Petani Pasang Seng di Ceking
Protes pemilik lahan ini perlu kami tindaklanjuti. Karena sejak awal tidak ada komunikasi.
Tak Terima ‘Uang Pemandangan’ Objek Wisata
GIANYAR, NusaBali
Kesal gara-gara tak kebagian jatah uang bulanan karena sawahnya dipakai pemandangan objek wisata, seorang petani Gusti Ngurah Candra,70, asal Banjar Kebon, Desa Kedisan, Kecamatan Tegallalang, Gianyar, nekat membangun gubuk beratapkan tujuh lembar seng di kawasan objek wisata Ceking. Pemasangan seng tersebut sudah sejak dua pekan lalu.
Alasannya karena hanya dirinya saja yang tak kecipratan rejeki dari objek wisata pemandangan terasering sawah itu. “Semua warga yang punya lahan di objek Ceking dapat. Seperti Madri, Orti, dapat Rp 4,5 juta per bulan. Saya saja tidak. Entah apa masalahnya,” ungkapnya kesal saat ditemui di kediamannya, Kamis (3/8).
Gusti Ngurah Candra mengaku untuk memasang seng-seng tersebut, dirinya dibantu oleh penyakap sawahnya. “Penanding sawah yang beli seng langsung pasang, saya yang minta,” jelasnya. Meski dua minggu seng itu dipasang, diakuinya, tak ada respon sama sekali dari pihak Desa Pakraman Tegallalang, selaku pengelola Objek Wisata Ceking. “Bendesa ne ten ada raos napi (dendesa tidak ada bicara apa, Red). Kayaknya ngak mempan pasang seng,” terang pemilik lahan di kawasan Ceking sekitar sehektare lebih ini.
Gusti Ngurah Candra pun tak bisa berbuat banyak. Dia yang sudah tua renta tak lagi bisa pergi menyakap lahannya. Bahkan posisi lahan yang kurang strategis tersebut membuat enggan para penanding untuk mengerjakan sawahnya. “Sekarang ya seperti itu, tidak bisa menghasilkan. Dulu bias tanam padi, sekarang gak bisa ditanami. Kini jadi bagian dari pemandangan di Ceking, tapi saya tak dapat apa-apa,” jelasnya.
Dia berharap, pengelola Objek Wisata Ceking berlaku adil. “Mangda pateh-pateh. Yen polih pang polih (supaya sama adil. Kalau dapat supaya dapat, Red),” harapnya.
Ditemui secara terpisah, penasihat Objek Wisata Ceking, Dewa Gede Rai Sutrisna menjelaskan, sejak awal sudah dilakukan pendataan terhadap warga yang memiliki lahan di objek wisata ini. Sedangkan, Gusti Ngurah Candra tidak termasuk dalam data tersebut. “Kalau tidak salah, ada sekitar lima sampai tujuh orang yang sejak awal dikomunikasikan. Mereka itu yang diajak diskusi terkait pengelolaan Ceking oleh Desa Pakraman Tegallalang,” jelasnya.
Sejak mulai dikelola tahun 2012, tiap pemilik lahan mendapat kontribusi Rp 500.000 per bulan. Jumlah tersebut sudah sesuai dengan kesepakatan bersama dengan menggunakan sistem kontrak. Beberapa tahun kemudian, seiring perkembangan pariwisata nilai kontraknya ditingkatkan menjadi Rp 2 juta per bulan. Nah baru sebulan terakhir inilah nilai kontrak kembali diperbaharui menjadi Rp 4,5 juta per bulan.
Terkait adanya upaya protes dengan cara memasang seng ini, Dewa Gede Rai Sutrisna yang Perbekel Desa Tegallalang ini mengatakan akan menindaklanjuti. “Protes pemilik lahan ini perlu kami tindaklanjuti. Karena sejak awal tidak ada komunikasi. Selain itu, dilihat dari posisi lahannya, agak jauh ke timur,” ungkapnya.
