAN 7 Denpasar mengalami peristiwa yang sama. Namun, dia tidak gamblang menyebutkan peristiwa itu berkaitan langsung dengan Pura Swagina Taman Sari.
Musten menjelaskan, Pura Swagina Taman Sari yang dulu merupakan Pura Ulun Suwi adalah pangulun lahan sawah negara yang pernah ada di mana lembaga pendidikan di Jalan Kamboja kini berdiri. Bahkan, di area Universitas Mahasaraswati (Unmas) terdapat palinggih yang berkaitan dengan Pura Taman Sari.
“Dulu daerah ini adalah sawah, Pura Taman Sari itu adalah parahyangannya. Di pura itu konon ada banyak ‘anak-anak’ yang mana pasimpangannya atau kalau disamakan dengan kita itu, taman bermainnya ada di Padma Kembar di Unmas,” ungkap Musten ketika ditemui di SLUA Saraswati.
Pensiunan guru ASN asal Bangli ini, menambahkan sebelum ada gedung-gedung sekolah seperti sekarang, palinggih tersebut sudah ada lebih dulu. Di mana, palinggih Padma Kembar ini di masa lalu secara alami dikelilingi oleh telaga.
Bentuk alami dari palinggih ini kemudian ditata dan masih dipertahankan oleh pendiri Yayasan Perguruan Rakyat Saraswati Pusat Denpasar I Gusti Made Tamba. Kata Musten, salah seorang pendiri yayasan ini dikenal sebagai sosok yang memiliki spiritualitas tinggi.
“Adanya peristiwa kerauhan massal ini pertama kali itu para pengurus OSIS yang mengalami. Sebenarnya, istilahnya itu bukan diganggu (oleh ‘anak-anak’) tetapi diajak bermain oleh ancangan (abdi) Ida dari Pura Taman Sari,” imbuh Musten yang jadi Waka Humas pada 1984–2019.
Sejak peristiwa itu, khususnya di SLUA, selalu menghaturkan persembahan setiap kali ada kegiatan di sekolah. Misalkan, ketika penerimaan peserta didik baru (Upanayana), sekolah akan matur piuning (memberi tahu) ke Pura Taman Sari melalui persembahan.
Dijelaskan Waka SLUA Bidang Humas saat ini, IB Putra Santika, 36, ketika puncak pujawali Pura Swagina Taman Sari pada Anggara Kliwon Tambir (23/4/2024), pihak sekolah menerima surat undangan untuk nodya (menghadiri) pelaksanaan pujawali.
“Selain itu, saat purnama, kami khususnya dari pihak lembaga sekolah juga melakukan persembahyangan ke sana (Pura Taman Sari). Peserta didik memang tidak diwajibkan atau dimobilisasi secara khusus,” ucap Putra Santika.
Sekitar tahun 2006–2007, manggala pura atas dukungan KONI Provinsi Bali yang juga bermarkas di GOR Ngurah Rai nyukat (mengukur lahan) pura dengan tuntunan Griya Bajing, Denpasar. Pura yang luasnya kurang dari satu are diperluas menjadi 11 meter x 10 meter persegi.
Pura Taman Sari yang bermula sebagai tempat suci para petani/pangulun sawah yakni Pura Ulun Suwi, ditambahkan Padmasari agar terbuka untuk pamedek (umat) umum. Pura juga mendapat sisipan ‘swagina’ yang artinya diperuntukkan bagi pamedek dengan pekerjaan/usaha/profesi, termasuk pelajar.
Setiap pujawali di Pura Swagina Taman Sari seperti Purnama Jyestha pada Anggara Kliwon Tambir, Selasa (23/4/2024) hingga Sukra Pon Tambir, Jumat (26/4/2024), para pelajar, perwakilan sekolah, dan rektorat datang untuk sembahyang. Kata Sumiarsa, hingga Kamis, semua sekolah telah tangkil ke pura di Jalan Angsoka, Denpasar ini. 7 ol1
1
Komentar