nusabali

MUTIARA WEDA: Pengabdian Panjang

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-pengabdian-panjang

Rṣayo dīrghasandhyatvād dīrghamāyuravāpnuyuḥ, prajñāṃ yaśaśca kīrtiṃ ca brahmavarcasameva ca. Manusmrti, 4.94

Melalui akal budi atau pengabdian yang panjang, orang bijak memperoleh umur panjang, kebijaksanaan, ketenaran, refutasi, dan kemuliaan Brahma.

Akal budi merujuk pada penggunaan nalar, pemikiran yang bijak, dan kecerdasan. Melalui penggunaan akal budi, seseorang dapat membuat keputusan yang bijaksana, belajar dari pengalaman, dan memahami realitas dengan lebih baik. Pengabdian di sini berarti dedikasi atau komitmen yang terus-menerus terhadap suatu tujuan atau prinsip. Pengabdian yang panjang menunjukkan ketekunan dan kesungguhan dalam menjalani hidup atau dalam mengejar suatu tujuan. Konsekuensinya, umur panjang, kebijaksanaan, ketenaran, refutasi dan kemuliaan seperti Sang Pencipta pun datang. Apa hubungannya? Mengapa manusmrti bicara seperti itu? Apakah benar seperti itu?

Teks di atas bisa jadi sebuah testimoni, bisa juga ajakan bahkan perintah. Testimoni artinya pengalaman orang yang telah melakukan pengabdian panjang memang mendapatkan itu semua. Ajakan artinya, jika ingin tenar, umur pandang dst, kita diajak untuk melakukan pengabdian tanpa henti. Perintah artinya, siapapun mesti melakukan pengabdian yang panjang, sebab hasilnya umur panjang dan seterusnya. Baik testimoni, ajakan ataupun perintah, teks di atas berupaya memberikan informasi dan memprovokasi kita untuk melakukan pengabdian yang panjang. Mengapa memprovokasi? Karena setiap orang memiliki niat untuk umur panjang, bijaksana, tenar, dst. Untuk tujuan tersebut, teks di atas memberikan formulanya. 

Apa hubungannya antara pengabdian yang panjang dengan semua konsekuensi tersebut? Tentu banyak yang menyangsikan. Seperti misal, tukang sapu di pinggir jalan, mereka mendedikasikan sepanjang hidupnya sebagai tukang sapu, lalu apakah mereka tenar, apakah telah bijaksana, apakah jamin umurnya panjang, apakah dimuliakan? Tanpa mengecilkan profesi ini, tetapi faktanya memang tidak ada. Antara dedikasi dan konsekuensinya tidak selaras. Tukang sapu itu hanya mendapat upah saja sebagai konsekuensinya, tidak ada yang lain. Mereka tidak akan tenar, dst. Persoalan mereka bijak atau tidak tergantung individunya, bukan karena dedikasinya itu. Demikian juga profesi lain, mereka mendedikasikan seluruh hidupnya untuk mengabdi menghidupi keluarga, membesarkan organisasi dst, jarang dari mereka yang bisa mendapatkan itu semua. 

Jika demikian, apakah teks di atas berbohong? Jika menerimanya secara positif, tentu tidak bohong. Sebaliknya, teks mencoba mengupas kebenaran. Orang kecewa tentu banyak, sebab sebagian besar orang yang ingin tenar, bijaksana, umur panjang dst tidak diperoleh dari dedikasinya. Mereka tentu kecewa, namun tidak bisa menyalahkan kebenaran teks di atas. Mengapa? Karena teks di atas tidak memenuhi keinginan kita. Teks di atas tidak berkorelasi dengan keinginan kita. Teks di atas berkorelasi dengan dedikasi atau pengabdian itu. Bisa saja orang ingin tenar dan kemudian mengabdi, dan memperolehnya, bisa juga sebagian besar tidak memperolehnya. Diperoleh atau tidaknya ketenaran, umur panjang dst bukan vocal point ajaran di atas. Titik point terletak pada “pengabdian”nya. 

Mengapa? Pengabdian atau dedikasi berhubungan dengan spiritualitas, sementara umur panjang, ketenaran dst berhubungan dengan duniawi. Teks di atas menekankan pada perkembangan kesadaran seseorang. Orang bisa berkembang kesadarannya melalui pengabdian salah satunya. Jika kesadaran orang meluas, ia akan mengerti fenomena kehidupan, drama kehidupan dengan lebih baik. Akhirnya, hidupnya menjadi lebih tenang, tidak terlalu tenggelam dalam dualitas kehidupan. Jika orang bisa stabil dalam segala suasana, tidak terlalu menderita dikala duka dan tidak melonjak kegirangan dikala suka, ia adalah orang bijak, orang stabil. Kestabilan ini mejadikan orang umurnya panjang, banyak orang yang datang meminta nasehat, dan bisa berbagi pengalaman kepada orang lain. Inilah yang membuat orang itu bijaksana, tenar, mulia dst.

Jadi, teks di atas sebenarnya sebuah testimoni. Orang yang telah luas kesadarannya melalui pengabdian yang panjang akan memperoleh semua konsekuensi tersebut. Inilah kebenarannya. Faktanya, orang yang mengabdi dan mendedikasikan hidupnya serta mampu meluaskan kesadarannya akan membawanya pada semua konsekuensi tersebut. Kan sebagian orang mendedikasikan hidupnya, baik untuk keluarga maupun profesinya, lalu mengapa konsekuensi tersebut tidak semua orang mendapatkannya? Dipastikan dedikasi yang dilakukan tidak menyentuh sisi spiritual, kesadarannya tidak berkembang. Mereka berdedikasi, tetapi pamrih.

I Gede Suwantana
Direktur Bali Vedanta Institute 

Komentar