Chroma of Emotions: Seni, Jembatan Berbagi dan Memahami Kesehatan Mental
Chroma of Emotions
LucyDream Art
Kesehatan Mental
Mental Health
Andriani Marshanda
Art Therapy
Seni Rupa
Lukisan
MANGUPURA, NusaBali.com - Kesehatan mental menjadi isu yang kompleks. Tidak mudah diungkapkan melalui kata dan medium-mediun konvensional. Namun, berbeda dengan seni sebagai medium yang ekspresif.
Chroma of Emotions, gelaran amal yang digagas LucyDream Art, mencoba mendemokratisasi isu kesehatan mental yang selama ini masih cukup tabu di masyarakat melalui seni, khususnya seni rupa.
Sisie Wulandari Simon, Chief Operating Officer (COO) LucyDream Art (LDA) menuturkan, isu kesehatan mental masih jarang dibahas. Jarang dibahas secara 'fun' (menyenangkan), seperti melalui medium seni.
"Mental itu sesuatu yang sulit diungkapkan tapi bisa disalurkan melalui warna, goresan kuas, gambar, lukisan, dan tulisan," ungkap Sisie ketika ditemui di sela acara di Swarga Suites Hotel, Berawa, Desa Tibubeneng, Kuta Utara, Badung, Sabtu (11/5/2024) sore.
LDA lantas mengundang secara terbuka 20 pelukis dari berbagai kalangan, usia, dan latar belakang untuk berpartisipasi dalam segmen Painting Competition. Para pelukis menuangkan topik kesehatan mental ke atas kanvas sembari ditemani pemandangan Pantai Berawa dan angin pantai.
Sebanyak 20 pelukis ini tidak hanya berpartisipasi untuk berkompetisi. Namun, juga karena alasan kesehatan mental itu sendiri, seperti Ngurah Egy, salah satu peserta yang juga mahasiswa seni rupa ISI Denpasar.
Kata Egy, ia punya masa lalu yang 'menyakitkan' dan hal ini menjadi motivasinya mengikuti Chroma of Emotions. Egy menuangkan kisahnya ke atas kanvas yang menggambarkan dua spektrum hidupnya yaitu sakit dan yang sudah sembuh.
"Ingin menuangkan rasa sakitku saja sih di media ini (kanvas). Sekalian berbagi pengalaman sama apresiator yang mungkin punya pengalaman sama sepertiku," beber Egy yang datang jauh-jauh dari Bangli saat akhir pekan.
Egy berharap, emosinya dapat tersalurkan ke dalam warna dan goresan dua figur surrealistis, si sakit dan si sembuh, yang ia lukis. Dan, orang-orang yang sepenanggungan dapat ikut bangkit dan sembuh dari luka mentalnya.
"Hasil lukisan dari 20 peserta ini akan kami auction (lelang) pada Juni nanti. Sebanyak 25 persen dari nilai auction dikembali sebagai royalti pemilik karya, sisanya untuk mendukung program Seeds for a Child," imbuh Sisie, perempuan berdarah Belanda ini.
Sisie menjelaskan, pola membahas isu kesehatan mental semacam ini tidak berhenti pada gelaran saja. LDA sudah bergerak lebih dulu di program sosial Seeds for a Child, sebuah upaya peningkatan kesadaran kesehatan mental kepada anak-anak di pelosok.
Program ini sudah berjalan 2,5 tahun yang menyasar lebih dari 200 anak di Buleleng, Karangasem, dan Denpasar. Mereka diajak menyalurkan emosi melalui seni, juga diajarkan kecakapan dasar untuk menyokong hidup mereka ke depan.
Selain Painting Competition, Chroma of Emotions juga mengundang aktris dan penyanyi Andriani Marshanda. Marshanda sendiri dikenal sebagai figur publik yang memiliki isu kesehatan mental yakni bipolar disorder. Marshanda hadir untuk berbagi pengalamannya menjadi penyintas gangguan bipolar.
Di samping talk show yang diisi oleh Marshanda, Chroma of Emotions menyediakan booth konseling, art therapy melalui aktivitas menggambar dan melukis, dan pelelangan karya-karya pelukis lokal dan anak-anak Seeds for a Child.
"Kami berharap, Chroma of Emotions mampu mendorong khalayak lebih dekat dengan isu kesehatan mental, jadi lebih nyaman membicarakan isu ini, memberi dampak sosial, dan bagi penyintas agar tidak merasa mereka sendirian," tandas Sisie.
