nusabali

Bendesa Adat Berawa Nilai Dakwaan JPU Tak Cermat

  • www.nusabali.com-bendesa-adat-berawa-nilai-dakwaan-jpu-tak-cermat

DENPASAR, NusaBali - Pasca didakwa atas kasus dugaan pemerasan investor senilai Rp 10 miliar, Bendesa Adat Berawa I Ketut Riana melalui kuasa hukumnya I Gede Pasek Suardika dkk menyampaikan eksepsi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis (6/6) pagi.

Dalam eksepsi yang dibacakan di depan majelis hakim yang diketuai Gede Putra Astawa, pihak terdakwa menganggap dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Nengah Astawa dkk tidak cermat. 

Menurut kuasa hukum terdakwa I Ketut Riana, yakni Gede Pasek Suardika (GPS) dkk, kasus ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan terhadap I Ketut Riana yang awalnya dituduh terlibat dalam jual beli lahan di lingkungan Desa Adat Berawa. Namun, dalam dakwaan fokus berubah menjadi tuduhan pemerasan terkait izin akomodasi pariwisata. 

"Karena ada jual beli lahan dan terdakwa ada melakukan pemerasan sehingga dia ditangkap pas nerima uang kan begitu. Tapi kenapa jual beli lahan ini tidak ada dalam surat dakwaan JPU, kan tidak boleh tiba-tiba berubah. Malah lari ke urusan izin," ujar Pasek Suardika usai sidang pembacaan nota keberatan, Kamis kemarin.

Dalam sidang eksepsi kemarin tim kuasa hukum terdakwa mengajukan permohonan agar surat dakwaan dinyatakan batal demi hukum dan terdakwa segera dilepaskan dari tahanan. 

Selain itu juga meminta agar proses OTT dan penyidikan dinyatakan tidak sah karena dilakukan oleh institusi yang tidak berwenang. "Pengadilan yang berwenang mengadili kasus ini adalah pengadilan negeri, bukan pengadilan tindak pidana korupsi," tuturnya. Lebih lanjut Pasek Suardika menjelaskan bahwa terdakwa dituduh berdasarkan Pasal 12 huruf e Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001. Pasal tersebut menyatakan bahwa hanya pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dapat dikenai pidana korupsi. Namun, status profesi atau jabatan tersangka sebagai Bendesa Adat bukanlah pegawai negeri ataupun penyelenggara negara.

"Dakwaan JPU terlihat sangat dipaksakan dengan mengaitkan jabatan Bendesa Adat dengan pegawai negeri atau penyelenggara negara. Hal ini tidak berkorelasi karena kasus ini tidak terkait penyalahgunaan dana APBD atau APBN," katanya. Dengan tidak jelasnya uraian dakwaan mengenai pertemuan dan pemerasan terhadap PT Berawa Bali Utama atau The Magnum Berawa Residence, tim kuasa hukum menilai dakwaan menjadi kabur dan mengada-ada.
 
Sebelumnya dalam sidang perdana kasus ini, Kamis (30/5) lalu, JPU Henry Yoseph Kindangen di hadapan majelis hakim pimpinan Gede Putra Astawa membacakan dakwaan setebal 11 halaman yang juga disaksikan terdakwa Ketut Riana didampingi penasihat hukumnya, Gede Pasek Suardika dkk. Dalam pembacaan dakwaan selama sekitar 40 menit, JPU mengungkap bagaimana Ketut Riana melakukan pemerasan kepada investor PT Berawa Bali Utama yang akan membangun apartemen dan resort. Bendesa Adat Berawa Ketut Riana didakwa melakukan pemerasan investor senilai Rp10 miliar. Dia ditangkap penyidik Kejati Bali di sebuah kafe di Renon, Denpasar dengan barang bukti uang Rp100 juta. 7 cr79

Komentar