Namun demikian, demi menciptakan suasana kondusif pihaknya berjanji akan melakukan rembuk dengan pihak Desa Pakraman Tegallalang selaku pengelola. “Menurut kami, saat ini belum ada rencana pengembangan view (pemandangan). Tapi kedepan, kemungkinan itu tetap ada. Masih ada waktu untuk berdiskusi,” terangnya. *nvi
GIANYAR, NusaBali
Kesal gara-gara tak kebagian jatah uang bulanan karena sawahnya dipakai pemandangan objek wisata, seorang petani Gusti Ngurah Candra,70, asal Banjar Kebon, Desa Kedisan, Kecamatan Tegallalang, Gianyar, nekat membangun gubuk beratapkan tujuh lembar seng di kawasan objek wisata Ceking. Pemasangan seng tersebut sudah sejak dua pekan lalu.
Alasannya karena hanya dirinya saja yang tak kecipratan rejeki dari objek wisata pemandangan terasering sawah itu. “Semua warga yang punya lahan di objek Ceking dapat. Seperti Madri, Orti, dapat Rp 4,5 juta per bulan. Saya saja tidak. Entah apa masalahnya,” ungkapnya kesal saat ditemui di kediamannya, Kamis (3/8).
Gusti Ngurah Candra mengaku untuk memasang seng-seng tersebut, dirinya dibantu oleh penyakap sawahnya. “Penanding sawah yang beli seng langsung pasang, saya yang minta,” jelasnya. Meski dua minggu seng itu dipasang, diakuinya, tak ada respon sama sekali dari pihak Desa Pakraman Tegallalang, selaku pengelola Objek Wisata Ceking. “Bendesa ne ten ada raos napi (dendesa tidak ada bicara apa, Red). Kayaknya ngak mempan pasang seng,” terang pemilik lahan di kawasan Ceking sekitar sehektare lebih ini.
Gusti Ngurah Candra pun tak bisa berbuat banyak. Dia yang sudah tua renta tak lagi bisa pergi menyakap lahannya. Bahkan posisi lahan yang kurang strategis tersebut membuat enggan para penanding untuk mengerjakan sawahnya. “Sekarang ya seperti itu, tidak bisa menghasilkan. Dulu bias tanam padi, sekarang gak bisa ditanami. Kini jadi bagian dari pemandangan di Ceking, tapi saya tak dapat apa-apa,” jelasnya.
Dia berharap, pengelola Objek Wisata Ceking berlaku adil. “Mangda pateh-pateh. Yen polih pang polih (supaya sama adil. Kalau dapat supaya dapat, Red),” harapnya.
Ditemui secara terpisah, penasihat Objek Wisata Ceking, Dewa Gede Rai Sutrisna menjelaskan, sejak awal sudah dilakukan pendataan terhadap warga yang memiliki lahan di objek wisata ini. Sedangkan, Gusti Ngurah Candra tidak termasuk dalam data tersebut. “Kalau tidak salah, ada sekitar lima sampai tujuh orang yang sejak awal dikomunikasikan. Mereka itu yang diajak diskusi terkait pengelolaan Ceking oleh Desa Pakraman Tegallalang,” jelasnya.
Sejak mulai dikelola tahun 2012, tiap pemilik lahan mendapat kontribusi Rp 500.000 per bulan. Jumlah tersebut sudah sesuai dengan kesepakatan bersama dengan menggunakan sistem kontrak. Beberapa tahun kemudian, seiring perkembangan pariwisata nilai kontraknya ditingkatkan menjadi Rp 2 juta per bulan. Nah baru sebulan terakhir inilah nilai kontrak kembali diperbaharui menjadi Rp 4,5 juta per bulan.
Terkait adanya upaya protes dengan cara memasang seng ini, Dewa Gede Rai Sutrisna yang Perbekel Desa Tegallalang ini mengatakan akan menindaklanjuti. “Protes pemilik lahan ini perlu kami tindaklanjuti. Karena sejak awal tidak ada komunikasi. Selain itu, dilihat dari posisi lahannya, agak jauh ke timur,” ungkapnya.
Namun demikian, demi menciptakan suasana kondusif pihaknya berjanji akan melakukan rembuk dengan pihak Desa Pakraman Tegallalang selaku pengelola. “Menurut kami, saat ini belum ada rencana pengembangan view (pemandangan). Tapi kedepan, kemungkinan itu tetap ada. Masih ada waktu untuk berdiskusi,” terangnya. *nvi
1
Komentar