Implementasi DBDKlim Perlu Dukungan Masyarakat
DENPASAR, NusaBali - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mulai memanfaatkan layanan peringatan dini demam berdarah dengue (DBD) berbasis iklim atau DBDKlim gagasan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), untuk mengantisipasi penyebaran DBD.
Peluncuran DBDKlim bertempat di Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Kampus Sudirman, Denpasar, Selasa (30/4). Deputi Bidang Klimatologi BMKG Dr Ardhasena Sopaheluwakan menyampaikan DBDKlim menghasilkan peta angka DBD skala bulanan untuk tiga bulan ke depan di Provinsi Bali. Prediksi dibagi menjadi tiga kategori, hijau artinya aman, orange waspada, dan merah artinya awas. Informasi mengenai prediksi kejadian DBD ini sebagai bentuk kewaspadaan dini melalui
parameter iklim, dan disampaikan agar dapat diambil langkah-langkah antisipasi sedini mungkin oleh pihak-pihak terkait.
“Jadi, DBDKlim agar masyarakat waspada, namun tidak perlu panik karena DBD dapat dicegah dengan program pengendalian vektor DBD. Selain dengan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus, kegiatan lain yang dapat mencegah perkembangbiakan dan gigitan nyamuk Aedes Aegypti adalah pelibatan masyarakat melalui juru pemantau jentik (jumantik),” kata Ardhasena.
Ardhasena mengungkapkan, perubahan iklim adalah ancaman kesehatan global terbesar abad 21 yang berdampak buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini penyakit DBD sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, sanitasi, dan iklim.
Iklim berperan dalam memberikan lingkungan yang kondusif untuk nyamuk berkembang, sehingga iklim menjadi faktor sangat penting terutama di awal masa perkembangan nyamuk. Semakin lembab suatu wilayah, maka nyamuk akan semakin banyak. Risiko warga digigit nyamuk penyebab DBD juga makin tinggi.
DBDklim Provinsi Bali bisa di-update setiap bulan dan didiseminasikan melalui website https://staklim-bali.bmkg.go.id, dengan keluaraan informasi berupa prediksi kecocokan kelembaban dan angka insiden DBD. Ardhasena berharap peringatan dini kasus DBD bisa mendorong pergerakan masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian DBD. “Beberapa penyakit potensial KLB (kejadian luar biasa) sangat dipengaruhi oleh musim, antara lain penyakit saluran napas, saluran cerna, dan penyakit bersumber vektor, sehingga dengan DBDKlim ini bisa langsung ditentukan langkah pencegahan,” jelasnya.
DBDKlim dikembangkan melalui kerja sama penerapan penelitian yang berkelanjutan dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) sejak 2017. Sebelum di Bali, DBDKlim telah diluncurkan untuk Provinsi DKI Jakarta pada 2019 yang operasionalisasinya terus berlanjut hingga saat ini.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali Dewa Made Indra menyambut baik terobosan BMKG yang telah menciptakan DBDKlim untuk menanggulangi dampak DBD secara cepat dan efektif.
Dewa Indra mengatakan, saat ini kasus DBD di Bali masih tergolong tinggi. Ada tiga daerah dengan kasus yang cukup tinggi bahkan menyebabkan angka kematian, yaitu Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung. Berbagai langkah tentu sudah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi masalah tersebut.
“Jadi bukan membuat angka DBD di Bali menurun, namun melalui data dan variabel yang dibuat oleh BMKG melalui DBDKlim, Dinas Kesehatan bisa membuat skema dan langkah penanggulangan yang tepat,” ujarnya. 7 a
Komentar