Untuk diketahui, LDA merupakan wahana seni rupa, desain, edukasi, dan jasa desain yang berdiri pada masa pandemi Covid-19. Dalam wahana berbasis laman web ini, pengguna dapat mencari lukisan dalam format market place, kursus lukis dan desain, dan jasa desain. *rat
Sisie Wulandari Simon, Chief Operating Officer (COO) LucyDream Art (LDA) menuturkan, isu kesehatan mental masih jarang dibahas. Jarang dibahas secara 'fun' (menyenangkan), seperti melalui medium seni.
"Mental itu sesuatu yang sulit diungkapkan tapi bisa disalurkan melalui warna, goresan kuas, gambar, lukisan, dan tulisan," ungkap Sisie ketika ditemui di sela acara di Swarga Suites Hotel, Berawa, Desa Tibubeneng, Kuta Utara, Badung, Sabtu (11/5/2024) sore.
LDA lantas mengundang secara terbuka 20 pelukis dari berbagai kalangan, usia, dan latar belakang untuk berpartisipasi dalam segmen Painting Competition. Para pelukis menuangkan topik kesehatan mental ke atas kanvas sembari ditemani pemandangan Pantai Berawa dan angin pantai.
Sebanyak 20 pelukis ini tidak hanya berpartisipasi untuk berkompetisi. Namun, juga karena alasan kesehatan mental itu sendiri, seperti Ngurah Egy, salah satu peserta yang juga mahasiswa seni rupa ISI Denpasar.
Kata Egy, ia punya masa lalu yang 'menyakitkan' dan hal ini menjadi motivasinya mengikuti Chroma of Emotions. Egy menuangkan kisahnya ke atas kanvas yang menggambarkan dua spektrum hidupnya yaitu sakit dan yang sudah sembuh.
"Ingin menuangkan rasa sakitku saja sih di media ini (kanvas). Sekalian berbagi pengalaman sama apresiator yang mungkin punya pengalaman sama sepertiku," beber Egy yang datang jauh-jauh dari Bangli saat akhir pekan.
Egy berharap, emosinya dapat tersalurkan ke dalam warna dan goresan dua figur surrealistis, si sakit dan si sembuh, yang ia lukis. Dan, orang-orang yang sepenanggungan dapat ikut bangkit dan sembuh dari luka mentalnya.
"Hasil lukisan dari 20 peserta ini akan kami auction (lelang) pada Juni nanti. Sebanyak 25 persen dari nilai auction dikembali sebagai royalti pemilik karya, sisanya untuk mendukung program Seeds for a Child," imbuh Sisie, perempuan berdarah Belanda ini.
Sisie menjelaskan, pola membahas isu kesehatan mental semacam ini tidak berhenti pada gelaran saja. LDA sudah bergerak lebih dulu di program sosial Seeds for a Child, sebuah upaya peningkatan kesadaran kesehatan mental kepada anak-anak di pelosok.
Program ini sudah berjalan 2,5 tahun yang menyasar lebih dari 200 anak di Buleleng, Karangasem, dan Denpasar. Mereka diajak menyalurkan emosi melalui seni, juga diajarkan kecakapan dasar untuk menyokong hidup mereka ke depan.
Selain Painting Competition, Chroma of Emotions juga mengundang aktris dan penyanyi Andriani Marshanda. Marshanda sendiri dikenal sebagai figur publik yang memiliki isu kesehatan mental yakni bipolar disorder. Marshanda hadir untuk berbagi pengalamannya menjadi penyintas gangguan bipolar.
Di samping talk show yang diisi oleh Marshanda, Chroma of Emotions menyediakan booth konseling, art therapy melalui aktivitas menggambar dan melukis, dan pelelangan karya-karya pelukis lokal dan anak-anak Seeds for a Child.
"Kami berharap, Chroma of Emotions mampu mendorong khalayak lebih dekat dengan isu kesehatan mental, jadi lebih nyaman membicarakan isu ini, memberi dampak sosial, dan bagi penyintas agar tidak merasa mereka sendirian," tandas Sisie.
Untuk diketahui, LDA merupakan wahana seni rupa, desain, edukasi, dan jasa desain yang berdiri pada masa pandemi Covid-19. Dalam wahana berbasis laman web ini, pengguna dapat mencari lukisan dalam format market place, kursus lukis dan desain, dan jasa desain. *rat
Komentar