Permintaan Cukup Tinggi, Petani Jamur Kewalahan
Permintaan jamur tiram di pasaran cukup tinggi, namun petani jamur belum bisa memenuhi permintaan tersebut.
BANGLI, NusaBali
Seperti halnya petani jamur I Kadek Saputra, asal Banjar Dukuh, Desa Bunutin, Kecamatan/Kabupaten Bangli. Setiap hari dia baru menghasilkan rata-rata 20 – 30 kilogram jamur tiram putih. Sehari panen bisa dilakukan dua kali pagi dan sore hari.
Kadek Saputra mengaku bila permintaan jamur yang datang sekitar 50 kilogram per hari. Sehingga beberapa pembeli harus ditolak. Budidaya jamur yang dia lakukan sejak lima tahun lalu, belum sepenuhnya bisa melayani pembeli. Kini Saputra memiliki 5.000 baglog yang bisa menghasilkan 30 kilogram jamur per hari. ”Rata-rata 30 kilogram per hari. Harga Rp 20.000 per kilogram jamur tiram,” ujarnya ditemui di tempat budidaya di Banjar Dukuh, Desa Bunutin, Minggu (6/8).
Jamur tiram biasa diambil suplayer dari Denpasar untuk memenuhi permintaan sejumlah hotel maupun restoran. Selain itu beberapa pembeli di wilayah Bangli. Sedangkan untuk dijual di pasar, hasil panen jamur belum mencukupi. “Untuk memenuhi suplayer masih kelawahan, jadi kami belum menjual langsung di pasar,” ucapnya sembari memanen jamur.
Disinggung terkait kenapa sedikit masyarakat yang mengembangkan budidaya, Kadek Saputra memperkirakan, karena pembuatan baglog membutuhkan waktu yang cukup lama. Bahan yang dibutuhkan berupa dedak, serut kayu, kapur murni. Bahan tersebut dicampur kemudian dibungkus. Barulah dipanaskan dan untuk memanaskan ini perlu waktu hingga 4 jam. “Sebetulnya tidak sulit mengembangkan jamur tiram,” imbuh guru bahasa Jepang ini.
Kini Kadek Saputra juga membuat baglog untuk dijual, tidak hanya digunakan sendiri. Baglog ukuran 30 centimeter dengan berat 1,5 kilogram dijual Rp 3.200 per buah. Rupanya permintaan baglog cukup banyak. Setiap pekan dia mambuat 1.000 buah baglog. Baglog memiliki masa produktif sekitar 3 bulan, dan bila sudah tidak menghasilkan maka harus diganti. “Baglog yang tidak terpakai juga dimanfaatkan untuk budidaya cacing. Kadang ada yang beli, kadang saya kasih secara cuma-cuma,” jelasnya. *e
Kadek Saputra mengaku bila permintaan jamur yang datang sekitar 50 kilogram per hari. Sehingga beberapa pembeli harus ditolak. Budidaya jamur yang dia lakukan sejak lima tahun lalu, belum sepenuhnya bisa melayani pembeli. Kini Saputra memiliki 5.000 baglog yang bisa menghasilkan 30 kilogram jamur per hari. ”Rata-rata 30 kilogram per hari. Harga Rp 20.000 per kilogram jamur tiram,” ujarnya ditemui di tempat budidaya di Banjar Dukuh, Desa Bunutin, Minggu (6/8).
Jamur tiram biasa diambil suplayer dari Denpasar untuk memenuhi permintaan sejumlah hotel maupun restoran. Selain itu beberapa pembeli di wilayah Bangli. Sedangkan untuk dijual di pasar, hasil panen jamur belum mencukupi. “Untuk memenuhi suplayer masih kelawahan, jadi kami belum menjual langsung di pasar,” ucapnya sembari memanen jamur.
Disinggung terkait kenapa sedikit masyarakat yang mengembangkan budidaya, Kadek Saputra memperkirakan, karena pembuatan baglog membutuhkan waktu yang cukup lama. Bahan yang dibutuhkan berupa dedak, serut kayu, kapur murni. Bahan tersebut dicampur kemudian dibungkus. Barulah dipanaskan dan untuk memanaskan ini perlu waktu hingga 4 jam. “Sebetulnya tidak sulit mengembangkan jamur tiram,” imbuh guru bahasa Jepang ini.
Kini Kadek Saputra juga membuat baglog untuk dijual, tidak hanya digunakan sendiri. Baglog ukuran 30 centimeter dengan berat 1,5 kilogram dijual Rp 3.200 per buah. Rupanya permintaan baglog cukup banyak. Setiap pekan dia mambuat 1.000 buah baglog. Baglog memiliki masa produktif sekitar 3 bulan, dan bila sudah tidak menghasilkan maka harus diganti. “Baglog yang tidak terpakai juga dimanfaatkan untuk budidaya cacing. Kadang ada yang beli, kadang saya kasih secara cuma-cuma,” jelasnya. *e
Komentar