nusabali

Ajukan Pledoi, Terdakwa Penodaan Agama saat Nyepi Minta Dibebaskan

  • www.nusabali.com-ajukan-pledoi-terdakwa-penodaan-agama-saat-nyepi-minta-dibebaskan

SINGARAJA, NusaBali - Dua terdakwa perkara penodaan agama saat Nyepi 2023 lalu di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Acmat Saini, 51, dan Mokhamad Rasad, 57, mengajukan pledoi atau pembelaan. Mereka meminta agar dibebaskan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Singaraja dari segala tuntutan.

Pledoi tersebut dibacakan oleh Penasehat Hukum (PH) Terdakwa, Agus Samijaya di Ruang Sidang Kartika PN Singaraja, pada Rabu (22/5) siang.

Dalam pledoi tersebut, tim penasehat hukum berkeyakinan jika peristiwa yang terjadi pada 23 Maret 2023 lalu itu, bukan merupakan penodaan agama. Agus Samijaya menyebut peristiwa itu adalah pemukulan dan pembukaan portal di Pantai Segara Rupek di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB).

Ia menambahkan, portal tersebut bukan merupakan tempat ibadah, kitab suci, ataupun simbol dari agama. “Jelas-jelas para terdakwa hanya melakukan buka portal. Yang satu pukul portal dengan telapak tangannya, kemudian ada yang buka tali portal. Pertanyaannya sekarang, portal itu simbol agama, tempat ibadah, kitab suci atau bukan?” katanya usai persidangan.

Adapun kedua terdakwa didakwa dengan Pasal 156a KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penistaan Agama. Menurut dia, objek dalam pasal tersebut adalah agama yang dianut di Indonesia, bukan orang atau golongan warga tertentu. Kata dia, perbuatan para terdakwa tidak bermaksud menodai agama tertentu. Khususnya agama Hindu yang saat itu melaksanakan Hari Suci Nyepi.

“Klien kami membuka portal untuk memberi akses kepada massa yang berkerumun dengan keadaan emosi. Mereka berpikir simpel, kalau tidak dibuka kemungkinan ada kejadian anarkis,” lanjut Agus Samijaya.

Dirinya mengakui, dua warga Sumberklampok tersebut memang melanggar Seruan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Nomor 400.8/03/II/FKUB BLL/2023, tanggal 10 Maret 2023. Namun, lanjut dia berdasarkan kajian yuridis, seruan itu bukan termasuk undang-undang, peraturan perundang-undangan maupun peraturan daerah.

Ia mengimbuhkan, yang termasuk perbuatan pidana adalah tindakan yang melawan hukum yang diatur Undang-Undang (UU), hingga Peraturan Pemerintah Daerah. “Kalau tidak masuk sebagai kualifikasi peraturan, maka (dua terdakwa) tidak bisa dipidana,” kata lagi.

Untuk itu, pihaknya meminta pada majelis hakim agar membebaskan kedua terdakwa dari segala tuntutan hukum. Juga memulihkan, merehabilitasi nama baik, harkat, dan martabat Acmat Saini dan Mokhamad Rasad. Alasannya, menurut dia, unsur dalam Pasal 156 a KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang menjerat dua orang tua itu tidak terpenuhi.

“Harusnya bebas. Bukan bebas bersyarat tapi bebas murni. Karena unsurnya (pasal yang didakwakan) tidak terpenuhi,” tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, dalam sidang tuntutan yang digelar pada Rabu (8/5) lalu, Acmat Saini dan Mokhamad Rasad dituntut enam bulan penjara. Jaksa menyatakan, terdakwa Acmat Saini dan Mokhamad Rasad bersalah karena melakukan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 156a KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Yang intinya mengenai tindakan secara bersama-sama dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.7 mzk

Komentar