Jaga Joged Pakem, Selektif Rekrut Penari
Sekaa Joged Wahyu Ulangun Nagasepaha
Meskipun menampilkan joged sesuai pakem tanpa iming-iming goyangan erotis, Sekaa Joged Wahyu Ulangun tetap laris manis dan banyak dicari masyarakat.
SINGARAJA, NusaBali - Sekaa Joged Wahyu Ulangun di Desa Nagasepaha, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, akan mewakili Buleleng pada Pesta Kesenian Bali (PKB) tahun 2024 di Art Centre, Denpasar. Dinas Kebudayaan Buleleng memilih sekaa joged ini sebagai reward karena telah konsisten menjaga pakem joged bumbung yang baik dan benar.
Sekaa Joged Wahyu Ulangun saat berlatih dan pentas di beberapa tempat akan menjadi duta Buleleng pada PKB 2024. -IST
Penasihat Wahyu Ulangun Ketut Madia menuturkan sekaa joged ini diinisiasi sejak belasan tahun lalu. Saat itu sekaa masih didominasi penabuh senior (sudah berumur). Lanjut, tahun 2021 disegarkan dengan anggota sekaa baru yang 75 persen anggota sekaanya masih muda.
Sejak berdiri dan beraktivitas, Sekaa Joged Wahyu Ulangun berkomitmen untuk menyajikan kesenian joged bumbung pakem. Komitmen tersebut pun tidak terkikis dan terpengaruh dengan munculnya banyak sekaa joged yang kurang sopan saat ini. Meskipun menampilkan joged sesuai pakem tanpa iming-iming goyangan erotis, Sekaa Joged Wahyu Ulangun tetap laris manis dan banyak dicari masyarakat.
“Kami tetap kukuh mempertahankan karena ingin mempertahankan dan memperkuat paket joged yang baik dan benar. Sebenarnya yang menjadi kunci joged itu baik atau jaruh tergantung dari penarinya. Yang harus dipahami penari tidak memberikan peluang dan memancing, jadi penarinya harus paten, tetap tegak pada pakem,” terang Madia.
Hal ini pun membuat Sekaa Joged Wahyu Ulangun sangat selektif dalam merekrut penari. Hingga saat ini hanya punya tiga penari joged. Madia menyebut saat perekrutan penari, penasihat dan sekaa tabuh akan melakukan penilaian. Jika dalam latihan penari joged menari di luar pakem dan tidak memiliki karakter yang baik, maka akan dieliminasi dengan halus. Sekaa tidak akan menyertakannya saat pentas.
“Biasanya kalau sudah dikasih tahu dan dibina tetap begitu, ya secara halus kami tidak akan ajak saat ada pentas. Dengan begitu dia akan paham sendiri dan seiring berjalan waktu pasti keluar dari sekaa,” imbuh Madia.
Selama berpegang teguh pada pakem joged bumbung yang baik dan benar, Sekaa Wahyu Ulangun tak pernah sepi job. Bahkan beberapa permintaan menumpuk dalam sehari dan tidak bisa diisi. Banyak masyarakat yang membooking untuk tampil di berbagai upacara, termasuk untuk membayar kaul. Sejauh ini sekaa joged ini sering pentas hampir di seluruh kabupaten di Bali. Sebulannya bisa pentas di belasan tempat.
“Yang banyak itu mengisi acara tiga bulanan, odalan, ngaben, bayar kaul wisuda. Ada juga yang pas hasil cengkihnya banyak mau pentaskan joged atau kalau punya anak atau cucu laki-laki,” terangnya.
Sementara itu, penari joged senior Wahyu Ulangun Luh Reniawati,45, mengatakan menjaga marwah tarian joged yang baik dan benar menghadapi sejumlah tantangan. Sebagai pelaku langsung, Reniawati tidak memungkiri saat pentas sering kali mendapatkan tekanan dari pengibing. Meskipun dalam menari tidak menampilkan gerakan-gerakan yang memancing aksi jaruh.
Penari pertama Sekaa Joged Wahyu Ulangun Desa Nagasepaha, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Luh Reniawati,45. -IST
“Memang ada saja pengibing yang kadang membuat kita tidak nyaman menari karena kemungkinan ngibing dengan joged jaruh. Tetapi kami ada teknik lah kalau menghadapi pengibing nakal atau ada gerakan yang memang untuk menangkal atau menghindari gerakan yang memicu sensitivitas,” kata Reniawati.
Sebagai penari pertama Wahyu Ulangun, kini Reniawati sudah jarang tampil. Dia memberikan kesempatan kepada generasi penerusnya. Hanya saja saat perekrutan penari memang sangat susah. Banyak yang malu menjadi penari joged dan akhirnya tidak mau, karena image negatif yang terlanjur melekat pada kesenian tradisional ini. “Beberapa penari baru berminat ikut setelah mereka melihat secara kontinyu sekaa Wahyu Ulangun yang menari sesuai pakem,” tutur dia.
Di satu sisi, Reniawati mengaku jengah dengan stigma penari joged saat ini. Rasa jengahnya bercampur aduk dengan rasa kecewa, marah, dan sedih melihat perkembangan joged yang disajikan jaruh serta menjadi viral di media sosial. Stigma joged yang menempel kesan erotis membuatnya kecewa berat. Hanya saja dia juga tidak bisa berkomentar ataupun berkoar-koar karena apa yang terjadi adalah hak masing-masing individu.
“Terus terang akibat banyak yang viral karena menari jaruh, kami yang lurus-lurus saja juga kena imbas. Ya, kami sih meredam rasa kecewa itu dengan tetap kukuh mempertahankan pakem yang benar. Tidak peduli yang lain tampil seperti apa. Pada akhirnya masyarakat yang akan menilai,” terang Reniawati.7k23
Komentar