'Lebih Baik Pengaturan Bukan Larangan'
Di pura ada Tri Mandala, yakni Utama Mandala, Madya Mandala dan Nista Mandala. Sekarang tugas pengempon yang mengatur agar wisatawan tidak masuk sampai Utama Mandala (Panglingsir Puri Ageng Mengwi, AA Gde Agung)
Terkait Larangan Turis Masuk Pura
MANGUPURA, NusaBali
Wacana larangan turis masuk pura yang kini tengah disiapkan ranperda-nya oleh DPRD Provinsi Bali menjadi perhatian banyak pihak. Salah satunya, Panglingsir Puri Ageng Mengwi AA Gde Agung yang juga mantan Bupati Badung dua periode. Gde Agung justru lebih condong adanya pengaturan turis masuk ke dalam pura, bukan melarangnya.
Gde Agung setuju bila ada pengaturan bagi wisatawan yang berkunjung ke pura. Harapannya, kata dia, agar pengunjung atau wisatawan turut menjaga kesucian tempat ibadah bagi Umat Hindu ini. Sehingga wisatawan tidak sampai mengganggu kekhusukan umat apalagi melecehkan kesakralan pura. Namun pihak kurang sependapat bila ada pelarangan.
“Kalau bisa jangan dijadikan polemik. Jadikan sebagai sebuah pelajaran, kedepan bagaimana mengatur wisatawan agar tidak masuk sembarang ke areal utama mandala pura,” ujarnya, Rabu (2/8) kemarin saat menyosialisasikan Taman Ayun Barong Festival Regeneration Superstar 2017 yang kembali digelar dari 5-6 Agustus di Pura Taman Ayun, Mengwi, Badung.
Menurut Gde Agung, justru yang harus dilakukan saat ini bagaimana pariwisata, adat dan agama ini mestinya sinergi. Jangan karena ada segelintir kasus turis masuk pura, sekarang pariwisata seolah-olah dicap tidak baik untuk agama.
Ia memberi contoh Pura Taman Ayun, Mengwi. Di pura yang telah ditetapkan UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia ini, wisatawan bisa datang dan melihat langsung keindahan dan keunikan pura peninggalan kerajaan Puri Mengwi ini tanpa mengganggu kesakralan tempat tersebut. Jadi yang terpenting, kata dia, adalah penataan dan pengaturan dari pengempon pura. “Yang penting itu pengaturan, bukan pelarangan,” tegasnya.
Agar wisatawan dapat mengetahui jika areal pura ada tempat suci, bisa juga menambahkan papan informasi. Mana boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan selama berada di kawasan suci. “Di pura ada Tri Mandala, yakni Utama Mandala, Madya Mandala dan Nista Mandala. Sekarang tugas pengempon yang mengatur agar wisatawan tidak masuk sampai Utama Mandala,” tukasnya.
Wacana larangan wisatawan masuk ke pura berawal dari kasus turis masuk ke pura dan duduki pelinggih di Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, beberapa waktu lalu. Kasus ini sempat viral di media sosial (medsos), hingga berbuntut panjang. *asa
MANGUPURA, NusaBali
Wacana larangan turis masuk pura yang kini tengah disiapkan ranperda-nya oleh DPRD Provinsi Bali menjadi perhatian banyak pihak. Salah satunya, Panglingsir Puri Ageng Mengwi AA Gde Agung yang juga mantan Bupati Badung dua periode. Gde Agung justru lebih condong adanya pengaturan turis masuk ke dalam pura, bukan melarangnya.
Gde Agung setuju bila ada pengaturan bagi wisatawan yang berkunjung ke pura. Harapannya, kata dia, agar pengunjung atau wisatawan turut menjaga kesucian tempat ibadah bagi Umat Hindu ini. Sehingga wisatawan tidak sampai mengganggu kekhusukan umat apalagi melecehkan kesakralan pura. Namun pihak kurang sependapat bila ada pelarangan.
“Kalau bisa jangan dijadikan polemik. Jadikan sebagai sebuah pelajaran, kedepan bagaimana mengatur wisatawan agar tidak masuk sembarang ke areal utama mandala pura,” ujarnya, Rabu (2/8) kemarin saat menyosialisasikan Taman Ayun Barong Festival Regeneration Superstar 2017 yang kembali digelar dari 5-6 Agustus di Pura Taman Ayun, Mengwi, Badung.
Menurut Gde Agung, justru yang harus dilakukan saat ini bagaimana pariwisata, adat dan agama ini mestinya sinergi. Jangan karena ada segelintir kasus turis masuk pura, sekarang pariwisata seolah-olah dicap tidak baik untuk agama.
Ia memberi contoh Pura Taman Ayun, Mengwi. Di pura yang telah ditetapkan UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia ini, wisatawan bisa datang dan melihat langsung keindahan dan keunikan pura peninggalan kerajaan Puri Mengwi ini tanpa mengganggu kesakralan tempat tersebut. Jadi yang terpenting, kata dia, adalah penataan dan pengaturan dari pengempon pura. “Yang penting itu pengaturan, bukan pelarangan,” tegasnya.
Agar wisatawan dapat mengetahui jika areal pura ada tempat suci, bisa juga menambahkan papan informasi. Mana boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan selama berada di kawasan suci. “Di pura ada Tri Mandala, yakni Utama Mandala, Madya Mandala dan Nista Mandala. Sekarang tugas pengempon yang mengatur agar wisatawan tidak masuk sampai Utama Mandala,” tukasnya.
Wacana larangan wisatawan masuk ke pura berawal dari kasus turis masuk ke pura dan duduki pelinggih di Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, beberapa waktu lalu. Kasus ini sempat viral di media sosial (medsos), hingga berbuntut panjang. *asa
1
Komentar