nusabali

Ekspor Manggis dari Bali Mandeg

  • www.nusabali.com-ekspor-manggis-dari-bali-mandeg

Pengaruh musim hujan, kondisi buah burik sehingga tak penuhi syarat ekspor

DENPASAR, NusaBali
Giat ekspor manggis Bali mandeg. Penyebabnya produksi kosong. Oktober hingga Desember tahun 2023 lalu, sempat ada panen, namun tak bisa diekspor karena kualitas tak memenuhi persyaratan. Kondisi buah burik (bercak-bercak) karena pengaruh musim hujan.

Ketua Asosiasi Manggis Bali, Jro Putu Tesan mengatakan untuk sementara ini, ekspor berhenti sementara. Mandeg ekspor sudah berlangsung cukup lama, sejak  Januari lalu.  Sudah  hampir 6 bulan.

“Permintaan khususnya dari China tetap ada,  namun tidak bisa dipenuhi,” ungkapnya, Rabu (18/6).

Pasokan dari luar daerah untuk memenuhi pesanan ekspor, juga tidak ada, karena memang belum musimnya. Perkiraannya  Januari tahun depan barulah kembali memasuki panen manggis. “Semoga hasilnya bagus, karena cuacanya sekarang ini sedang baik,” ujar pria asal Tabanan ini.

Mensiasati jeda manggis, kalangan petani, kata Jro Putu Tesan menekuni budidaya jenis buah-buahan lain. Terutama jenis buah-buahan  untuk memasok kebutuhan pasar lokal.

“Pepaya sekarang bagus, kita sekarang sedang menjajagi itu,” ujarnya.

Selain itu, juga kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan pertanian dan perkebunan. “Seperti saya, sekarang ini sedang lakukan penjajagan pengolahan pupuk organik, karena ke depan arahnya ke organik,”  kata Jro Tesan.

Terpisah, Ketua Asosiasi Pelaku Usaha Hortikultura (Aspehorti) Bali, I Wayan Sugiartha mengiyakan  tidak adanya produksi manggis sekarang ini. “Dimana-mana sekarang memang kosong,” ujarnya.  Karena itu, dia mengiyakan ‘bisnis manggis, terhenti sementara. Tidak saja ekspor, untuk pasokan lokal juga tidak ada.


Untuk itu, Sugiartha berharap pelaku bisnis hortikultura, dalam hal ini buah-buahan, untuk mengintensifkan bisnis pada produksi buah-buahan yang diserap untuk pasar lokal dan konsumsi masyarakat, diantaranya industri pariwisata.

“Hanya mengingatkan. Mungkin teman- teman sendiri sudah melakoninya,” ujar Sugiartha, pebisnis asal Blahkiauh, Kecamatan Abiansemal, Badung. Karena untuk  pemenuhan kebutuhan, tak mungkin hanya bergantung pada  satu komoditas saja.

“Tiyang kira, masih ada peluang- peluang lain, “ kata Sugiartha. Antara lain  budidaya atau bisnis  semangka, melon, pepaya dan nanas serta yang  buah lainnya. Menurutnya kebutuhan jenis buah-buahan tersebut rutin di Bali.

Harganya  juga lumayan bagus. Semangka Rp10.000 perkilo, melon Rp15.000 perkilo, nanas Rp8.000 perkilo.

“Pepaya yang cukup melimpah, karena harganya menurun. Dari Rp10.000 perkilo jadi Rp5.000 perkilo,” ungkapnya.

Kepada pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian atau Dinas Perkebunan maupun lembaga pemerintah terkait, Sugiartha meminta agar mengatensi hal ini.

“Terutama penyuluhan kepada petani tentang  pengetahuan musim,” sarannya.

Menurutnya, pengetahuan tentang musim dan dampaknya terhadap produksi itu yang belum banyak diketahui petani.

“Beda musim, beda cara penanganan maupun obat pengendali hamanya,” demikian Sugiartha. K17

Komentar