Melihat Eks Terminal Batubulan, Gianyar yang Berubah Fungsi Jadi Pasar Senggol dan Pasar Pagi (1)
Lokasinya Merupakan Pelaba Pura, Kini Dikelola Desa Adat
Kedua jenis pasar di eks Terminal Batubulan kini menjadi sumber pendapatan bagi Desa Adat Dlod Tukad, pemasukannya bisa mencapai Rp1,9 miliar per tahun
DENPASAR, NusaBali - Terminal Batubulan di Desa Batubulan, Sukawati, Gianyar pernah berjaya, ketika angkutan umum masih menjadi pilihan utama transportasi masyarakat untuk bepergian. Terutama dari Gianyar menuju Denpasar. Namun itu sudah lama, sekitar tahun 1990-an sampai tahun 2000-an. Sesudahnya kejayaan Terminal Batubulan memudar. Angkutan umum terpinggirkan, menyusul masifnya penjualan kendaraan pribadi. Terminal Batubulan pun semakin sepi. Sudah sangat jarang, untuk tidak mengatakan tidak ada, orang maupun masyarakat yang mengantre, numpang pick up, isuzu atau bus.
Kini terminal Batubulan lebih dikenal sebagai salah satu lokasi Pasar Senggol yang terkenal ramai. Namanya Pasar Senggol Dewi Sri Desa Adat Dlod Tukad Batubulan atau lebih sering disebut ‘Senggol Batubulan’. Pasar senggol ini mulai buka pukul 17.00 Wita sampai pukul 22.00 Wita. Tidak kurang dari 200-an lebih pedagang yang berjualan setiap hari. Mulai pedagang makanan/minuman atau kuliner, fesyen atau pakaian, peralatan rumah tangga, permainan dan penjualan pernak-pernik lain. Dalam sepekan ribuan pengunjung berdatangan, baik berbelanja maupun untuk rekreasi atau sekadar melihat-lihat.
Sedang pada pagi hari mulai pukul 04.00 Wita sampai pukul 09.00 Wita, eks Terminal Batubulan berfungsi sebagai pasar pagi. Namanya mirip seperti nama pasar senggol, Pasar Pagi Dewi Sri Desa Adat Dlod Tukad, Batubulan. Jumlah pedagang, juga sekitar 200-an orang. Semuanya pedagang bermobil, menjual kebutuhan pokok, bumbu, perabotan dan peralatan rumah tangga, bahan upakara dan yang lain. Tidak ada yang permanen seperti kios atau toko. Hal itu karena sore harinya, tempatnya akan dimanfaatkan untuk para pedagang senggol.
Kedua jenis pasar di eks terminal Batubulan kini menjadi ‘lumbung’ atau sumber pendapatan bagi Desa Adat Dlod Tukad. Pemasukan dari pengelolaan kedua pasar itu bisa mencapai Rp1,8 miliar sampai Rp1,9 miliar per tahun. “Ini sangat membantu meringankan krama kami,” kata Bendesa Adat Dlod Tukad, I Ketut Birawan, Kamis (20/6).
Keringanan tersebut di antaranya dalam hal kewajiban papeson (urunan). Sebelummya untuk keperluan upacara seperti pujawali atau odalan di pura kahyangan desa adat, krama bisa kena urunan senilai Rp 300.000-an. Itu termasuk ‘rerampen’, perlengkapan di antaranya beras, telor, kelapa dan jejahitan. “Namun sekarang ini pepeson itu sudah jauh berkurang. Hanya sebagai jatu (pertanda) krama keluar beras 0,5 kilogram dan kelapa 1 butir. Agar dresta tetap memargi (berjalan),” Birawan.
Bahkan untuk pembangunan 1 pelebahan Pura Dalem Desa Adat Dlod Tukad yang menghabiskan dana Rp8,2 miliar, krama Desa Adat Dlod Tukad yang terdiri dari 7 banjar adat, tidak kena urunan. Semua biaya pembangunan bersumber dari pendapatan pengelolaan Pasar Senggol dan Pasar Pagi serta usaha milik Desa Adat Dlod Tukad. “Hanya untuk karya (upacara besar) pada Saniscara Kliwon Kuningan (hari raya Kuningan) karya ngaturang jatu Rp500.000 per song paumahan (satu areal pekarangan rumah tangga),” terang Birawan yang menjabat sebagai bendesa untuk periode kedua kalinya (2022-2027).
Dia mengatakan krama bersyukur dengan pemasukan dari kedua usaha duwe desa adat tersebut. “Karena memang diringankan krama kami,” ujarnya. Birawan menuturkan eks Terminal Batubulan, lokasi pasar senggol dan pasar pagi, merupakan duwe atau laba Pura Dalem. Laba seluas sekitar 56 are tersebut memang sempat berfungsi sebagai terminal. Hal itu berdasarkan kesepakatan kerja sama antara Pemda/Pemkab Gianyar sekitar tahun 1986. Ketika terminal masih ramai, pada sore hari areal terminal difungsikan sebagai pasar senggol. Dalam perjalanannya, setelah bertahun-tahun kerja sama tersebut pun berakhir. Hal ini karena fungsi terminal sudah tidak efektif. Penumpang dan kendaraan angkutan umum yang antre berkurang terus.
Warga lebih memilih bepergian dengan berkendara sendiri menggunakan kendaraan pribadi. Hal itu berpengaruh pada pemasukan terhadap terminal yang berdampak pada semakin minimnya kontribusi terminal kepada Desa Adat Dlod Tukad. Demikian juga kontribusi dari pasar senggol tidak bisa optimal. Karena itulah muncul pemikiran untuk mengelola laba duwe pura secara mandiri oleh Desa Adat Dlod Tukad. “Kami belajar dari desa adat-desa adat yang telah berhasil dan maju dalam pengelolaan potensi desa adat,” terang tokoh adat yang pensiunan ASN di Dinas Pendidikan Kabupaten Gianyar ini.
Akhirnya tahun 2018 kerja sama antara Desa Adat Dlod Tukad dengan Pemkab Gianyar diakhiri. Pihak Desa Adat mulai mengelola area tersebut secara mandiri. Namun hanya pada area yang merupakan laba duwe seluas 56 are di sebelah utara. Sedang sebagian lagi lahan di sebelah selatan yang merupakan milik Pemkab Gianyar dikelola oleh Pemkab Gianyar. Tahun 2019 Desa Adat Dlod Tukad mengelola secara mandiri eks terminal yang merupakan lahan laba pura tersebut. “Dasarnya, karena tanah tersebut merupakan milik desa adat, sehingga desa adat yang memutuskan mengelola secara mandiri,” kata Birawan. 7 k17
Komentar